IBL

…obyek yang muncul ke permukaan itu bernama “Bab III Pasal 22 Ayat 4 Poin 4.1”.

Dalam Peraturan Pelaksanaan IBL Version 7 yang mulai efektif per-September 2022, Bab III berisi atau berjudul (tentang) Pelaksanaan Pertandingan.

Pasal 22 adalah tentang “Sanksi dan Denda Pelaksanaan Pertandingan”.

Ayat 4 berisi tentang “Personel Klub IBL yang melanggar Bab III Pasal 5 Ayat 3”.

Bab III Pasal 5 Ayat 3 sudah sangat populer dalam beberapa hari terakhir. “Pemain yang tedaftar resmi sebagai peserta Kegiatan IBL hanya dapat mengikuti satu jenis kompetisi per musim, terhitung mulai tanggal pengesahan Roster IBL untuk Kompetisi Reguler hingga musim kompetisi berakhir. Kecuali untuk kejuaraan di mana pemain mewakili Tim Nasional Indonesia atau kejuaraan resmi PP Perbasi di antaranya PON, PORWIL/PRAPON, POMNAS.”

Aturan lama. Agak sulit bagi gw menemukan secara pasti kapan pertama kali ia muncul. Namun rasanya, gw tahu -setidaknya dalam sepengetahuan gw, kapan pertama kali pasal ini difungsikan.

Beruntungnya, salah satu pemain legendaris kita Fictor Roring, yang kini menjabat sebagai salah satu petinggi di tim Pelita Jaya Bakrie Jakarta mengonfirmasi hal ini.

NBL Indonesia 2010-2011. Ada peristiwa menarik yang masih teringat sampai sekarang. Tahun 2010 adalah tahun di mana IBL berganti penyelenggara. PT DBL Indonesia dimintai tolong oleh federasi dan Dewan Komisaris (kumpulan pemilik atau wakil dari 10 tim peserta) untuk menjadi penyelenggara liga basket putra tertinggi kita. Salah satu langkah pertama yang diambil PT DBL Indonesia adalah mengganti nama IBL menjadi NBL Indonesia. Salah satu alasannya waktu itu adalah memberikan citra baru.

Langkah lain berikutnya adalah menggelar turnamen pramusim pada 7-15 Juli 2010 di Kota Malang. Garuda Bandung adalah salah satu tim favorit saat itu. Mereka bahkan sempat berjuluk tim bertabur bintang. Ada Denny Sumargo, I Made “Lolik” Sudiadnyana, Andre Tiara, Mario Wuysang, dan bintang-bintang lainnya di sana.

Beberapa waktu sebelum musim reguler 2010-2011 dimulai, Garuda Bandung menukar Mario Wuysang dengan pemain Satria Muda Wendha Wijaya. Selain untuk tampil di NBL Indonesia, Satria Muda juga sedang menyiapkan skuad untuk ASEAN Basketball League (ABL). Musim kedua keikutsertaan mereka.

Nama Mario Wuysang muncul sebagai pemain Satria Muda di ABL. Tidak ada di NBL Indonesia. Bersama Mario, ada nama-nama lain seperti Doni Ristanto, Fattah Arifin, Ryan Febrian, Erick Yusti, dan Raylly Pratama. Nama-nama yang bermain di ABL tersebut tak ada di roster Satria Muda di NBL Indonesia. Satria Muda finis di urutan kelima dari enam peserta ABL 2010-2011. Tidak lolos playoff, namun Mario Wuysang merebut gelar MVP ABL.

ABL musim berikutnya dimulai pada bulan Januari 2012. Bersamaan atau bersilangan dengan NBL Indonesia 2011-2012 yang dimulai bulan Desember 2011. Satria Muda mengganti nama menjadi Indonesia Warriors. Mario Wuysang tetap jadi andalan. Ditambah dengan setidaknya dua nama yang sangat populer, Rony Gunawan dan Amin Prihantono. Dua nama penting yang ikut membawa Satria Muda juara NBL Indonesia 2010-2011.

Pada awal musim inilah wacana atau diskusi tentang pemain yang bermain di dua kompetisi mengemuka. Setelah dua kali ikut ABL, Satria Muda (Indonesia Warriors) menargetkan juara di ABL 2012. Mereka mengungkapkannya di media massa saat mengeluarkan roster ABL-nya.

