IBL

Sejak Indonesia diumumkan sebagai tuan rumah Piala Dunia 2023 FIBA (FIBA World Cup), ada dua hal yang juga diinformasikan ke publik. Pertama, Indonesia adalah satu-satunya tuan rumah yang tidak akan lolos langsung ke babak final Piala Dunia tersebut. Jepang dan Filipina sebagai dua tuan rumah lainnya otomatis lolos. Hal ini terjadi karena Indonesia berada di peringkat FIBA yang jauh sekali, di kisaran 90-an.

Piala Dunia FIBA sendiri baru pada 2019 lalu untuk kali pertama menambah peserta menjadi 32 tim. Sebelumnya, mereka berkutat pada 16 dan 24 tim saja. Anggap saja 32 tim tersebut adalah 32 tim terbaik di dunia secara ranking, maka Indonesia ada tiga kali lipat di bawah mereka, tiga kali lipat lebih buruk semestinya.

Informasi kedua yang disampaikan adalah cara Indonesia lolos ke Piala Dunia. Ada dua cara, pertama mengikuti jalur normal yakni dengan berlaga di kualifikasi Piala Dunia atau FIBA World Cup Qualifiers. Cara kedua adalah cara yang cukup memudahkan Indonesia yakni dengan lolos ke perempat final (delapan besar) dari FIBA Asia Cup 2021.

Dalam prosesnya, pada 2020, tergabung dengan Korea, Filipina, dan Thailand untuk FIBA Asia Cup Qualifier, Indonesia justru babak belur di dua gim awal. Menghadapi Korea dan Filipina, Indonesia menyerah dengan margin skor yang besar. Dua kekalahan ini jelas sudah menyulitkan Indonesia untuk lolos. Pasalnya, hanya dua tim teratas yang berhak melaju ke babak kualifikasi selanjutnya.

Melihat peluang yang semakin tipis tersebut, Indonesia pun bisa dibilang dipermudah untuk “meraih mimpi” dengan ditunjuk sebagai tuan rumah FIBA Asia Cup 2021 (kemudian diundur jadi 2022). Memang, kala itu belum ada negara yang ditunjuk resmi sebagai tuan rumah. Jadilah Indonesia tetap berlaga di FIBA Asia Cup meski pada kualifikasi hanya menorehkan rekor menang-kalah (2-4).

Kualifikasi Piala Dunia lebih tak bisa dilihat lagi. Bergabung dengan Lebanon, Yordania, dan Arab Saudi, Indonesia nirkemenangan. Bertarung enam gim, enam-enamnya berujung kekalahan. Bahkan, dalam laga lawan Lebanon, Indonesia mencetak tak sampai 40 poin di pertemuan pertama. Pun demikian, Indonesia berhasil menunjukkan perkembangan di dua gim terkahir melawan Arab Saudi dan Yordania.

Perkembangan itu terus berlanjut di babak utama FIBA Asia Cup 2022. Satu grup (lagi) dengan Arab Saudi, Yordania, dan Australia, Indonesia berhasil tampil memukau di gim pembuka lawan Arab Saudi. Dipimpin oleh Marques Bolden, Indonesia berhasil mengalahkan Arab Saudi dengan skor dan permainan yang meyakinkan.

Sayangnya, hanya itu kemenangan Indonesia di FIBA Asia Cup 2022. Melawan Yordania dan Australia, Indonesia kalah. Dalam laga lawan Yordania, Indonesia bisa dibilang sedikit memberikan perlawanan. Namun, pada akhirnya, keunggulan kemampuan individu para pemain, fundamental, dan fisik Yordania membuat Indonesia tak pernah benar-benar berpeluang memenangkan gim ini.

Satu kemenangan itu membuat Indonesia berhak masuk babak kualifikasi perempat final. Sebagai peringkat tiga Grup A, Indonesia menghadapi Cina yang duduk di peringkat dua Grup B. Cina yang tampil tak meyakinkan di tiga gim babak grup tersebut ternyata tampil tanpa ampun untuk Indonesia. Mereka menang dengan selisih 50 poin. Indonesia kalah segalanya atas Cina di gim ini.

Seiring dengan kekalahan ini, harusnya berakhir sudah peluang Indonesia untuk lolos ke Piala Dunia 2023. Dua jalur yang sudah disiapkan dan bahkan dimudahkan masih belum bisa kita tempuh dengan baik. Secara permainan kita sudah lebih maju, tapi belum mencapai level tersebut, masih belum. Jadilah kita akan menjadi tuan rumah tanpa menjadi peserta.

Baca juga: Bolaharam: Menilai Urgensi Tampil di Piala Dunia FIBA 2023

Namun, kejutan muncul kemarin, Kamis 21 Juli 2022. Di kantor Perbasi pusat, ketua umum, Danny Kosasih mengumumkan ke publik bahwa peluang Indonesia untuk lolos belum tertutup. Lebih lagi, selayaknya filsuf di luar sana, ia sebut bahwa ada 1000 jalan untuk Indonesia untuk lolos ke Piala Dunia sebagai peserta. Dari hanya dua jalan, kini ada 1000!

Satu frasa paling solid yang diungkapkan Danny adalah “Pasti lolos!”. Indonesia pasti lolos ke Piala Dunia dengan opsi 1000 jalan tadi. Ia akan minta FIBA untuk mempertimbangkan faktor kehadiran tuan rumah kepada FIBA untuk Indonesia lolos ke Piala Dunia. “Jika tuan rumah bermain di kandang, gedung itu penuh. Kita tidak mau membangun gedung 16 ribu kapasitas tapi hanya terisi seribu!”

