IBL

Tim nasional (timnas) basket putra Indonesia gagal meraih medali di SEA Games 2019. Padahal, mereka sudah melakukan serangkaian uji coba di berbagai kompetisi dalam negeri, misalnya Elang Cup 2019 dan Piala Raja 2019, maupun di luar negeri, yaitu di Serbia, selama sekitar tiga minggu. Entah berapa besar biaya yang telah dihabiskan untuk kegiatan-kegiatan tersebut hingga pulang dengan tangan hampa di SEA Games, sejak terakhir kali tanpa medali pada tahun 2013.

Sebagai pendukung basket tampaknya masalah pembiayaan timnas selalu menjadi misteri bagi kita semua. Sampai akhirnya terdapat seorang manajer timnas 3x3 putri yang berani membuka informasi bahwa mereka menyiapkan dana sebesar dua milyar (dari manajer dan sponsor) ditambah hampir 600 juta dari pemerintah dalam rangka persiapan 3x3 di SEA Games.

Semoga langkah yang dilakukan oleh manajer timnas 3x3 putri tersebut dapat diikuti oleh para manajer timnas lainnya untuk menunjukkan suatu bentuk ketransparanan yang dapat berdampak pada meningkatnya kepercayaan maupun dukungan dari masyarakat.

(Baca juga: Surat Terbuka Manajer Timnas 3x3 Putri Indonesia di SEA Games 2019)

Analisis Efisiensi Serangan

Putra Indonesia mengalami peningkatan rata-rata efisiensi serangan (1,03) bila dibandingkan dengan uji coba di Jones Cup 2019 (0,8) dan Serbia (0,91). Rata-rata efisiensi serangan tim Indonesia sebanding dengan peraih medali perak di SEA Games 2019, yaitu Thailand.

Peningkatan efisiensi serangan tersebut sejalan dengan tingginya efektivitas tembakan (eFG%) sebesar 54 persen dan berada di posisi kedua setelah Filipina (62 persen). Meningkatnya efektivitas tembakan tersebut disebabkan oleh tingginya produktivitas di sektor 3P.

Indonesia berada di peringkat pertama dalam hal produktivitas 3P, yaitu sebesar 36,6 poin pada setiap pertandingan. Indonesia juga duduk di peringkat kedua dalam hal efektivitas tembakan 3P, yaitu sebesar 39 persen, hanya kalah dari Filipina yang sebesar 41 persen.

Sebaliknya, efektivitas tembakan di sektor 2P berada di bawah rata-rata para peserta SEA Games 2019. Efektivitas tembakan 2P di tim Indonesia hanya sebesar 49 persen dari total 179 upaya tembakan 2P dan berada di urutan terakhir dalam hal rata-rata produktivitas 2P. Area sekitar lima kaki dari jaring merupakan kelemahan utama yang menyebabkan rendahnya produktivitas di sektor 2P, di mana hanya berhasil memasukkan 53,4 persen dari 133 upaya tembakan di area tersebut (di bawah rata-rata para peserta SEA Games 2019).

Masalah kronis Indonesia, yaitu turnover (kesalahan sendiri), masih menjadi masalah utama yang menyebabkan kegagalan dalam meraih medali di SEA Games 2019. Indonesia berada di peringkat 7 dari 8 peserta dalam hal turnover. Hanya lebih baik dari Myanmar. Rata-rata persentase turnover tim Indonesia adalah sebesar 21 persen dari rata-rata 92 kesempatan mencetak poin.

Masalah turnover berdampak pada efisiensi serangan yang lebih rendah dari Thailand maupun Vietnam. Angka rata-rata Floor% pun hanya sebesar 44 persen dan berada di peringkat kelima. Ironisnya adalah Indonesia tidak hanya berada di peringkat paling bawah dalam hal rata-rata jumlah kesempatan untuk mencetak poin (92 kesempatan), tetapi juga memiliki jumlah rata-rata penguasaan yang paling rendah, yaitu sebesar 81 penguasaan.

Analisis Efisiensi Pertahanan

Indonesia berada di peringkat tujuh dari delapan peserta dalam hal efisiensi pertahanan. Hanya lebih baik dari Myanmar. Indonesia rata-rata kemasukkan 1,09 poin pada setiap penguasaan lawan.

