IBL

Dua kata ini adalah dua kata yang terlintas di kepala saya saat melihat pertandingan-pertandingan NBA dewasa ini. Bahkan, dua kata itu tak berkurang meski pertandingan sudah masuk ke babak playoff. Sekali lagi, ini adalah apa yang muncul di pikiran saya secara instan saat melihat pertandingan, kita belum bicara tentang fakta secara data statistik. 

Bolaharam: Mempertanyakan Kembali Fungsi Pemain Tinggi di Dalam Tim

Dalam prosesnya, Ja seorang diri melawan empat pemain Lakers. Ja pun melanjutkan lantunan bolanya ke area baseline dan terus memutar ke sisi sebaliknya permainan. Ia menunggu rekan satu timnya datang membantu serangan. Bane dan Jaren Jackson Jr. jadi dua pemain paling cepat datang, disusul Xavier Tillman dan Dillon Brooks. Setelah dua kali umpan (ujungnya kembali ke Ja), Ja melakukan pick n pop dengan Jaren yang ditutup dengan sebuah tripoin. Tembakannya meleset, namun semua proses di atas terjadi hanya di kisaran 10 detik. 

Tentang akurat, saya rasa tidak perlu banyak penjelasan. Permainan hampir semua tim memiliki akurasi yang sangat tinggi. Rasanya, akurasi keseluruhan di angka 50 persen adalah standar baru untuk NBA. Di beberapa gim, tak sedikit tim yang berhasil menyentuh akurasi 60 persen secara keseluruhan. Di sini, saya masih bicara FG% saja ya, belum eFG%. 

Aksi balas cetak angka pun kerap mengalir dengan mudah. Satu kali umpan, satu kali pick n roll, begitu lawan melakukan drop coverage, maka bola diangkat begitu saja. Herannya, bolanya masuk pula. Gim antara Phoenix Suns dan Los Angeles Clippers mungkin yang paling jelas menggambarkan ini. Sepanjang seri, akurasi terendah yang mereka bukukan adalah 43 persen. 

Bolaharam: Memahami Hal yang Lebih Penting daripada Sekadar Tinggi Badan

Devin Booker, Kevin Durant, dan Chris Paul memimpin setiap penguasaan bola secara bergantian. Seperti kita tahu bersama, ketiganya sangat mematikan di area menengah (mid-range), dan area itu yang terus mereka incar. Di sisi sebaliknya, Russell Westbrook, Kawhi Leonard, dan Norman Powell melakukan hal serupa di sisi sebaliknya. Semua pemain yang saya sebut, seolah selalu menembak di area yang sama, dengan cara dan ritme yang sama, akurat!

Kini bicara tentang fakta dalam bentuk data. Ternyata, NBA era modern tidak lebih cepat dari NBA era lawas. Bahkan, sejak tahun 2000-an, hanya ada dua musim reguler di mana rataan pace NBA di atas 100. Sisanya, konsisten di angka 90 ke atas. NBA secara hitung-hitungan pace memang lebih cepat di era sebelum dan awal penggunaan tripoin. Di era ini, memang kekuatan fisik lebih diandalkan karena pengembangan secara teknikal, pengetahuan, serta teknologi belum semaju sekarang. 

Bicara akurasi, di sini baru terlihat bagaimana NBA dan baske berkembang. Dari era ke era, NBA terus menunjukkan peningkatan eFG%. Tentunya hal ini tidak lepas dari semakin bagusnya akurasi tripoin para pemain yang menambah tinggi persentase eFG%. Musim ini, dengan catatan 54,5 persen, NBA mengukir rekor catatan eFG% tertinggi sepanjang sejarah. Dua fakta dan data di atas membuktikan bahwa NBA memang semakin cepat dan akurat dewasa ini. 

Bolaharam: Lupakan Faktor Tinggi Pemain (Banyak Faktor Lain untuk Dipikirkan)

Tentu tidak afdal rasanya jika kita tidak membandingkan dengan negara kita. Di IBL, dari data yang kami dapatkan, angka eFG% rata-rata liga musim ini ada di angka 44,5 persen. Angka ini bisa disebut sebagai peningkatan mengingat musim lalu rataan eFG% IBL ada di angka 43 persen. Akan tetapi, angka-angka ini masih lebih rendah ketimbang musim terakhir kehadiran para pemain asing sebelum pandemi virus korona. Ya, meski musim 2019-2020 tak berhasil selesai sampai akhir, catatan eFG% musim itu lebih tinggi dari musim-musim sebelumnya dengan di angka 45 persen. 

Ini adalah jarak yang bisa kita jadikan patokan untuk mengejar pengembangan basket Indonesia. NBA, di angka 54 persen dan kita di angka 45 persen. Ada jarak sembilan persen yang bisa dijadikan indikator pengembangan basket Indonesia. Oh jelas, kita tidak mungkin memangkas jarak ini dalam hitungan cepat, bahkan saya ragu dalam lima tahun kita sudah di angka 50 persen. Namun, jika angka ini terus dijaga dan terus dikembangkan, paling tidak pertumbuhan basket kita terukur, tak menggunakan indikator-indikator dengan kata sifat yang selalu bersifat relatif. 

Kini, dengan masih istirahatnya IBL dan belum dimulainya SEA Games, sepatutnya kita semua fokus sepenuhnya kepada Playoff NBA. Saya sarankan Anda semua untuk menonton setiap gim yang ada dengan penuh. Atau paling tidak, tonton paruh kedua permainan, karena di sana tensi dan detail permainan semakin tinggi serta teliti. Di sini, rasanya kita akan semakin sadar betapa jauhnya jarak kita dengan mereka dan semakin semangat untuk menjadikan NBA sebagai target utama untuk dikejar oleh anak-cucu kita nanti! 

Foto: NBA, Hariyanto 

Komentar