IBL

Ketika tim basket nasional Indonesia berhasil meraih perak di SEA Games 28 di Singapura 2015, banyak yang bersorak gembira. Kesedihan karena kalah di final melawan musuh bebuyutan Filipina sirna sekelebat kilat.

Ketika banyak orang tengah gembira karena timnas putra kita meraih perak, muncul satu berita dari salah satu portal berita ternama yang mengatakan bahwa kualitas basket kita di SEA Games kalah kelas dengan Filipina. Itulah penyebab kita kalah dari mereka.

Tulisan itu –melalui twitter- mendapat tanggapan keras dari followers Mainbasket. Para followers umumnya mengatakan bahwa yang menulis berita tersebut tidak benar-benar mengikuti perjuangan timnas kita sejak persiapan sampai akhir. Penulisnya hanya menilai dari hasil akhir semata.

Kalau menilai dari hasil akhir saja, pandangan dari media tersebut tentu saja tidak terlalu keliru. Kekalahan kita terhadap Filipina bisa menunjukkan bahwa kita memang kalah kelas dari mereka. Apalagi reputasi ini bertahan lama karena kekuatan Filipina di dunia basket membuat mereka seolah berada di luar wilayah Asia Tenggara.

Tapi bila melihat faktor-faktor lain, faktor-faktor yang kebetulan juga dilihat oleh para pecinta fanatik basket Indonesia, maka wajar bila mereka kesal dengan tulisan tersebut. Bagi penggemar fanatik timnas Indonesia, dominasi Filipina memang tak bisa dipungkiri. Namun, perjuangan para pemain timnas dalam mengoyang dominasi tersebut patut diberi apresiasi. Perjuangan itulah yang dihargai lebih oleh mereka. Sehingga raihan medali berbentuk perak pun tidak terlalu diambil pusing.

“Medali perak terasa seperti emas bagi kami di Indonesia,” kata Biboy (Ebrahim Enguio Lopez), pemain naturalisasi Indonesia kepada sebuah media dari Filipina waktu itu.

Hal yang nyaris serupa terjadi di Final NBA 2015. Final yang mempertemukan Cleveland Cavaliers dan Golden State Warriors itu adalah final keenam bagi The King LeBron James. Final itu juga menjadi final keempat di mana LeBron gagal menjadi juara.

Berbeda dengan kegagalan di tiga final lainnya, kegagalan LeBron James di final itu tidak terlalu membuahkan olok-olok dan ejekan. Orang-orang sadar bahwa mereka lebih melihat usaha LeBron daripada hasilnya.

Media massa di Amerika Serikat banyak yang menulis bahwa ini adalah final terberat bagi seorang pemain bintang sekaliber LeBron. Ia tampil dengan skuat terburuk dalam sejarah tim yang pernah tampil di final NBA. Walau demikian, LeBron masih berhasil meraup dua kemenangan.

Dua orientasi dalam melihat sebuah pencapaian bisa membuat kita menarik dua kesimpulan yang berbeda. Bagi beberapa orang, cincin juara NBA atau medali emas SEA Games adalah faktor penting untuk menilai sebuah prestasi atau pencapaian. Bagi sebagian yang lain, simbol-simbol pencapaian tersebut tidak signifikan.

Charles Barkley dan Reggie Miller tetap dikatakan pemain hebat walau tak pernah menjadi juara NBA. Timnas Indonesia di SEA Games 2015 oleh pelatih sarat pengalaman Fictor Roring, yang kini mangangani Pelita Jaya, dianggap sebagai tim terbaik sepanjang sejarah Indonesia. Padahal tim ini gagal meraih emas.

Orientasi kesuksesan berdasarkan hasil memang penting. Tapi bagi saya, orientasi usaha dalam menilai sebuah performa dibandingkan orientasi hasil tak kalah penting. Kenapa?

Karena kalau melulu melihat hasil, maka Robert Horry lebih hebat daripada Michael Jordan.(*)

#BolaHaram

Foto: thehypemagazine.com

Komentar