Kelemahan utama pertahanan Indonesia berada di sektor 2P, di mana lawan memiliki efektivitas tembakan sebesar 54 persen dari 225 upaya tembakan 2P. Bahkan, Filipina memiliki efektivitas tembakan 2P sebesar 74,4 persen dari 43 upaya tembakan 2P ketika berhadapan dengan Indonesia.

Sebaliknya di sektor 3P, Indonesia berhasil menghentikan efektivitas tembakan di angka 32 persen, dan berada di peringkat ketiga setelah Kamboja dan Filipina. Akan tetapi, pertahanan Kamboja tak dapat meredam serangan di sektor 3P yang dilakukan Indonesia dan bahkan mencatatkan efektivitas tembakan 3P yang mencapai 47 persen. 

Banyaknya pelanggaran yang menghasilkan lemparan gratis untuk lawan merupakan salah satu masalah utama lainnya di Indonesia. Hal tersebut terlihat ketika tim Indonesia berhadapan dengan Thailand yang berhasil mendapatkan 27 poin dari 31 upaya lemparan gratis oleh karena sejumlah pelanggaran yang dilakukan Indonesia. Laga tersebut dimenangkan oleh Thailand dengan selisih 22 poin.

Demikian pula ketika takluk oleh Vietnam dengan selisih 15 poin, Indonesia memberikan 17 poin dari tembakan gratis untuk Vietnam. Secara keseluruhan, Indonesia berada di peringkat kedua dalam hal memberikan lawan kesempatan untuk melakukan tembakan gratis. Tampaknya tim Indonesia menjadi salah satu peserta yang paling murah hati dalam memberikan kesempatan mencetak poin untuk lawan.

Evaluasi Pemain

Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan terdapat beberapa atlet yang mengalami peningkatan performa, tetapi juga terdapat beberapa atlet yang tetap konsisten atau tidak mengalami perubahan yang bermakna usai uji coba di Serbia. Beberapa atlet yang tampak mengalami peningkatan hingga berada di tingkat yang berpotensi untuk mendukung kesuksesan tim adalah Andakara Prastawa, Laurentius Oei (Prastawa dan Laurentius adalah dua atlet yang paling meningkat secara signifikan), Kaleb Ramot Gemilang, dan Mei Joni.

Dari hasil analisis statistik lanjutan menunjukkan bahwa setidaknya terdapat enam atlet dengan performa yang masih kurang atau bahkan cukup jauh di bawah standar yang dapat mendukung kesuksesan tim berdasarkan perannya tersebut. Artinya, 50 persen dari komposisi tim Indonesia tidak memenuhi standar yang mendukung kesuksesan. Hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan, “Apakah memang benar bahwa komposisi di tim Indonesia yang berlaga di SEA Games 2019 adalah pilihan terbaik dari proses seleksi yang telah berlangsung sejak pertengahan tahun 2019?”

Kalau memang benar bahwa mereka adalah pilihan yang terbaik, maka saat ini di Indonesia sedang terjadi krisis kekurangan atlet basket putra karena tidak ada pilihan yang lebih baik dari komposisi tersebut. Ketimpangan yang sangat besar bila ditinjau dari menit bermain dan kontribusi di antara para pemain utama, dengan beberapa pemain cadangan, menunjukkan bahwa pelatih pun tidak percaya dengan para atlet pilihan terbaik di bangku cadangan.

Andakara Prastawa (SBH — Nilai A)

Prastawa yang selama ini dikenal sebagai anak ajaib (walau catatan statistik pada sepanjang kariernya di liga profesional tidak seajaib popularitasnya dan tergolong biasa saja), memiliki catatan statistik yang sangat mengesankan di SEA Games 2019 dalam hal efektivitas dan efisiensi serangan. Prastawa mencetak rata-rata 16,2 poin dengan efektivitas tembakan sebesar 56 persen dan produktivitas tembakan sebesar 59 persen. Prastawa juga menjadi kontributor utama di sektor 3P dengan efektivitas sebesar 42 persen dari 38 upaya tembakan 3P.

