IBL

 “Surabaya Fever pasti menang. Surabaya Fever pasti juara.”

Dua kalimat di atas mulai kerap muncul saat Srikandi Cup akan bergulir. Terlebih ketika tim yang akan bertanding adalah Surabaya Fever. Para penggemar basket putri Indonesia tahu bahwa Surabaya Fever sangat dominan. Khususnya dalam empat tahun terakhir.

Apakah Fever benar-benar dominan? Tentu saja. Dari catatan kemenangannya, tim yang bermarkas di GOR Kertajaya Surabaya tersebut tidak terkalahkan setidaknya dalam empat musim kompetisi.

Dominasi Fever dimulai sejak Women's National Basketball League (WNBL) Indonesia. Pada musim pertama WNBL Indonesia (2012), Fever keluar sebagai juara tanpa pernah kalah. Namun, Fever mengarungi musim-musim berikutnya dengan lebih banyak lika-liku.

Di WNBL Indonesia 2013-2014, Fever mulai mendapatkan kekalahan-kekalahan. Bahkan cukup menyakitkan, karena mereka kalah empat laga beruntun. Dua kekalahan terakhir terjadi di GOR UNY Yogyakarta saat Championship Series. Fever kalah 66-68 atas Sahabat di semifinal (10 Juni 2014), lalu menyerah 53-56 dari Sritex Dragons Solo (12 Juni 2014). Setelah itu, Fever sepertinya bertekad tak mau kalah lagi, dan itulah yang kemudian terjadi.

Pascabubarnya WNBL Indonesia (2015), perjalanan liga putri sempat dilanjutkan ke Women Indonesia Basketball League (WIBL) 2016. Liga hanya diikuti oleh empat tim saja. Selain Fever, ada Tomang Sakti Merpati Bali, Merah Putih Predators Jakarta dan Sahabat Semarang. Fever kembali berhasil menjadi juara dengan rekor kemenangan sempurna.

WIBL hanya berusia semusim. Setelah WIBL tidak lagi dilanjutkan oleh penyelenggara (Starting Five), klub-klub liga putri sepakat membuat kompetisi sendiri.

Dipelopori salah satunya oleh Merpati Bali, kompetisi bola basket putri berjalan mandiri dengan sokongan gotong-royong dari setiap tim peserta. Tanpa ada nama yang benar-benar jelas, liga basket putri di tahun 2017 kerap muncul di media dengan tajuk “Kompetisi Basket Putri Profesional Indonesia”. Meski dengan format yang berbeda dari liga, lagi-lagi, Fever dominan dan menjadi juara dengan memenangi semua pertandingan.

Kompetisi tersebut kemudian berubah menjadi Srikandi Cup 2017-2018. Saat ini, Srikandi Cup sudah berjalan dua seri. Fever nyaris tak pernah mendapatkan jalan terjal untuk memenangi semua pertandingan. Walaupun kini sudah ada delapan tim yang bergabung, Fever membabat habis semuanya di dua seri yang sudah berlangsung.

Komposisi Pemain

Komposisi pemain Fever memang membuat mereka dominan. Dari tahun ke tahun, tim ini berhasil menjaga komposisinya untuk menjadi komposisi superior. Terlepas dari beberapa pemain yang sebenarnya keluar-masuk.

 

Selama lima musim terakhir, hanya lima pemain saja yang tak pernah meninggalkan Fever. Mereka adalah Gabriel Sophia, Henny Sutjiono, Mega Nanda Perdana Putri, Yuliana Anggita Soemaryono dan Sumiati.

Fever selalu memasukkan nama-nama baru tiap tahun. Selain mengisi roster yang kosong, ini dilakukan untuk menjaga kekuatan tim. Nah, dengan dasar tujuan menjaga kekuatan inilah, Fever membidik pemain-pemain yang punya potensi atau memang sudah hebat.

Dalam dua tahun terakhir, Fever menambah nama-nama baru seperti Jovita Elizabeth, Clarita Antonio, Nathania Claresta Orville, dan Lea Elvensia Wolobubo Kahol (Timnas Indonesia di FIBA Asia U-18 2016), serta Cindy Eka Nugroho, dan Visca Dewi Syamsuri ke dalam skuatnya. Nama-nama tersebut, walaupun masih sangat muda, sudah menunjukkan kehebatan masing-masing di berbagai ajang regional bahkan internasional.

Kalau Fever bisa merekrut atau mengumpulkan nama-nama tersebut dengan berbagai cara, mengapa tim-tim lain tidak? Kenyataannya, nama-nama pemain putri Timnas Indonesia di FIBA Asia U-18 2016 pun sudah ada yang bergabung dengan tim-tim lain dan juga ada yang belum mendapatkan tim.

Mengambil Pemain Bintang

Tiga rekrutan teranyar Fever sedikit banyak memang membuat banyak pecinta basket Indonesia hanya bisa mengelus-elus dada. Fever mengambil tiga bintang sekaligus, Debby, Astrid dan Sari (para peraih medali perak SEA Games 2015 dan perunggu 2017).

Ketika pindah ke Fever, kontrak Rohtriastari alias Astrid dan Natasha Debby Christaline dengan tim Sahabat Semarang sudah habis. Astrid, bahkan sudah lepas dari Sahabat sejak 2015, dan saat itu sedang dibekap cedera ACL. Sedangkan kontrak Debby sudah habis sejak awal tahun 2017. Keduanya kemudian menerima tawaran bermain di Fever.

Fever juga mendapatkan Fitryana Sari Dewi sejak tahun 2017 lalu. Ia sebelumnya merupakan pemain Merah Putih Predators Jakarta yang mulai bergabung saat Fever mendapatkan kesempatan mewakili Indonesia di SEABA Putri 2016 di Malaysia.