Satria Muda sepertinya ingin agar Rony dan Amin juga bisa tetap memperkuat tim di NBL Indonesia 2011-2012. Keinginan ini ditolak oleh NBL Indonesia. Dasarnya adalah aturan tidak boleh bermain di kompetisi lain saat musim reguler dan playoff sedang berjalan. Persis seperti Bab III Pasal 5 Ayat 3 di dalam Peraturan Pelaksanaan IBL Version 7 yang mulai efektif per September 2022. Gw bahkan curiga redaksinya masih sama. Hanya diganti nama liganya. IBL dan NBL Indonesia.

Menariknya, saat NBL Indonesia memperlihatkan aturan tersebut, ia bukanlah aturan baru. Pihak NBL Indonesia saat itu menjelaskan ke gw bahwa aturan tersebut sudah ada bahkan sebelum musim 2010-2011 dimulai.

Fictor Roring (Coach Ito)  membenarkan hal ini. Namun, ia juga menambahkan bahwa aturan ini mulai didiskusikan setelah dipicu oleh hal yang terjadi di Turnamen IBL 2009. Gw senang karena Coach Ito juga ingat peristiwa ini.

Gw kembali mengingat hal yang sangat menarik waktu itu. Satria Muda yang mengikuti Turnamen IBL 2009 juga mengikuti ABL. Dalam sebuah jadwal turnamen, jadwal bertanding Satria Muda di Turnamen IBL di Bandung bersebelahan hari dengan jadwal mereka di ABL di luar negeri. Butuh sela satu hari agar Satria Muda bisa menjalani keduanya. Sulit. Namun akhirnya, jadwal IBL di Bandung diundur satu hari. Menurut Coach Ito, kejadian ini, ditambah pula dengan tim Aspac yang juga berencana mengikuti turnamen di luar negeri (bukan ABL).

Dua kejadian itulah yang akhirnya melahirkan pasal tentang larangan bermain di dua kompetisi tersebut. Aturan tersebut digodok dan dimatangkan sebelum NBL Indonesia 2010-2011.

Kembali ke NBL Indonesia 2011-2012 dan ABL 2012, Satria Muda pun akhirnya patuh. Roster mereka di NBL Indonesia dan ABL berbeda dan selalu berbeda di musim-musim berikutnya. NBL Indonesia 2011-2012 dan ABL 2012 selamanya akan dikenang sebagai salah satu musim termanis bagi Satria Muda/Indonesia Warriors. Mereka menjadi juara di dua kompetisi tersebut.

Tambahan satu hal menarik lainnya, Christian Ronaldo Sitepu dan Arki Dikania Wisnu yang sukses membawa Satria Muda menjadi juara NBL Indonesia 2011-2012 di mana finalnya berlangsung pada tanggal 29 April 2012, langsung bergabung dengan skuad Indonesia Warriors. Dodo dan Arki ikut mengantar Warriors juara ABL 2012 yang final terakhirnya berlangsung di bulan Juli. Dodo dan Arki main di ABL tapi setelah NBL Indonesia selesai. Sah.

Tak boleh main di dua kompetisi pada musim yang sama, menurut gw adalah aturan yang sangat baik. Aturan ini memproteksi aset-aset liga dari hal-hal yang tidak diinginkan. Tim dan pemain adalah aset-aset liga. Mereka adalah alasan kenapa penonton datang dan melahirkan fanatisme. Hal yang kemudian akan berdampak pada kemajuan liga.

Membolehkan pemain bermain di kompetisi lain saat bersamaan, berpotensi merugikan liga. Potensi jumlah penonton bisa berkurang jika misalnya pemain bintang sedang bermain di kompetisi lain. Ya, karena bukan hal baru bahwa ada pemain-pemain yang bahkan lebih populer daripada klub atau bahkan liganya sendiri. Sehingga pula, ada penonton atau fan yang memang datang hanya untuk melihat pemain itu beraksi. Bukan untuk lihat tim atau pertandingannya. Ada.

Lebih buruk lagi, bayangkan jika si pemain cedera saat main di kompetisi lain. Rugi besar bagi liga dan timnya.

Aturan ini juga mencegah pemain "nakal". Misalkan yang bisa main singkat di sebuah turnamen atau bahkan sebuah gim, namun dengan bayaran yang tinggi. Misalnya kompetisi atau pertandingan “antarkampung”. Tarkam. Aturan ini mencegah pemain main tarkam saat liga sedang berjalan. Apalagi jika terjadi libur atau jeda serial kompetisi yang cukup lama. Misalnya saat jeda kompetisi Seri 5 menuju Seri 6 IBL 2023 lalu.