Hal yang cukup mengesankan lainnya adalah peningkatan kualitas sebagai fasilitator, yang ditunjukkan dengan penurunan persentase turnover yang hanya sebesar 19 persen, di samping berkontribusi rata-rata 5 asis dari 14 penguasaan pada setiap pertandingannya. Catatan statistik Prastawa pada SEA Games 2019 ini adalah yang terbaik pada sepanjang kariernya, sesuai dengan usianya yang sedang memasuki masa prima.

Satu hal yang masih menjadi kelemahan utama Prastawa sebagai seorang fasilitator adalah kurangnya kekukuhan tubuh. Apabila Prastawa dapat mengembangkan kekukuhan tubuhnya, melengkapi kegesitan dan keterampilan yang telah dimilikinya, maka bukan tak mungkin Prastawa dapat menjadi salah satu SBH terbaik di Indonesia, yang berpotensi untuk menyumbangkan medali emas di SEA Games 2021.

Berdasarkan hasil analisis peta tembakan menunjukkan bahwa Prastawa adalah ancaman yang sangat berbahaya di sektor 3P. Namun, bila menghadapi penjagaan yang ketat oleh pemain bertahan yang bertubuh lebih kuat di area luar, maka Prastawa (yang kurang kukuh) belum menguasai senjata andalan alternatif lainnya yang harus dikuasai oleh pemain berkarakteristik SBH, yaitu terobosan dan tembakan di sekitar siku (perimeter) dan area tengah (jarak dekat), di mana efektivitas keduanya adalah nol persen.

Penulis berharap pada sisa masa usia primanya tersebut, Prastawa meluangkan waktu lebih banyak untuk mengembangkan fisiknya dan tidak puas dengan popularitas anak ajaib yang terbatas di dalam tempurung. Wujudkanlah keajaiban di SEA Games 2021.

Abraham Grahita (SBH — Nilai B+)

Abraham merupakan atlet dengan performa terbaik di Serbia dan tampil cukup konsisten sepanjang SEA Games 2019 dengan peningkatan kontribusi angka, tetapi mengalami penurunan efektivitas tembakan. Abraham jadi kontributor poin kedua setelah Prastawa usai mencetak rata-rata 15,8 poin dengan efektivitas sebesar 47 persen dan produktivitas tembakan sebesar 52 persen. Abraham juga menjadi kontributor kedua di sektor 3P dengan efektivitas sebesar 38 persen dari 32 upaya tembakan 3P.

Hal yang menarik dari catatan statistik Abraham adalah ia menjadi satu-satunya atlet yang memiliki rataan menit bermain di atas 30 menit dengan 32,3 menit per gim. Ia juga memiliki jumlah rata-rata penguasaan yang tertinggi, yaitu 17 penguasaan. Peningkatan peran tersebut dijawab dengan catatan rata-rata angka tertinggi pada setiap penguasaannya, juga diiringi dengan peningkatan persentase turnover yang membuat nilai efisiensi serangannya tertahan di angka 90.

Fakta menarik lainnya adalah catatan rebound yang berada di peringkat pertama dalam hal defensive rebound (DReb) dengan 4,6 dan berada di peringkat kedua dalam hal offensive rebound (OReb) dengan 1,6. Secara keseluruhan, pemain yang akrab disapa Bram ini mengemas rataan total rebound (TReb) dengan 6,2. Hal tersebut menunjukkan bahwa tinggi badan dan sepatu lokal yang murah, tidak menjadi penghalang bagi Bram untuk berkontribusi besar melakukan rebound. Catatan rebound tersebut konsisten dengan hasil uji coba di Serbia, di mana Bram mencatatkan angka DReb tertinggi.

Berdasarkan hasil analisis peta tembakan menunjukkan bahwa Bram adalah pemain berkarakteristik SBH yang belum konsisten secara umum. Selain itu, kemampuan shooting-off-the-dribble atlet ini, untuk di area 3P maupun di area perimeter, masih belum dikembangkan dengan baik. Eksekusi di jarak dekat dan sekitar jaring pun masih sebatas mengandalkan kemampuan fisik dibandingkan keterampilan.

Dengan usianya yang masih belum memasuki usia prima, Bram masih memiliki waktu yang cukup untuk mengembangkan diri menjadi atlet yang dapat mendukung kesuksesan tim nasional di SEA Games 2021. Penulis berharap bahwa atlet ini tidak cepat puas diri, berhubung sudah menjadi salah satu yang terbaik di kampung dan memiliki sepatu basket sendiri.

