IBL

BTN CLS Knights Indonesia tengah berada di atas angin sejak meraih tiga kemenangan beruntun. Dua pertandingan terakhir di rumah bahkan membuat mereka mendapat momentumnya. CLS pun berusaha untuk terus menjaga itu sampai nanti. Sebab, setelah pertandingan melawan Formosa Dreamers, mereka mesti siap menghadapi Singapore Slingers di GOR Kertajaya, Surabaya, Minggu 20 Januari 2019.

Di antara para pemain CLS, Anak Agung Ngurah Wisnu Budhidarma Saputra menjadi salah satu yang selalu siap. Wisnu memang belum mendapat banyak kesempatan bermain di ABL, tetapi ia bertekad untuk selalu siap membela timnya setiap waktu. Apalagi cederanya juga sudah berangsur pulih. Ia bahkan mengatakan traumanya sudah hilang.

Sebelum CLS bermain di ABL, Wisnu memang sempat mengalami cedera lutut. Saat itu, ia mengalami luka pada anterior cruciate ligament (ACL). Akibatnya, Wisnu mesti menepi cukup lama. Ia bahkan harus naik meja operasi di Filipina untuk memperbaiki lututnya.

Selama masa pemulihan, Wisnu mengaku sempat trauma. Ia mengira karirnya sudah habis, tetapi dukungan untuk kembali terus mengalir. Motivasinya pun bangkit, dan ia bisa terus bertahan sampai saat ini.

Saat CLS mengalahkan Formosa Dreamers pada Rabu lalu, Mainbasket berbincang-bincang dengan Wisnu soal berbagai hal terkait dengannya. Kami bahkan sempat menyinggung kondisi Lombok, Nusa Tenggara Barat dan sekitarnya, yang merupakan kampung halaman Wisnu. Apalagi saat terjadi bencana gempa bumi pada 2018 lalu, Sang Pemain ikut turun ke jalan untuk membantu para korban dengan menyalurkan sumbangan.

Simak wawancara berikut ini:

Terakhir kali kita ngobrol, Lombok sudah semakin baik. Sebenarnya sekarang kondisinya seperti apa?

Kemarin—waktu Desember—saya pulang, kata teman-teman, sudah ada banyak turis yang datang, lokal maupun asing.  Pembangunan di sana sudah mulai banyak. Banyak bangunan yang hancur sebelumnya mulai dibangun lagi.

Mereka sudah mulai membangun dengan standar. Maksudnya, mereka membangun dengan standar antigempa karena Lombok, kan, rawan gempa. Memang dari dulu, tapi setelah musibah ini kebanyakan orang sana sudah mulai aware.

Masih ada posko-posko?

Kemarin, sih, sudah bersih. Tidak ada posko lagi. Cuma saya tidak tahu yang di daerah utara. Kemarin saya sampai ke Lombok beberapa kali cuma ke daerah Gili Trawangan saja. Memang tidak ada apa-apa. Ada beberapa bangunan hancur saja. Belum dibangun ulang. Kayak tempat beli tiket dari Lombok ke Gili itu masih rata. Cuma mereka ada bangunan lagi.

Kondisi alamnya juga membaik?

Ya, membaik. Kemarin sudah normal lagi. Cuma wisatawan memang turun dari sebelumnya meski pun sudah membaik. Teman-teman di Gili yang bekerja di beberapa hotel juga bilang, di sana sudah mulai kedatangan turis.

Waktu itu pulang ada acara apa?

Waktu itu CLS ada libur. Setelah gim terakhir di Cina, kami dikasih libur sama pelatih sekitar lima hari. Dipakai buat pulang dulu ketemu keluarga.

Wisnu musim ini sudah main juga, ya, di ABL?

Waktu itu sudah main di Zhuhai (Wolf Warriors), tapi belum banyak.

Apa yang membuat Wisnu bertahan di CLS?

Kalau saya, sih, karena ini tim pertama, saya mencoba loyal sama tim ini. Kalau tidak ada CLS, saya juga tidak akan ada. Jadi, memang dari awal mereka membetuk saya menjadi Wisnu yang seperti ini.

Ada naik-turunnya memang, tapi saya mulai di sini dari nol. Bisa menjadi orang dan pemain basket yang bagus, yang naik dan turun lagi, karena CLS. Saya ingin bertahan di sini.

Selama ini CLS tetap dukung meski dalam kondisi apa pun?

Iya, mereka tetap support meski saya ada di atas maupun di bawah. Karena kami di sini bukan sekadar tim. Kami itu sudah seperti keluarga. Saya menganggap semuanya sudah seperti keluarga. Semua pemain saya anggap keluarga sendiri. Saya bakal bekerja keras buat CLS sampai saya dibutuhkan. Sampai misalnya kontrak saya habis.