Selain momentum Satria Muda ikut ABL 2010-2011 dan 2012 di atas, contoh lainnya adalah saat CLS Knights Surabaya-Indonesia bergabung dengan ABL di musim kompetisi 2017-2018. CLS Knights yang keluar dari IBL 2017, membawa serta gerbong yang berisi para pemainnya ke ABL. Saat itu pula, tak ada pemain CLS Knights yang terdaftar sebagai pemain di klub peserta IBL. Padahal, sebagian besar skuad CLS Knights adalah skuad yang juga menjadi juara IBL 2016.

Aturan Bab III Pasal 5 Ayat 3 (main di dua kompetisi) juga tidak mengecualikan kompetisi mahasiswa. Artinya, saat IBL bergulir, pemain yang terdaftar di roster dan ingin bermain di liga kampus pun tak boleh. Titik. Di manapun. Titik. Kecuali Liga Mahasiswa 2021 lalu, di mana ada kebijakan tambahan untuk mendukung Liga Mahasiswa (LIMA).

Selanjutnya, mari kita kembali ke paragraf pertama di atas. “…obyek yang muncul ke permukaan itu bernama ‘Bab III Pasal 22 Ayat 4 Poin 4.1’.”

Bunyinya begini.

Bab III Pasal 22 Ayat 4: Personel Klub IBL yang melanggar BAB III PASAL 5 ayat 3 mengenai pemain yang terdaftar resmi sebagai peserta Kegiatan IBL hanya dapat mengikuti satu jenis kompetisi per musim, maka akan dikenakan sanksi:

Poin 4.1, Larangan bermain minimal 5 (lima) pertandingan.

Gw pertama kali mengetahui tentang adanya aturan ini setelah mendengarkan Augie Fantinus dan Udjo di Podcast Pemain Cadangan tanggal 19 Juni yang berjudul “Agassi Diinvestigasi, Abraham Menunggu Solusi Internal”. Direktur IBL Junas Miradiarsyah yang datang sebagai bintang tamu (lewat telepon) mengungkapkannya di sekitar menit ke-25 siniar tersebut. Setelah mendengarkannya, gw mengonfirmasi ke Udjo, kapan ia menelepon Direktur IBL terkait siniar tersebut. Jawaban Udjo adalah di hari yang sama. Junas juga bilang demikian ke gw.

Pada titik inilah, pembahasan ini, bagi gw menjadi sangat menarik. Ada titik terang.

Pertama, ini aturan sanksi yang aneh. Bab III Pasal 5 Ayat 3 mengatakan, “Pemain … IBL hanya dapat mengikuti satu jenis kompetisi per musim..” Tetapi Bab III Pasal 22 Ayat 4 seolah mengatakan “boleh main” di kompetisi lain, tapi saat mau balik main lagi ke IBL, ada larangan bermain dulu minimal lima gim. Aneh. Namun pula, bagi gw, yang kedua..

Aturan adalah aturan. Ia ada dan sepatutnya dipatuhi.

“Memangnya benar ada aturan itu (Bab III Pasal 22 Ayat 4) di Peraturan Pelaksanaan IBL?” Pikir gw dalam hati sesaat setelah mendengan siniar Augie dan Udjo.

Pertanyaan berikutnya adalah, “Siapa saja yang sudah tahu tentang aturan Bab III Pasal 22 Ayat 4 ini? Apakah tim-tim juga sadar dan tahu tentang aturan sanksi ini?”

Gw kemudian berbicara mencari tahu dengan setidaknya enam petinggi klub IBL yang berbeda. Ada pemilik klub, manajer, hingga kepala pelatih. Menariknya, mereka semua tidak tahu ada aturan itu!

Dan ternyata, aturan Bab III Pasal 22 Ayat 4 itu memang ada!

Hanya saja, ia memang berjarak agak jauh dari Bab III Pasal 5 Ayat 3. Berselang atau berjarak 11 halaman.

Perkara mengetahui dan tidak mengetahui keberadaan pasal sanksi (Bab III Pasal 22 Ayat 4) ini menjadi penting. Sangat penting. Oleh karena jika, klub-klub tahu bahwa pasal ini ada, sangat mungkin kasus Agassi Goantara ini tidak akan pernah ada. Bahkan mungkin pula, kasus Abraham Damar Grahita dengan klubnya Prawira Harum Bandung pun tak akan ada.

Bagaimana maksudnya?

Begini.

Jika tim-tim tahu bahwa pada dasarnya boleh-boleh saja main di kompetisi lain selain IBL di saat bersamaan asalkan saat akan kembali tinggal “membayar” sanksi minimal lima pertandingan, maka sangat mungkin, saat Agassi kembali dari Spanyol, Pelita Jaya tinggal melapor akan memainkan Agassi (yang namanya sudah ada di roster), kemudian IBL memberi sanksi lima pertandingan, dan akhirnya Agassi sah dan legal kembali bermain di IBL. Selesai.