Kaleb Ramot Gemilang (3R — Nilai A-)

Sejak Jones Cup 2019, Kaleb Ramot Gemilang adalah atlet yang paling konsisten di tim Indonesia dengan efektivitas yang sangat tinggi di sektor 3P, jarak dekat, dan sekitar jaring, asalkan diciptakan peluang kesempatan menembak. Kaleb mencatatkan rata-rata 11,8 poin dengan efektivitas tembakan sebesar 68 persen dan memiliki efektivitas tembakan 3P yang tertinggi, yaitu 60 persen dari 10 upaya tembakan.

Selain menjadi pemain yang paling efektif mencetak poin secara umum, Kaleb juga menjadi kontributor utama dalam hal rebound. Dia berada di peringkat pertama untuk TReb (6,8) dan OReb (2,4), dan berada di peringkat kedua untuk DReb (4,4).

Satu hal yang menjadi masalah utama Kaleb pada sepanjang tahun ini adalah turnover. Atlet ini masih menjadi salah satu pemain dengan persentase turnover tertinggi, yaitu sebesar 31 persen.

Berdasarkan hasil analisis peta tembakan menunjukkan bahwa Kaleb adalah eksekutor yang sangat berbahaya di sektor 3P, jarak dekat, dan sekitar jaring, tetapi memiliki rata-rata jumlah upaya tembakan yang relatif kecil, yaitu sebesar 7,4 upaya tembakan, yang di antaranya adalah 2 upaya tembakan 3P. 

Rendahnya upaya tembakan pada atlet yang berefektivitas tinggi ini disebabkan oleh tiga hal, yaitu pola permainan yang tidak menjadikannya sebagai target upaya tembakan, kurangnya kemampuan fisik yang menyebabkan rendahnya pergerakan untuk menciptakan peluang, dan kurangnya keterampilan untuk menciptakan upaya tembakan sendiri.

Dengan usianya yang sedang pada masa prima, penulis berharap agar Kaleb lebih disiplin dalam hal berat badan dan berjuang keras untuk meningkatkan kondisi fisiknya dalam upaya mendukung tim nasional di SEA Games 2021. Selain itu, terdapat dua jalur pengembangan untuk atlet ini, yaitu apakah akan mempertajam perannya sebagai 3R ataukah mengembangkan keterampilan dan eksekusi dengan bola sebagai OBH yang tidak dimiliki oleh tim Indonesia apabila Arki Wisnu pensiun.

Laurentius Oei (SPP — Nilai A)

Laurentius Oei adalah atlet dengan nilai efisiensi serangan maupun efektivitas tembakan yang tertinggi. Atlet ini mencatatkan rata-rata 10,6 poin dengan efektivitas tembakan sebesar 70 persen dan produktivitas tembakan sebesar 74 persen. Hal lain yang cukup mengesankan adalah peningkatan persentase tembakan gratis hingga sebesar 85 persen dari 13 upaya tembakan, dibandingkan dengan persentase lemparan gratis saat di Serbia yang hanya sebesar 50 persen. Ditambah lagi dengan FT Rate sebesar 37 persen (tertinggi), maka atlet ini menjadi kontributor poin utama di sektor tembakan gratis untuk tim Indonesia.

Pada turnamen Go-Jek pada tahun 2017, Laurentius memiliki nilai efisiensi serangan yang sangat tinggi dan berada di peringkat kedua setelah Adhi Pratama. Namun, sepanjang karier profesionalnya di IBL, atlet ini hanya menjadi penghuni bangku cadangan selama dua tahun berikutnya karena dikembangkan dengan sistem konvensional yang justru menghambat perkembangannya dan tersingkir oleh keberadaan pemain asing.

Apabila diberi kesempatan, contohnya pada SEA Games 2019 ini, dan pengembangannya tidak disempitkan, maka Laurentius terbukti dapat berkontribusi besar dengan nilai efisiensi serangan maupun efektivitas tembakan yang dapat bersaing dengan para atlet Filipina, yang memiliki peran yang sama dengan lokasi tembakan yang sama.