Wisnu datang pertama kali ke CLS seperti apa?

Sebenarnya Mainbasket pernah tanya ini. Waktu tahun awal saya di NBL. Sama, sih, ceritanya. Waktu itu yang mengajak saya ke sini adalah Andre Ekayana. Waktu itu sempat main di Malang, diajak main bareng, terus diajak main di sini. Saya coba saja, ternyata diterima.

Ya sudah, awalnya saya di Malang, terus pindah ke CLS, dikuliahkan di Ubaya (Universitas Surabaya). Waktu itu sempat main di Ubaya dua tahun, baru tahun 2012 bergabung dengan CLS di NBL.

Perkembanganmu sejak bermain dengan CLS seperti apa?

Pesat, sih, karena awalnya saya tidak tahu basket. Saya bisa main basket, tapi pengetahuan basket saya kurang. Saya banyak belajar dari senior-senior, seperti Andre Ekayana, Febri Utomo, Sandy Febiansyakh.

CLS juga waktu itu tiap tahun ganti pelatih. Jadi, banyak dapat ilmu dari mereka. Ada Kak Amran (Wan Amran), Mas Risdi (Risdianto Roeslan), Mas Wahyu (Wahyu Widayat Jati), Mr. Kim (Kim Dong Won), lalu Mas Koko (Koko Heru), dan sekarang Brian Rowsom. Banyak dapat ilmu.

Kadang CLS juga mengadakan try out ke luar. CLS juga mendatangkan pelatih-pelatih luar ke sini. Saya jadi banyak dapat ilmu dan pengalaman.

Sebelum main di ABL, CLS sempat main di IBL. Waktu itu Wisnu cedera. Padahal performa Wisnu sedang naik-naiknya. Cedera ini berpengaruh seperti apa?

Ya, banyak yang bilang begitu, sih. Sebenarnya waktu itu, pas kena cedera, saya merasa karir saya selesai. “Yah, cedera,” gitu.

Waktu mau balik lagi itu masih berpikir ulang, tapi teman-teman mendorong saya untuk, “Ayo, come back! Come back!” Jadi, memang dukungan dari teman-teman, keluarga, dan orang-orang di sekitar membantu saya buat come back.

Memang cukup lama saya balik karena trauma. Kakinya memang weak waktu itu. Sampai sekarang saja, mungkin, kakinya gede sebelah. Cuma tidak ada masalah. Tidak pernah sakit. Main juga sudah oke. Sudah normal.

Traumanya seperti apa?

Pas gerakan-gerakan tertentu takut. Melihat orang jatuh takut. Apalagi lapangan licin. Dulu, sekitar dua tahun lalu, saya masih seperti itu. Jadi, saya tidak bisa melihat lapangan licin. Gerakan saya juga terbatas pada gerakan tertentu.

Sekarang masih?

Sudah tidak pernah. Sudah tidak ada masalah. Main juga sudah biasa lagi. Tidak pernah ada masalah seperti itu.

Sekarang sudah siap main?

Seratus persen. Seandainya Pelatih meminta saya main, saya siap.

Apa yang Wisnu lakukan untuk jadi siap?

Pertama, hal simpel: kami latihan. Saya ikuti latihan. Pelatih juga sering kirim scouting report, saya pelajari. Kami juga menonton video, saya pelajari. Memang levelnya di sini (ABL) beda.

Tim lawan juga punya pemain-pemain berpengalaman dan jago. Kami sudah harus siap dari hal kecil, dari diri sendiri. Soalnya, itu yang bisa kami kontrol. Tidak bisa orang lain mempersiapkan kami, tapi kami sendiri malah tidak siap. Jadi, dari diri saya sendiri, ya sudah kapan pun saya dibutuhkan, saya siap.

Jangankan Wisnu, kami yang melihat saja pada awalnya takut. Seolah-olah sedang melihat Derrick Rose. Namun, Rose ternyata bisa bangkit musim ini. Wisnu bisa tidak seperti itu?

Sebenarnya, saat saya diberi kesempatan, saya pasti siap. Saya pasti kasih yang terbaik. Istilahnya, Pelaih cuma kasih saya masuk 1-2 menit, ya sudah saya siap. Dari hal kecil dulu, seperti bantu defense. Saya tidak ingin masuk dengan terlalu banyak mau. Mau ini, mau itu. Saya ingin memulai dari hal kecil. Dari situ saya membangun mental supaya bisa step up. Bisa baik untuk ke depannya.

Sekarang menit bermain masih sedikit. Pernah merasa kesal tidak?

