IBL

Seorang teman tiba-tiba bertanya ke saya dan mengeluarkan uneg-unegnya. 

"Bro, apakah selama ini manajer timnas basket selalu adalah orang yang berasal dari pihak sponsor utama?

Misalnya perusahaan 'X' mensponsori tim, dan manajernya adalah orang yang berasal dari perusahaan tersebut. Yang gue pertanyakan adalah, pernahkah pihak sponsor menunjuk orang yang bukan dari pihak sponsor tersebut (untuk jadi manajer yang profesional)?

Karena selama ini, gue perhatikan, kalau timnas gagal juara, maka yang selalu disalahkan adalah atlet yang bermain jelek dan tidak siap, atau pelatihnya yang disalahkan.

Tidak pernah manajer yang dipertanyakan kinerjanya. Padahal di mana-mana, kalau tim gagal berprestasi, maka manajerlah yang seharusnya paling bertanggungjawab.

Masalahnya, menurut gue, kalau manajer adalah orang yang sama dengan sponsor, maka sulit untuk melakukan evaluasi manajemen tim yang sebenarnya paling penting. Gue tidak melihat berita bahwa sponsor yang sekaligus manajer berani berjiwa besar pasang badan di Indonesia. Mungkin gue keliru, tapi rasanya gue memang belum pernah ada lihat manajer yang disalahkan.

Sebagai contoh kalau di NBA, di final Golden State Warriors kemarin. Saat atletnya cedera, maka manajernya yang mengaku salah dan meminta maaf. Los Angeles Lakers gagal ke playoff, manajer mengaku salah dan mundur.

Maksud gue, sekarang kan masih ada waktu beberapa bulan, maka manajer juga sebaiknya berpartisipasi aktif dan langsung dalam mendisiplinkan atlet. Termasuk memperhatikan apa yang dibutuhkan. Karena ini sangat berbeda dengan mengurusi sekelompok manusia yang bukan atlet.

Kemudian apapun hasilnya nanti, manajer harus menjadi orang pertama yang berani pasang badan di media, berbicara atas nama tim, dan mengaku bahwa dirinyalah yang paling bertanggung jawab, kemudian barulah kepala pelatih.

Kalau misalnya sekarang contohnya atlet-atlet main gim (game) sampai malam, kurang bugar karena kurang tidur, jajan sembarangan, makanan atau minuman yang beralkohol atau yang mengandung gula tinggi yang harusnya dihindari, maka siapakah yang harusnya bertanggung jawab atas hal-hal ini? Tentu saja manajer. Kalau ini terjadi, kesalahan manajerlah yang membiarkan atletnya lepas kontrol dan membiarkan pelatihnya membiarkan para atlet.

Kalau manajer masih sosok atau orang yang sama dengan sponsor, maka sulit untuk dievaluasi dan manajernya perlu kesadaran sendiri untuk belajar mengenai apa-apa yang dibutuhkan atlet.

Gue pernah bertanya ke beberapa atlet. Ada kesan bahwa manajer hanya berperan sebagai dompet, tukang menyiapkan dana untuk beli makanan dan keperluan-keperluan latihan dan tanding saja. Belum ada upaya hal-hal yang berkaitan langsung sebagai upaya mendisiplinkan manajemen, atau layaknya seorang manajer di sebuah perusahaan yang berusaha mendisiplinkan atlet-atletnya."

Saya mendengarkan, sambil mengangguk-angguk, sambil mengingat kembali cerita sopir Go-Jek yang baru pulang mengantarkan nasi padang pesanan seorang pemain basket nasional Indonesia di kampung atlet Asian Games 2018 lalu.(*)

Komentar