IBL

Di laga pertama Pra-Kualifikasi Wilayah Timur Piala Asia 2021, kemarin, 26 November, Indonesia menyerah dengan skor 61-70 dari Malaysia. Sempat memimpin di kuarter pertama, Indonesia tertinggal di tiga kuarter berikutnya.

Suasana: Dua orang penggemar timnas basket Indonesia garis keras makan malam di sebuah rumah makan cepat saji berinisial KFC di bilangan utara Jakarta. Obrolan santai ini terjadi. Tapi fiksi.

 

 

Bro, nonton timnas lawan Malaysia?

Ya, nonton.

Apa menurutmu?

Langsung saja nih?

Hahaha, ya langsung lah.

Makan dulu lah.

Baiklah.

 

...

 

Pertama, tak ada kesatuan dan tak ada pemimpin. Tempo tidak teratur dan operan tidak menyambung. Ada kejadian Arki jatuh, tak ada yang cepat berlari untuk bantu Arki berdiri, malah pemain Malaysia yang bantu angkat duluan. Artinya, jangankan kesatuan, Arki yang terhebat pun seolah tidak dianggap.

Kamu lihat?

Lihat lah. Jelas sekali. Di kuarter ketiga menjelang akhir.

Apa lagi?

Banyak operan di atas kepala. Seringnya operan di atas kepala merupakan salah satu pertanda bahwa tidak ada kesatuan. Operannya adalah untuk melempar tanggung jawab dan bukan operan dengan sepenuh hati. Atau operan dada menuju kepala.

Saya baru tahu kalau jenis-jenis operan juga bisa dibaca sebagai sebuah gestur yang memiliki makna.

Walau sebenarnya operan dada sambil penetrasi yang menuju ke kepala dapat berhubungan dengan teknik yang tidak begitu bagus dan otot yang kurang terlatih. Tapi masak sih atlet timnas tidak terlatih? Saya sangat bisa keliru. Tapi kalau memang demikian, berarti atlet sekelas timnas terlalu parah dan merendahkan perannya.

Ugghhh..

Karena saya yakin mereka sudah bukan berada di tingkat yang bermasalah pada teknik operan.

Baca komentar-komentar di instagram Mainbasket? Ada yang bilang bahwa kualitas fisik pemain Indonesia tidak berada di level FIBA Asia.

Ya, jelas bro. Awam pun bisa melihat. Seharusnya seleksi awal timnas adalah persentase lemak tubuh harus di bawah 15 persen. Idealnya di bawah 10 persen. Kalau ada yang di atas 15 persen, seharusnya langsung coret tanpa alasan apapun.

..duh, saya tidak yakin sistem seleksi timnas secanggih itu. 

Anggap saja secanggih itu lah. Tapi, kalau gara-gara persentase lemak tubuh 15 persen tidak terpenuhi, lalu timnasnya malah jadi sepi dan tidak ada pemain yang memenuhi syarat, bisa jadi ada beberapa kemungkinan, atau pertanyaan, kurang lebih: Kenapa para atlet Indonesia tidak bisa mencapai target tersebut? Apakah para pelatih tidak memperhatikan pentingnya rendahnya lemak tubuh pada performa?

Hmm.. Sejauh itu gak ya mikirnya.

Itu semua tadi baru yang pertama, bro. Hal kedua, adalah mental. Masih berhubungan dengan poin pertama, dan juga semangat juang. Avan baru turun ke lapangan kurang dari satu menit, bibirnya sudah putih.

Hahaha, memangnya kelihatan?

Ya, kelihatannya begitu. Hahaha.

Pengaruh atau tidak, rata-rata usia pemain Malaysia tadi 22 tahun. Indonesia 26 tahun?

Tidak ngaruh, bro. Malaysia tidak lebih baik daripada Indonesia tahun 2017. Indonesia-nya yang semakin jelek.

 

 

Kulit ayamnya, kamu makan?

Ambil saja.

 

 

Selalu balik ke masalah persiapan. Klasik.

Saya lihat ada pemain yang sepertinya baru liburan.

Lihat di mana?

Media sosial, lah. Hahaha.

Oh ya, benar. Hahaha.

Atlet lainnya memuat foto atlet itu juga yang badannya terlihat tidak dalam kondisi seorang atlet.

Gendut?

Saya gak bilang begitu yaa. Hahaha. Tapi, dari sana, ia sepertinya ikut timnas di Thailand ini. Tentu saja performanya tidak optimal. Tapi saya tak tahu benar apakah dia memang jarang latihan atau sebenarnya cukup rutin.

Persiapan tidak maksimal karena waktu pemanggilan yang singkat kerap jadi alasan. Walau sepertinya sudah mulai takut dijadikan alasan juga. Hehehe.

Yang penting sebenarnya kesadaran para atlet dalam mempersiapkan diri secara mandiri. Beberapa langganan timnas dan sudah tahu bahwa sudah pasti akan membawa nama timnas seharusnya memiliki kesadaran diri yang lebih baik. Bukan menunggu disuruh pelatih untuk latihan, baru kemudian latihan. Mereka harus bertanya kepada pelatih, latihan apa, dan hal-hal lain yang harus dilakukan sebagai tambahan di luar jam latihan bersama.

Tapi bukan tidak mungkin mereka juga sudah melakukan itu.

Hmm.. Bisa jadi.

Ada lagi hal lain yang kamu lihat?

Hal-hal lainnya, misalnya para pemain cadangan yang kurang antusias berhubungan dengan hal pertama tadi. Dibandingkan dengan pemain cadangan Malaysia yang bersemangat tinggi saat sedang duduk. Pemain cadangan timnas, selain Kaleb, tampak tidak siap.

Kalau obrolan ini kita jadikan komentar di instagram, rasanya akan ada yang bilang kita “sotoy” karena timnas pasti sudah #KasihYangTerbaik. Hahaha.

Ah, abaikan saja yang demikian. Mereka yang bilang sotoy pun tak ada pengaruhnya pada prestasi. Yang lebih penting bukan #kasihyangterbaik di lapangan, tapi #kasihyangterbaik dalam proses latihan.

Heheheee..

Anak kuliahan yang jarang latihan juga bisa #kasihyangterbaik kalau disuruh gantikan timnas yang ini. Tapi belum tentu mereka (anak kuliahan) bisa #kasihyangterbaik saat proses latihan, pengembangan diri, karena terusik gawai, main gim, ngemil, begadang, dan lain-lain.

 

 

Tadi kamu yang bayar? Berapa? Saya ganti.

Tidak usah. Tiga orang yang antre di belakang kita tadi, saya bayarin juga. Tidak usah seperti orang susah!

Hahahaaa.(*)

Foto: fiba.basketball

Komentar