IBL

Indonesian Basketball League (IBL) terus bergerak untuk meningkatkan kualitas liga basket profesional tanah air. Mereka bekerja sama dengan liga bola basket profesional Jepang, B.League. Kerja sama ini bertujuan agar industri bola basket Indonesia bisa menjadi bisnis yang berkelanjutan.

Dalam jumpa pers di Hotel Atlet Century, Jakarta pada Selasa (5/12) itu, Dirut IBL Junas Miradiarsyah mengatakan ada beberapa faktor yang membuat Jepang bisa menjadi tolok ukur untuk basket Indonesia.

“Kami bicara, diskusi, saya melihat banyak sekali perkembangan dan inovasi yang dilakukan B.League. Rasanya sebagai liga yang berkembang tidak boleh istilahnya sok tau. Jadi kami harus belajar dan melihat tolok ukur mana yang cocok untuk diadaptasi,” ungkap Junas.

Basket bukan olahraga nomor satu di masing-masing negara tersebut. Kemudian Jepang berhasil membangun B.League menjadi industri bola basket yang menjanjikan dalam kurun waktu 7 tahun terakhir.

Soal sistem pemasukan IBL dan B.League juga hampir sama. Sponsor menjadi sumber pemasukan terbesar. Disusul penjualan merchandise dan hak siar.

Dari faktor-faktor itu, IBL belajar dari B.League akan mengadaptasi sistem apa saja yang cocok diterapkan di tanah air. Kerja sama ini bersifat jangka panjang. Untuk tahap pertama selama 5 tahun. Setelah itu akan dilihat bagaimana proses dari adaptasi tersebut.

“Tadi kami workshop dengan klub IBL dan B.League. Membangun prestasi penting. Tapi untuk berkesinambungan itu bisnis kuncinya. Lebih banyak soal mindset yang harus diubah,” ujar Junas di sela-sela jumpa pers.

Ada tiga poin utama kerja sama IBL dan B.League. Pertama soal format kandang-tandang (home away) dan segala aspeknya. Kedua pengembangan potensi basket usia muda. Ketiga membangun fanatisme di kota-kota peserta.

Dalam satu poin penting yang paling banyak dibahas adalah format home away. IBL 2024 akan menggunakan sistem tersebut sejak musim reguler. Musim kompetisi berikutnya akan dimulai pada 13 Januari 2024.

Chairman of B.League Shinji Shimada mengatakan dengan luas Indonesia yang 5 kali lipat lebih besar dari Jepang membuat sistem ini menjadi sangat menantang. Tetapi bukan berarti hal itu tidak bisa dilakukan.

“Pasti memakan waktu dan biaya untuk berpindah. Jadi, untuk memberi semangat ke tim kesayangan memang ada kesulitan. Untuk membangkitkan basket Indonesia dan liga, sistem home away sangat dibutuhkan. Segala masalah dapat diatasi jika sistem ini bisa berjalan,” kata Shimada.

Lebih lanjut dengan home away itu, tim bisa membangun basis penggemarnya. Dari sinilah bisnis mulai berjalan. Hal itu diakui oleh Abraham Damar Grahita yang mengantar Veltex Shizuoka promosi ke kasta kedua B.League tahun lalu.

“Pengalaman saya bermain di Jepang, mereka bukan bermain sebagai klub. Tapi untuk kotanya. Tujuannya menjadikan Shizuoka sebagai sport tourism. Adanya home away, tim kadang punya kesempatan membuat laga semenarik mungkin untuk dijual,” kata pemain yang saat ini membela Satria Muda Pertamina itu. (rag)

Foto: Ragil Putri Irmalia

Komentar