IBL

Ajang eksibisi “Stephen vs. Sabrina” pada Jumat (17/2) waktu setempat di Lucas Oil Stadium, Indianapolis menarik perhatian besar di NBA All-Star Weekend 2024. Bahkan popularitas aksi amal tersebut melebihi kontes slam dunk yang “yah biasa aja” atau saat Damian Lillard mempertahankan kemenangan di kontes tripoin dua tahun beruntun.

Penonton lebih deg-degan melihat siapa yang bisa memasukkan tripoin lebih banyak, Sabrina Ionescu atau Stephen Curry yang jadi pemenangnya. Tetapi “Stephen vs Sabrina” tidak luput dari pembahasan kesetaraan gender. Memang, kontes yang satu ini adalah pertama kalinya. Pemain NBA dan WNBA beradu memperebutkan satu titel yang sama.

Baca juga: Sabrina Ionescu Kalah, Stephen Curry Rebut Kembali Status Penembak Jitu Terbaik

Dalam unggahan soal “Stephen vs. Sabrina”, ada pertanyaan menggelitik dari salah satu netizen, kenapa Sabrina tidak memakai bola NBA (ukuran 7) sama seperti yang dipakai Curry dan para pemain laki-laki lainnya? Toh, sama-sama duel tripoin yang katanya setara itu. Kalau bolanya saja nggak sama, apanya yang setara?

Membahas soal kesetaraan ini membuat ingatan saya kembali saat mengikuti pelatihan Jurnalisme Berbasis Gender dan Menghindari Bias oleh AJI (Aliansi Jurnalis Independen) pada 2022 lalu. Dalam momen itu, saya mengetahui bahwa kita tidak bisa mencapai equality kalau tidak dalam posisi equity. Implementasinya dalam "Stephen vs. Sabrina" akan saya jelaskan di bawah ini.

Setara bukan berarti harus selalu sama. Karena perempuan dan laki-laki, dalam hal ini Curry dan Sabrina, memulai dari titik yang berbeda. Sebelum kita membahas soal kesetaraan (equality), kita harus memahami konsep equity (keadilan). Kesetaraan tidak bisa tercapai tanpa keadilan. Bagaimana mereka bisa setara jika mereka memulai dari garis start yang berbeda? Equity adalah cara mencapai equality.

Dalam equality, setiap individu memiliki kondisi dan keadaan yang sama dalam hal hak dan kesempatan tanpa adanya diskriminasi. Tetapi equality tidak memperhatikan latar belakang antara individu. Perbedaan latar belakang atau titik start itu yang membuat tiap individu memiliki kebutuhan yang berbeda. Padahal dalam masalah gender, terjadi kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Dari aspek biologis hingga sosial.

Untuk itulah muncul konsep equity. Equity merupakan keadaan adil. Equity menekankan sesuatu dengan memberikan individu hal-hal berdasarkan kebutuhannya untuk bisa mencapai kesempatan yang sama dan keadaan yang setara. Penjelasan singkat ada di gambar ini.

Sabrina adalah pemain New York Liberty yang berkompetisi di WNBA. Ia memenangkan kontes tripoin WNBA All-Star 2023 dengan memecahkan rekor 37 dari poin maksimal 40. Lebih dari yang pernah Curry buat dengan 31 poin (NBA All-Star 2021). Bintang Golden State Warriors telah dua kali menjuarai kontes tripoin pada 2015 dan 2021 serta menjadi pemegang rekor tripoin liga.

Sabrina seorang perempuan. Ia terlahir dengan rahim. Setiap bulan Sabrina mengalami menstruasi. Saya yakin dia juga mengalami nyeri haid atau dysmenorrhea. Bahkan sebelum ia berkompetisi di lapangan dan lawan-lawannya atau bahkan dengan Curry, Sabrina sudah lebih dulu “berkompetisi” dengan dirinya sendiri. Jika nyeri haid itu saat latihan atau bertanding, tubuhnya tidak akan bisa 100 persen. Kalaupun bisa, pasti Sabrina menjalani  berbagai macam upaya untuk mengatasi hal itu.

Dari titik ini saja Sabrina punya start yang berbeda dengan Curry. Curry tidak mengalami masalah haid atau fungsi biologis seperti perempuan. Curry bisa berkompetisi tanpa “terganggu” siklus biologis seperti menstruasi, kehamilan, atau menyusui.

Berdasarkan latar belakang yang berbeda antara pemain laki-laki dan perempuan, peraturan kompetisi antara NBA dan WNBA juga disesuaikan. Equity. Pasti sebelum mengesahkan peraturan-peraturan itu, liga menjalani pertemuan dan debat panjang yang berbasis ilmiah tentunya. Pada akhirnya tertulislah aturan diantaranya garis tripoin NBA 23’9” (7,24 meter) dan WNBA 19’9” atau 6,75 meter. NBA menggunakan bola ukuran 7 dan WNBA dengan ukuran 6. Peraturan ini bukan asal ketok. Ada dasarnya.

Perbedaan-perbedaan ini merupakan bentuk equity agar laki-laki dan perempuan bisa mencapai equality bermain basket. Sebab, jika aturan disamakan, salah satu pihak tidak bisa meraih posisi yang sama karena upaya yang mereka lakukan akan berbeda.

NBA memberi equity kepada Sabrina dengan bola ukuran 6. Sabrina, yang berkompetisi di kategori putri, menghabiskan hampir seluruh hidupnya dengan berlatih dan bertanding dengan bola ukuran 6. Jika Sabrina menggunakan bola ukuran 7, tidak akan ada kesetaraan karena itu bukan titik awal Sabrina.

Lalu Curry saja yang pakai bola ukuran 6? Sama saja. Curry juga berlatih dan bertanding hampir seumur hidupnya dengan bola ukuran 7. Jika Curry memakai bola ukuran 6 bukankah lebih mudah? Belum tentu juga. Curry hebat karena dia berlatih dan dia bisa karena terbiasa.

Titik awal mereka berbeda. Dan ini juga bukan soal siapa yang jadi lebih mudah atau lebih sulit. Tetapi ini soal menempatkan mereka pada kondisi yang adil berdasarkan kebutuhan-kebutuhan sesuai gender mereka untuk menciptakan keadaan yang setara.

Sabrina sendiri sebenarnya sudah “melampaui batas” dengan menembak dari garis tripoin NBA. Padahal dia terbiasa dengan garis tripoin WNBA. Sabrina menantang dirinya sendiri untuk mengambil titik yang lebih jauh dari standar yang ditetapkan kepadanya. Sabrina bisa karena ya dia sudah berlatih sebelumnya.

Sabrina mengakhiri duel dengan 26 poin. Jumlah yang sama dengan Lillard yang menjadi pemenang kontes tripoin pada hari yang sama. Curry menjadi pemenang duel “Stephen vs Sabrina” dengan tiga poin lebih banyak.

Pada akhirnya, duel “Stephen vs. Sabrina” tidak hanya soal siapa yang layak menjadi GOAT-nya tripoin. Kutipan Sabrina usai pertandingan menjelaskan semuanya. “If you can shoot, you can shoot. It doesn’t matter if you’re a boy or a girl.” (rag)

Foto: Getty Images

Komentar