Berdasarkan hasil analisis peta tembakan terlihat bahwa atlet ini memiliki produktivitas yang sangat tinggi di jarak dekat dan sekitar jaring. Bahkan, Laurentius berada di posisi lima besar dalam hal produktivitas di sekitar jaring, di antara Chanatip Jakrawan (73 persen dari 23 FGA), June Mar Fajardo (87 persen dari 23 FGA), Japeth Aguilar (73 persen dari 30 FGA), dan Vic Manuel (87 persen dari 30 FGA). Semua nama yang disebutkan adalah atlet-atlet lokal dari masing-masing negaranya. Manuel yang merupakan atlet paling produktif di sekitar jaring dari tim Filipina, memiliki tinggi badan yang sama dengan Laurentius, tetapi memiliki kemampuan fisik dan keterampilan yang lebih baik.

Salah satu kelemahan utama Laurentius adalah ruang tembak yang sangat terbatas, kurangnya kemampuan fisik, dan belum memiliki keterampilan yang dapat diandalkan secara konsisten untuk mencetak angka. Alangkah baiknya apabila atlet ini dikembangkan sebagai OBH, yang berarti akan memperluas area tembak dan meningkatkan keterampilan mengolah bola. Sudah waktunya atlet dengan tinggi 190-an sentimeter mulai dibiasakan untuk dikembangkan dengan pendekatan fundamental tanpa mengkotak-kotakkan posisi seperti yang selama ini terjadi di Indonesia dan menghambat perkembangan para atlet muda.

Mei Joni (3R — Nilai A)

Mei Joni adalah pemain terbaik di barisan bangku cadangan dan salah satu dari atlet yang paling konsisten sejak Jones Cup 2019. Joni mencatatkan rata-rata 7,2 poin dengan efektivitas tembakan sebesar 63 persen. Sekitar 75 persen dari total poin yang disumbangkan berasal dari sektor 3P dengan efektivitas tembakan 3P sebesar 43 persen.

Joni juga memimpin catatan rebound dari bangku cadangan dengan rata-rata rebound sebesar 4,0 rebound per gim. Selain itu, ia memiliki persentase defensive rebound yang paling besar di tim Indonesia, yaitu sebesar 22 persen.

Salah satu peningkatan terbaik yang diperlihatkan Joni adalah penurunan persentase turnover hingga mencapai angka 19 persen. Hal tersebut membuat nilai rata-rata efisiensi serangan Joni akhirnya melampaui angka 100 untuk pertama kalinya pada sepanjang tahun 2019.

Salah satu kelemahan utama Joni yang masih diperlihatkan di SEA Games 2019 ini hampir sama seperti Kaleb (selain turnover). Dengan usianya yang hampir melewati masa prima, maka pematangan perannya sebagai 3D/3R: pemeliharaan kondisi fisik, peningkatan kualitas pertahanan, dan peningkatan kecepatan gerakan tangkap dan tembak (catch and shoot) di sektor 3P merupakan prioritas pengembangan utama apabila masih berencana untuk berkontribusi di SEA Games 2021.

Juan Kokodiputra (3D — Nilai B)

Juan Kokodiputra adalah salah satu atlet dengan efisiensi serangan tertinggi pada saat Jones Cup 2019 dan berkontribusi besar di sektor 3P maupun rebound. Walau catatan efisiensi dan efektivitas atlet ini masih di atas rata-rata, tetapi performa pada sepanjang SEA Games 2019 tampak menurun. Satu hal positif yang masih terus dipertahankan Juan sejak Jones Cup 2019 adalah nilai persentase turnover yang paling rendah di antara para kontributor utama.

Atlet ini mencetak rata-rata 6,4 poin dengan efektivitas tembakan sebesar 52 persen, di mana 75 persen poin berasal dari sektor 3P dengan efektivitas tembakan 3P sebesar 36 persen. Catatan tersebut menurun drastis bila dibandingkan dengan performa di Jones Cup 2019, di mana dia memiliki efektivitas tembakan sebesar 69 persen dengan persentase 3P sebesar 46 persen. Satu-satunya penampilan terbaik Juan adalah mencetak 20 poin saat berhadapan dengan Filipina, di mana 18 poin di antaranya berasal dari sektor 3P dengan persentase sebesar 46 persen.