Dari 1000 jalan tadi, saya tidak terbayangkan bahwa ini adalah satu jalan pertama yang diungkapkan ke publik, masalah keterisian penonton!. Tidak usah jadi analisis basket untuk tahu bahwa jika ada Amerika Serikat, Spanyol, Luka Doncic, atau mungkin tim Australia dengan skuad utama mereka datang bermain di sini, gedung pun pasti akan penuh.

Alasan mengapa FIBA Asia Cup 2022 sulit mendapatkan penonton di semua gimnya adalah faktor harga tiket, prosedur, dan jadwal pertandingan. Di semua gim Indonesia bahkan Istora GBK baru penuh di paruh kedua, karena di paruh pertama para penonton masih perjalanan pulang dari kantor. Indonesia memainkan seluruh gimnya pukul 17:30 WIB.

Masalah penjualan tiket, keterisian gedung pun sudah sepatutnya jadi kerja orang-orang pemasaran (marketing). Namanya pemasaran ya harus bisa menjual produk mereka. Jika menggunakan logika ketua umum ini, maka sepatutnya hanya akan ada satu merek air mineral, mie instan, dan kendaraan bermotor di Indonesia. Buktinya? Ada banyak bukan merek-merek tersebut. Semuanya juga bisa terjual dengan baik. Bahkan, tak jarang ada merek-merek baru yang muncul dan berhasil mencuri perhatian.

Salah seorang rekan saya bekerja sebagai sales mobil tapi bukan dari merek paling laris di Indonesia. Namun, apakah lantas ia tiap bulan menjadikan itu sebagai alasan untuk tidak mendapatkan target? Tentu tidak. Bahkan, ia pernah dalam satu bulan bisa menjual lebih dari lima unit kendaraan, lebih dari satu per pekan secara rata-rata, dua kali lipat dari targetnya. Semua ini tentang pemasaran!

Oleh karena itu, alasan yang dikemukakan oleh ketua umum ini sangatlah tidak relevan. Alih-alih fokus ke hal seperti ini, berkacalah, lihatlah kekurangan diri sendiri dan bertanya, sudah layakkah kita ada di titik tersebut? Sudah sesuai kah langkah-langkah yang kita lakukan untuk ke sana? Apa sebenarnya target kita untuk tampil di Piala Dunia? Cuma datang, bertanding, dan #kasihyangterbaik?

Saya pun ragu bahwa pemain mau bermain di Piala Dunia jika cara seperti ini yang dilakukan. Tapi ya bagaimana lagi, mereka juga pasti tetap main karena jika menolak, skors akan menjadi ancaman nyata di depan mata dan karier sebagai pemain basket pun hilang. Sulit juga menjadi pemain basket di negara ini.

Saya tidak akan memberikan uneg-uneg saya semata di sini. Saya juga akan memberikan saran, gratis. Pertama, sebaiknya memang ada kelas public speaking untuk seluruh insan basket Indonesia, terutama yang terlibat secara aktif. Lobi-lobi seperti ini saya yakin sebenarnya lumrah terjadi, namun sebaiknya tidak diumbar ke publik secara polos seperti ini. Apalagi tepat saat kita sudah menyadari kekurangan kita dan baru akan coba membuat rencana panjang untuk mencapai target tersebut.

Jika berpegang teguh pada dasar transparansi, jelas bukan hal seperti ini yang jadi contoh pertama transparansi. Masih banyak hal lain yang lebih penting untuk ditransparansikan ke publik. Mengenai bagaimana sistem pembinaan pemain muda, pelatih, wasit, pendanaan, dan apa target jangka panjang basket Indonesia, visi misi-lah.

Saran kedua adalah, jika pun ingin melakukan lobi, alasannya ya tolong jangan masalah penonton juga. Kalau Amerika Serikat main di sini, orang Malaysia, Singapura, Thailand, bahkan mungkin Filipina pun tak sungkan terbang ke Jakarta. Alasan yang masuk akal mungkin adalah perkembangan basket Indonesia. Ada peningkatan secara permainan. Tunjukkan statistik kita sebelum dan sesudah program dimulai, setidaknya dalam beberapa tahun terakhir.

Basket Indonesia sudah lebih baik, meskipun masih banyak yang harus dilakukan untuk bersaing di level yang lebih tinggi lagi. Antusiasme publik secara meluas pun semakin besar. Kami bisa merasakan itu dari beragam akun media sosial yang mengunggah aktivitas timnas selama FIBA Asia Cup lalu. Jauh berbeda ketimbang Indonesia masih berlaga di Asian Games 2018.

Kami pun merasakan besarnya animo tersebut di akun media kami sendiri. Di Instagram, Twitter, YouTube, interaksi yang terjadi semakin banyak dan beragam. Harapan saya, jangan sampai animo yang sudah baik ini kembali meredup karena hal-hal konyol seperti ini. Mari bersama benahi basket Indonesia ini.

Mari juga belajar legawa jika toh kita memang tidak bisa menjadi peserta di Piala Dunia nanti. “Ya ga gitu dong, seharusnya tuan rumah langsung lolos, apapun alasan untuk menghambatnya.” Ya, siapa juga yang minta kita maju sebagai tuan rumah saat basket kita sendiri masih berantakan tanpa arah pasti mau ke mana.

Sekarang, sebaiknya kita fokus membangun basket untuk jangka panjang. Jadikan ucapan Menpora lalu bahwa Indonesia berlaga di Olimpiade 2036 sebagai target jangka panjang terdekat. Jadikan emas SEA Games sebagai sebuah kebiasaan, mengalahkan Filipina sebagai sebuah hal yang biasa. Jadikan pula jangka waktu 50 tahun adalah jangka waktu yang masuk akal untuk membangun basket Indonesia untuk menjadi jawara basket dunia!

Foto: Dika Kawengian

Komentar