Bukan kesal, sih, sebenarnya. Saya justru ambil positifnya. Saya jadi termotivasi buat, ayolah, saya harus siap dan lebih rajin lagi untuk bisa bergabung dengan tim ini. Bukan kesal, sih, tapi cenderung menunggu, uh, kapan ya datang timing-nya?

Timing-nya belum datang-datang. Jadi greget, bukan kesal. Karena Pelatih pasti tahu apa yang dibutuhkan tim. Saya percaya sama coaching staff. Selama saya percaya, saya akan baik-baik saja. Kalau saya berpikir negatif, saya bakal negatif dan semakin malas, malah semakin turun. Contohnya seperti ini, kalau Pelatih tidak memainkan saya, “Ya sudah, ah, saya tidak mau latihan.” Eh, tahu-tahu—tiba-tiba di tengah jalan—ada pemain yang tidak bisa main terus saya dipakai, saat itu saya tidak siap, itu bakal lebih parah lagi. Jadi, lebih baik saya siap dulu supaya begitu tiba saatnya, saya siap.

CLS, kan, sudah dua musim di ABL. Menurutmu ada perbedaan tidak?

Perbedaan, sih, di chemistry antarpemain. Kami juga sudah belajar dari musim lalu meski agak struggle di awal season. Cuma, ya sudah, akhirnya jadi semakin belajar step by step. Hal-hal kecil diperbaiki, jadinya lebih baik. Akhirnya kami menemukan strength kami di mana, weakness kami di mana, dan memperbaikinya setiap latihan. Meski pun ada naik-turun, kami selalu mengingatkan satu sama lain. Coaching staff mengingatkan kami, kami mengingatkan pemain lain. Semakin baik setiap harinya.

Ada pergantian pemain asing. Ada dua pemain asing. Apa pengaruh mereka?

Menurut saya, sih, akhirnya kami menemukan komposisi yang pas buat CLS. Itu yang saya lihat. Kemarin mungkin Maxie (Esho) sama Montay (Brandon) posisinya mirip. Jadi, kurang ada yang bisa mengatur. Sekarang ada Douglas Herring, dia bisa mengatur semuanya. Dia jadi motornya. Akhirnya, Wong Wei Long jadi lebih tajam shooting-nya. Kadang Wei Long yang bawa bola, kadang Douglass yang bawa. Mereka saling bergantian. Bebannya Wei Long jadi tidak terlalu berat. Yang lainnya, seperti Maxie, semakin siap.

CLS sudah memenangkan lima pertandingan. Ada tiga kemenangan beruntun. Potensi CLS bisa sampai mana di musim ini?

Kami berbicara step by step, sih. Kalau kami bisa konsisten setiap gim seperti ini, bukan tidak mungkin masuk playoff. Jadi, target awalnya playoff dulu.

Menurut saya, kami harus berusaha step by step dulu. Misalnya, kemarin fokus gim lawan Macau (Black Bears), ya sudah fokus di situ. Tidak usah memikirkan pertandingan selanjutnya. Setelah melawan Macau, pindah fokus melawan Formosa (Dreamers). Besok minggu lawan (Singapore) Slingers, ya sudah fokus ke Slingers. Itu jadi motivasi kami untuk tidak cepat puas. Kami harus tetap haus, lapar untuk menang.

Brian Rowsom meminta teman-teman untuk menjaga momentum kemenangan ini. Seperti apa kalian menjaga itu?

Ya, seperti yang saya bilang, kami tidak mau cepat puas dengan hasil sekarang. Kami perbaiki hal-hal kecil pas latihan. Misalnya, waktu nonton video, Pelatih menunjukkan hal-hal apa saja yang harus kami tingkatkan. Begitu menang, kami tetap punya beberapa hal yang harus diperbaiki. Karena setiap gim pasti ada kesalahan.

Berikutnya lawan Slingers. Apa yang mesti dipersiapkan untuk bisa bermain?

Start from defense saja. Saya ingin bantu teman-teman seperti apa pun bentuknya. Istilahnya, jika saya ada di bench atau di mana pun, saya ingin terus support 100 persen. Misalnya saya dapat kesempatan bermain, start from defense. Lakukan hal-hal kecil yang bisa menaikkan momentum teman-teman. Jangan sampai membuat teman-teman di bench kesal. Kami harus mendengarkan satu sama lain

Berikutnya home game lagi. Apa harapan untuk para pendukung, terutama Knights Society?

Untuk para pendukung di Surabaya, terutama Knights Society, tetap dukung CLS meski kalah atau menang. Apalagi sekarang lagi menang, saya minta dukungan sebanyak-banyaknya. Mudah-mudahan bisa datang ke GOR Kertajaya buat meramaikan GOR. Kalau semakin ramai, pemain CLS juga semakin semangat. (GNP)

Foto: Yoga Prakasita

Komentar