Salah satu kelemahan utama Juan cukup mirip dengan Joni, yaitu kurangnya keterampilan mengolah bola dan terobosan. Hal ini menjadi salah satu masalah yang sangat umum terjadi di Indonesia, di mana para spesialis tangkap dan tembak 3P kurang dikembangkan kemampuan melantunnya.

Di samping berbagai kekurangan tersebut, Juan adalah salah satu prospek terbaik untuk kategori 3D/3R bagi tim basket putra Indonesia di masa mendatang. Penulis berharap bahwa atlet ini tidak hanya mengandalkan senjata utamanya saat ini, yaitu tangkap dan tembak 3P, tetapi juga mengembangkan kemampuan terobosannya.

Muhammad Hardian Wicaksono (3R — Nilai B-)

Hardian adalah fasilitator utama di luar kategori BH (Prastawa, Abraham, dan Hardianus), yang menyumbangkan rata-rata 2,4 asis dari rata-rata 5 penguasaan. Hardian juga menjadi salah satu kontributor utama DReb dengan persentase sebesar 18 persen (peringkat kedua dalam tim). Hanya itulah kontribusi besar Wicaksono yang cukup bermakna pada sepanjang SEA Games 2019.

Efektivitas tembakan (48 persen) maupun produktivitas tembakan (47 persen) atlet ini tidak ada yang memenuhi standar kesuksesan. Rendahnya produktivitas tembakan disebabkan oleh persentase lemparan gratis yang hanya sebesar 33 persen (paling rendah di tim). Efektivitas yang rendah menyebabkan nilai Floor% yang hanya sebesar 39 persen. Selain memiliki efektivitas yang rendah, atlet ini juga memiliki nilai persentase turnover sebesar 22 persen.

Berdasarkan hasil analisis peta tembakan menunjukkan bahwa efektivitas tembakan 3P atlet ini adalah sebesar 35 persen dan paling rendah di antara spesialis penembak 3P lainnya di tim Indonesia. Sebagai pemain pengganti dengan peran yang spesifik dan menit bermain yang lebih kecil, maka sudah seharusnya memiliki efektivitas tembakan yang lebin baik dari para pemain utama dengan menit bermain dan peran yang lebih besar.

Apabila Hardian ingin berkontribusi lebih besar di SEA Games 2021, maka atlet ini perlu berusaha ekstra keras untuk meningkatkan kemampuan fisiknya, terutama kekuatan dan kecepatan, serta meningkatkan efektivitas tembakan 3P dan kemampuan terobosan. Semua fasilitator di tingkat atas dunia yang selalu memiliki setidaknya salah satu dari: produktivitas tembakan 3P ataukah produktivitas terobosan yang tinggi ataukah memiliki tingkat atletis tubuh yang bagus untuk mendukung pertahanan dengan efisien. Saat ini Hardian belum memenuhi salah satu dari tiga hal tersebut.

Vincent Kosasih (SPP — Nilai C)

Vincent Kosasih adalah salah satu atlet yang sangat penulis sayangkan karena tidak adanya peningkatan yang bermakna, yang dapat mendukung kesuksesan Indonesia dalam dua tahun terakhir. Progres datar yang diperlihatkan atlet ini merupakan salah satu sinyal merah yang menunjukkan sistem pengembangan atlet di Indonesia yang tidak optimal, karena lebih fokus pada kegiatan-kegiatan seleksi daripada pemerataan pengembangan fundamental dan kemampuan fisik.

Dua alasan mengapa Vincent terpilih menjadi bagian dari tim nasional Indonesia yang berlaga di SEA Games 2019 adalah tinggi yang mencapai dua meter dan kemampuan fisiknya. Selain dari itu, tidak terlihat adanya perkembangan fundamental yang bermakna. Apabila tidak ada perubahan cara pengembangan atlet di tingkat nasional, maka Vincent berpeluang besar menjadi salah satu atlet yang potensinya akan tersia-siakan di masa mendatang.