Informasi rentang kontrak pemain dengan sebuah klub harusnya diketahui oleh banyak pihak. Cara untuk mengetahuinya sangat mudah. Cukup dengan menghubungi si pemain atau manajemen tim yang menaunginya.

Melihat skuat Fever saat ini, jelas mentereng. Namun, itu tidak terjadi sekonyong-konyong. Fever membentuk timnya secara bertahap. Mempertahankan yang sudah ada dan merekrut yang terbaik dari yang tersedia. Semuanya terjadi dalam kisaran lima tahun terakhir. Jumlah waktu yang sama yang juga dimiliki oleh tim-tim lainnya.

Dengan kekuatan Fever saat ini, adakah tim-tim Srikandi lain yang mampu menumbangkan mereka?

"Saya kecewa dengan pemain saya. Padahal kita semua tahu kalau hasilnya bakal sama, yaitu kami kalah. Tapi pemain saya seperti sudah kalah ketika masuk lapangan. Ini yang saya tidak suka. Mental mereka sudah jatuh ketika berhadapan dengan Fever," komentar kepala pelatih MP Samator, Nina Yunita, usai timnya kalah 52-83 melawan Fever.

Masalah mental adalah salah satu yang dikeluhkan beberapa pelatih. Seperti halnya keluhan pelatih Merah Putih, aura beberapa pemain lawan Fever seolah sudah lebih dulu kalah sebelum bertanding. Nama-nama besar di dalam skuat Fever seolah mengintimidasi sejak sebelum tipoff.

Tim-tim lain juga punya pemain hebat. Memang belum sebanyak dan seberpengalaman Fever. Tetapi skuat yang ada rasanya sudah cukup untuk selalu bersiap sedia menjungkal Fever ketika kesempatan tersebut datang.

Merpati Bali saat ini menjadi lawan terkuat bagi Fever. Racikan strategi Kepala Pelatih Bambang Asdianto Pribadi dipadu dengan kedisiplinan timnya, sangat mengancam dominasi Fever. Mereka juga punya pemain berpengalaman seperti Helena Tumbelaka, Lamia Rasidi, Dora Lovita, dan Anne Innesa. Selain itu ada beberapa pemain yang pernah membela Timnas Indonesia, seperti Agustin Elya Gradita Retong (peraih medali perak SEA Games 2015 dan perunggu 2017), Regita Pramesti dan Kadek Pratita Citta Dewi yang menjadi peraih medali perunggu SEA Games 2017. Rata-rata tim ini juga dihuni para pemain yang pernah membela tim Tomang Sakti Mighty Bees Jakarta, satu-satunya tim yang pernah menjadi juara WNBL Indonesia selain Fever. Dalam tiga musim terakhir, Merpati selalu bertemu Fever di laga puncak. Walau hasilnya selalu sama, Fever yang keluar sebagai pemenang.

 

Muflih Farhan, asisten pelatih Merpati menuturkan bahwa timnya tidak pernah tampil sesuai dengan yang diinginkan pelatih. Seolah selalu ada halangan saat menghadapi Fever.

"Itu juga menjadi pertanyaan kami, sebenarnya. Kami tidak pernah bermain dengan tim yang utuh. Selalu ada saja yang absen saat bermain melawan Fever. Di Seri Makassar, ada pemain yang dipanggil seleksi Timnas. Sementara di Seri Surabaya, beberapa pemain cedera, seperti Dita dan Ayu Sriarta. Sebenarnya, kami juga menyimpan rasa penasaran. Bagaimana jadinya bila Merpati tampil dengan tim yang utuh dan berhadapan dengan Fever?" ucap Coach Farhan.

Merah Putih Samator juga punya tim yang hebat. Ada mesin poin seperti Michelle Kurniawan (juara FIBA 3x3 U-18 Asia 2017), Issabelle Suryaman, Christie Apriani Rumambi. Tim ini semakin lengkap dengan bigman kuat yaitu Calista Elvira, Dinda Koesdita Putri, Dara Thahirah dan beberapa pemain muda berbakat lainnya. Tim ini merupakan kombinasi dari pemain Merah Putih dan Rajawali Bandung. Beberapa di antaranya juga pernah berseragam Timnas Indonesia.

Fever saat ini sedang menikmati dominasinya. Dominasi yang dibangun dengan teliti dan serius sejak bertahun-tahun lalu dan tampaknya akan berlanjut terus. Tim-tim lain punya peluang untuk merusak pola pembangunan tim Fever. Misalnya saja dengan “membajak” pemain hebat Fever setelah kontraknya habis. Kemudian juga mengincar pemain-pemain yang diincar Fever.

Pemain-pemain muda Indonesia lainnya juga akan bersinar di tahun-tahun mendatang. Mereka jelas akan menjadi incaran Fever. Tidak berbuat apa-apa, untuk kemudian mengeluh ketika para pemain hebat tersebut berlabuh di Fever tentu akan sangat disayangkan. Oleh karenanya, tim-tim lain pun harus memperebutkan bibit-bibit unggul yang akan bersinar di masa depan itu. Apa yang mampu diberikan Fever kepada pemain, kalau bisa, diberi lebih oleh tim-tim lain.

Fever saat ini memang dominan. Dalam kaca mata yang lain, barangkali, justru di situlah standar performa para pebasket putri kita seharusnya. Standar yang harus dikejar oleh tim-tim Srikandi lainnya.

Fans atau pendukung tim-tim selain Fever harus mendorong tim-tim andalannya melakukan ini. Mengeluh bahwa Fever terlalu dominan tidak akan mengubah apa-apa. Fever akan tetap mepertahankan dominasinya. Tim-tim lain punya PR menjegal, bahkan menumbangkannya. (*)

Foto: Wahyudin, Mei Linda

Komentar