Begitu juga Abraham Damar Grahita. Dengan mengesampingkan perkara hukumnya dengan Prawira, Abraham pun pastinya bisa segera main di IBL 2023. Abraham menyelesaikan musim kompetisinya di B.League (B3) 2023 bersama Veltex Shizuoka pada sekitar pertengahan bulan Mei lalu. Jika saat itu pula Prawira melapor ke IBL, memindahkan LoC, kemudian mematuhi sanksi, maka sangat mungkin Abraham sudah bisa bermain di Seri 7 Bandung lalu. Dan apabila Prawira memiliki perencanaan ini dari awal musim, asumsi gw, bisa jadi pula tak akan ada kasus Abraham dengan Prawira. Barangkali.

Muncul lagi pertanyaan lain di kepala gw, “Jangan-jangan, Direktur IBL pun baru tahu tentang aturan ini setelah Agassi bermain dengan Pelita Jaya di hari pertama Seri 8 (17 Juni) melawan Bima Perkasa? Hmm..”

Karena kalau ternyata liga (IBL) sudah tahu, Agassi harusnya tak perlu main lawan Bima Perkasa. Cukup lapor saja, dan jalankan sanksi, kemudian main dengan sah dan legal. IBL pun tak perlu mengeluarkan izin main melawan Bima Perkasa dengan segala alasannya yang kemudian malah membuat hal ini jadi simpang siur. IBL pun tak perlu memfungsikan tim kode etik. Tinggal langsung menjatuhkan sanksi. IBL pun tak perlu membekukan Agassi, dan tak perlu ada berita ketiga di situs resmi mereka tentang Agassi kena sanksi.

Ketika gw mengonfirmasi, Direktur IBL Junas Miradiarsyah mengatakan dengan pasti bahwa ia sudah tahu aturan sanksi ini sejak awal musim kompetisi. Junas juga mengatakan beberapa kali menanyakan status Agassi kepada Pelita Jaya saat tahu bahwa ia berkompetisi di Spanyol.

Pernyataan dari Junas bahwa ia sudah tahu tentang Bab III Pasal 22 Ayat 4 ini kemudian membuat gw masih belum paham kenapa harus ada izin main untuk Agassi, bekuan, sanksi, dan seterusnya. Tapi pada titik ini, ya sudahlah.

Ok baiklah. Gw rasa kasus Agassi harusnya sudah selesai. Atau setidaknya bagi gw, ini sudah selesai. Walau masih ada sedikit ganjalan.

“Kenapa Agassi yang disanksi? Harusnya Pelita Jaya dong?” Sudahlah, berhenti. Karena di aturannya memang begitu. Selesai.

Waktunya memetik pelajaran dari kejadian ini.

Pelajaran pertama, bahwa bermain di dua kompetisi pada waktu bersamaan memiliki risiko bagi liga. Namun pula, setelah kejadian ini kita tahu, bahwa bermain di dua kompetisi pada waktu bersamaan juga punya manfaat bagi tim, pemain, bahkan negara.

Pelajaran kedua, pengecualian di Bab III Pasal 5 Ayat 3 kurang luas. Atau sebaliknya, pasal ini harus lebih rinci. Karena ternyata, seperti paragraf di atas, bermain di dua kompetisi boleh jadi memberi dampak yang sangat baik bagi pemain basket kita. Seperti kasus Agassi dan Abraham, tujuannya memang beragam. Menjaga kondisi, mempertahankan performa karena wajib menjalankan edukasi di luar negeri, mencoba naik ke level lebih tinggi di liga luar negeri yang lebih baik, atau potensi alasan-alasan positif lainnya.

Pelajaran ketiga menurut gw adalah terkait sanksi. Jika main di dua kompetisi didasari oleh tujuan yang tidak baik, atau tidak positif seperti contoh-contoh di paragraf di atas, tidakkah sanksi larangan bermain minimal 5 dan 10 pertandingan (Bab III Pasal 22 Ayat 4 Poin 4.2) terlalu ringan? Rasanya perlu dipikirkan sanksi-sanksi atau konsekuensi lain untuk berbagai pemicu dari seorang pemain atau klub yang bermain di dua kompetisi.

Demikianlah.

Oh, satu lagi. “Berarti Abraham boleh main dong di musim 2023 ini?”

Tentu saja boleh. Asalkan Prawira mau. Sudahi kasusnya. Belum terlambat. Siapa tahu masih bisa main di semifinal. Jika lolos ke sana.(*)

 

Foto: Hari Purwanto

 

Komentar