Bila ditinjau dari nilai efisiensi serangan yang melampaui angka 100, maka performa Vincent akan terlihat cukup baik. Tingginya efisiensi serangan tersebut disebabkan oleh persentase turnover yang sebesar nol persen. Akan tetapi, efektivitas tembakan (50 persen) maupun produktivitas tembakan (51 persen) atlet ini di bawah standar kategori SPP yang dapat mendukung kesuksesan tim.

Dari hasil analisis peta tembakan pun menunjukkan bahwa efektivitas tembakan Kosasih di sekitar jaring tidak hanya di bawah standar kategori SPP, tetapi juga di bawah rata-rata secara keseluruhan di SEA Games 2019.

Dalam hal rebound, Kosasih memimpin persentase offensive rebound di tim dengan 11 persen. Akan tetapi, kontribusi pada defensive rebound tidak terlalu besar dengan nilai persentasi defensive rebound sebesar 14 persen. Lebih rendah dari lima atlet lainnya yang telah dibahas.

Pengembangan kekuatan, tenaga, dan fundamental, terutama eksekusi jarak dekat, dengan ataupun tanpa koordinasi pick and roll, merupakan fokus utama yang harus dikembangkan Vincent apabila ingin berkontribusi dalam mendukung kesuksesan tim Indonesia di SEA Games 2021. Sekadar tinggi dan bisa slam dunk tidak cukup untuk membuat tim jadi juara.

Hardianus Lakudu (SBH — Nilai D)

Hardianus Lakudu dapat disebut sebagai SBH yang paling kukuh di dalam komposisi tim Indonesia yang berlaga di SEA Games 2019. Selain itu, atlet ini adalah fasilitator yang paling produktif dalam menyumbangkan asis, yaitu rata-rata 3,6 asis dari rata-rata 5 penguasaan. Bila tim Indonesia berhadapan dengan tim lawan yang kualitas pertahanannya buruk, tetapi memiliki fasilitator yang sangat hebat, maka Hardianus adalah pemain yang tepat untuk tampil dan menghentikan fasilitator lawan tersebut.

Namun, apabila Indonesia berhadapan dengan tim lawan yang kualitas koordinasi pertahanannya dapat mengantisipasi pola serangan tim, maka Hardianus adalah pilihan yang paling buruk, karena atlet ini merupakan hasil pengembangan yang kaku dan tidak menunjukkan bahwa dia memiliki kreativitas untuk memecahkan masalah di lapangan. Penulis tidak mengetahui apakah sebenarnya atlet ini masih menyembunyikan keterampilan dan kreativitasnya di lapangan karena hal-hal tertentu ataukah memang sudah sebatas itu.

Hal yang sangat jelas terlihat dari hasil analisis statistik adalah efektivitas dan produktivitas tembakan yang sangat rendah, serta persentase turnover yang sangat tinggi (41 persen), yang akhirnya menyebabkan rendahnya efisiensi serangan. Masalah-masalah tersebut masih belum terselesaikan sejak uji coba di Serbia.

Dari hasil analisis peta tembakan terlihat bahwa Hardianus tidak dapat diandalkan sebagai eksekutor di sektor 3P maupun area lainnya. Apakah ini adalah hasil dari sebuah sistem yang terlalu mengandalkan atlet impor yang menunggu bola di sekitar jaring? Penulis masih percaya bahwa pemain yang akrab disapa Hardi ini masih belum mengeluarkan kreativitas dan keterampilan yang telah diasah pada sepanjang kariernya dengan optimal ketika di lapangan karena faktor-faktor X. Apa itu faktor X?

Kevin Sitorus (3PP/SPP — Nilai E)

Kevin Sitorus adalah prospek 3PP terbaik untuk Indonesia di masa mendatang, hanya kalau tim Indonesia menerapkan sistem permainan basket modern yang tidak mengkotak-kotakkan posisi. Sayangnya, sistem permainan yang diterapkan tim Indonesia saat ini tidal sesuai dengan jalur pengembangan Kevin sebagai pemain berkarakteristik 3PP yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.

Dari hasil analisis peta tembakan menunjukkan produktivitas tembakan yang sangat rendah dan di bawah rata-rata secara umum. Hal tersebut tidaklah mengherankan untuk kasus ini, di mana seorang pemain yang dikembangkan sebagai 3PP kemudian berusaha diubah dalam waktu singkat menjadi SPP.

Dengan produktivitas tembakan, persentase defensive rebound, dan efisiensi serangan yang sangat rendah, serta ditambah dengan persentase turnover yang tinggi, maka atlet ini menjadi salah satu beban utama di SEA games 2019.

Saran penulis untuk atlet ini, sebaiknya mengundurkan diri dari tim nasional karena sistem permainan saat ini yang tidak sesuai dengan perkembangannya sebagai 3PP yang sangat dibutuhkan di masa akan datang untuk bersaing di tingkat dunia. Andaikan suatu hari nanti tim Indonesia menggunakan pelatih dari Amerika Serikat (siapa tahu terjadi dalam 4-5 tahun akan datang) atau menggunakan pelatih lokal yang menggunakan sistem permainan modern, maka kemampuan Kevin sebagai 3PP yang telah berada di usia prima akan sangat dibutuhkan oleh tim Indonesia.

Avan Saputra dan Reggie Mononimbar

Performa dua atlet ini tidak dapat penulis nilai karena tidak memenuhi standar waktu bermain dan rendahnya penguasaan. Namun, beberapa hal yang terlihat dari catatan statistik dua atlet ini adalah efisiensi serangan dan efektivitas tembakan yang di bawah rata-rata, serta persentase turnover yang tinggi.

Semoga pelatih tim nasional dapat memberikan evaluasi langsung pada dua pemain ini yang mungkin juga mempertanyakan minimnya waktu bermain dan kesempatan yang diberikan pada mereka. Padahal, seharusnya komposisi tim nasional Indonesia merupakan hasil seleksi dari atlet-atlet terbaik yang siap tampil saling mengisi peran dan menggantikan satu sama lainnya (yang tidak diperlihatkan di catatan statistik tim basket putra Indonesia di SEA Games 2019).

Kesimpulan

Secara keseluruhan, tim basket putra Indonesia menunjukkan tren positif dalam hal efisiensi serangan dan efisiensi pertahanan pada sepanjang tahun 2019 ini. Walau demikian, masalah kronis tim basket Indonesia, yaitu turnover, masih menjadi masalah utama yang menyebabkan kegagalan tim basket Indonesia di SEA Games 2019. Masalah turnover adalah faktor yang dapat diselesaikan dengan pengembangan fundamental dan kemampuan fisik.

Di dalam komposisi tim yang terdiri dari hasil pilihan atlet basket terbaik Indonesia, hanya terdapat enam atlet yang memenuhi standar yang dapat mendukung kesuksesan. Bila ditinjau dari produktivitas tembakan dan efisiensi serangan berdasarkan perannya masing-masing. Selain itu, tim ini tidak memiliki satu pun pemain yang berkarakteristik OBH. Dengan demikian, sangatlah wajar apabila tim Indonesia gagal mendapatkan medali di SEA Games 2019 ini.

Penulis tidak tahu apakah di Indonesia memiliki ilmu pengetahuan yang lebih hebat dari negara-negara basket peringkat atas dunia, di mana masalah turnover bisa diselesaikan dengan cara fokus pada proses seleksi yang berkepanjangan, fokus pada masalah tinggi badan dan ras yang selalu dikambinghitamkan, dan fokus pada masalah naturalisasi. Kalau memang demikian, maka penulis mengucapkan good luck kepada para pendukung basket Indonesia karena kemajuan prestasi tim Indonesia membutuhkan luck apabila masih fokus pada hal-hal simpel dan pandangan yang sempit tersebut.

Satu hal lainnya yang hampir tertinggal adalah uang, selain luck. Untuk berprestasi dibutuhkan banyak uang untuk membayar atlet asing terbaik agar mau mengubah kewarganegaraannya menjadi Indonesia. Mungkin para pembaca Mainbasket dapat berpartisipasi membantu dengan cara patungan hingga terkumpul sekian ratus miliar (selain dari bantuan pemerintah yang dananya berasal dari…) untuk menarik minat atlet eks-NBA. Negara Indonesia sudah terbiasa menghamburkan uang untuk orang asing dan tidak ada salahnya bila dilanjutkan hingga beberapa dekade akan datang. Siapa tahu berhasil dan good luck :)

Analisis Data: Didik Haryadi

Komentar