IBL

Dua tahun lalu, saya menulis untuk majalah Mainbasket edisi 51 tentang deretan tim yang memiliki skuat usia muda potensial. Di antara tujuh tim yang saya tulis, Portland Trail Blazers adalah salah satunya. Di musim 2016-2017, Blazers tak memiliki satupun pemain dengan usia menyentuh 30 tahun. Evan Turner tercatat sebagai yang tertua musim itu dengan 28 tahun.

Dua tahun berselang, tak banyak yang berubah dari Blazers. Turner tetap menjadi yang tertua dengan usianya yang kini menyentuh kepala tiga. Ada tujuh pemain lain yang bertahan di tim di kurun waktu yang sama dengan Turner. Hal ini menunjukkan kepercayaan manajemen Blazers terhadap skuat muda yang mereka bentuk sejak dua musim lalu.

Prestasi tim ini terus meningkat seiring berjalannya waktu. Dua musim lalu, Blazers “hanya” lolos sebagai peringkat delapan Wilayah Barat sementara musim lalu mereka menutup musim reguler dengan bertengger di peringkat tiga. Sayangnya, selama dua musim ini mereka selalu tersingkir di putaran pertama babak playoff.

Dua musim lalu, mereka harus tersingkir dari Sang Juara, Golden State Warriors, dalam empat laga langsung. Setali tiga uang, Blazers kembali takluk dalam empat laga di putaran pertama musim lalu, kali ini oleh peringkat enam Wilayah Barat, New Orleans Pelicans.

Secara keseluruhan, prestasi Blazers terus meningkat sejak Terry Stotts, resmi menjabat sebagai kepala pelatih. Enam musim menangani Blazers, hanya di musim pertama Stotts gagal membawa tim lolos ke playoff. Menjadi peringkat tiga musim lalu merupakan prestasi terbaik Stotts dan terbaik Blazers sejak musim 1999-2000. Namun, mereka tak pernah lolos lebih dari babak semifinal wilayah.

Hal tersebut membuat musim ini bisa dibilang menjadi musim penentuan untuk masa depan skuat Blazers termasuk Stotts. Stagnansi prestasi yang menahun tentu tak bisa selamanya diterima oleh manajemen atau bahkan penggemar Blazers. Untuk pihak yang disebutkan terakhir, prestasi sudah terlalu lama tak mereka kenali. Satu-satunya gelar juara NBA yang pernah mampir ke Portland terjadi di musim 1976-1977. Sisanya, mereka hanya pernah meraih dua gelar juara wilayah pada musim 1989-1990 dan 1991-1992.

Usai berbicara tentang sejarah dan tren pencapaian Blazers, kini giliran membahas skuat dan statistik tim ini. Secara keseluruhan, 49 kemenangan yang mereka raih menjadikan mereka tim dengan persentase kemenangan terbesar ketujuh di NBA musim lalu, setara dengan 59,8 persen.

Secara skuat, seperti yang saya ungkapkan di atas, tim ini tak banyak berubah. Bahkan, menurut saya, skuat utama (starter) Blazers musim depan masih akan sama dengan musim ini. Damian Lillard, C.J. McCollum, Mo Harkless, Al-Farouq Aminu, dan Jusuf Nurkic tidak akan tergeser oleh siapa-siapa. Posisi forwarda adalah aspek di tim ini yang masih perlu ditentukan pakemnya. Musim lalu, Harkless dan Turner silih berganti mengisi posisi ini, seolah tidak pasti siapa yang harusnya menjadi starter. Namun, menilik ke persentase kemenangan, harusnya Stotts tak ragu memilih Harkless sebagai pilihan utama.

Harkless musim lalu menjadi starter sebanyak 36 kali dan 27 di antaranya berakhir dengan kemenangan, setara dengan 75 persen persentase kemenangan. Sementara Turner hanya memiliki persentase kemenangan 57 persen saat turun sebagai starter dengan detil 23 kemenangan dari 40 kali kesempatan menjadi starter.

Secara kontribusi, keduanya tak berbeda terlalu jauh. Musim lalu, Harkless yang juga terkendala cedera lutut hingga naik meja operasi tercatat rata-rata bermain selama 21,4 menit per laga dan menghasilkan 6,5 poin dan 2,7 rebound. Sementara Turner yang bermain selama 25,7 menit per laga berhasil mengemas 8,2 poin, 3,1 rebound, dan 2,2 asis per gim.

Secara permainan, keduanya memang cukup berbeda. Harkless adalah seorang forwarda sejati yang tidak cukup lama memegang bola dan lebih banyak mencari posisi terbaik untuk melepas tembakan atau melakukan tusukan ke area lubang kunci. Sementara Turner tak jarang mengisi posisi garda utama (point guard) di sepanjang karirnya dan membuatnya menjadi skorer dan fasilitator.

Kembali ke skuat utama Blazers, kehadiran Lillard dan McCollum rasanya sudah cukup mengamankan peran sebagai pencetak angka dan fasilitator. Musim lalu, Lillard memimpin tim dengan 26,9 poin, 4,5 rebound, dan 6,6 asis per gim. Sementara McCollum menorehkan 21,4 poin, 4,0 rebound, dan 3,4 asis per laga. Dari statistik dua bintang ini, untuk masalah distribusi bola harusnya tak bermasalah.

Tereliminasinya aspek distribusi bola membuat pemain yang cocok mengisi forwarda seharusnya adalah pemain yang efektif dengan pola tangkap dan tembak (catch and shoot). Oleh karena itu, Harkless yang 41 persen tembakannya melalui skema ini adalah pilihan yang tepat melengkapi barisan starter Blazers. Selain itu, Harkless juga memiliki selisih lima sentimeter lebih tinggi tapi sama lincahnya dengan Turner yang membuatnya tidak masalah melakukan tukar jaga dengan deretan garda ataupun forwarda lawan. Selama pramusim, Harkless belum turun berlaga dan Turner yang mengisi posisinya. Namun, Stotts yakin Harkless akan siap di laga pembuka.

Memastikan pakem pasti untuk pemain-pemain starter secara langsung mengurangi hal-hal yang harus dipikirkan oleh Stotts. Hal selanjutnya yang masih perlu ditentukan adalah barisan pemain cadangan. Siapa yang mampu berkontribusi selain Turner?

Musim lalu, Blazers masih memiliki nama-nama seperti Shabazz Napier, Pat Connaughton, dan Ed Davis yang mampu berkontribusi  banyak meski memulai laga dari bangku cadangan. Musim depan? Ketiga pemain tersebut sudah tak lagi bersama tim. Ketiganya menyandang status unrestricted free agent pada jeda musim baru dan memutuskan bergabung dengan tim-tim baru mereka.

Sebaliknya, Blazers justru tak banyak bergerak di pasar pemain bebas. Dari enam pemain baru yang mengikuti pemusatan latihan Blazers, hanya nama Seth Curry yang bisa dibilang sudah terbukti bisa bertarung di NBA. Bersama Dallas Mavericks musim lalu, ia bermain sebanyak 70 kali dengan sumbangsih 12,8 poin dan 2,7 asis serta akurasi tripoin mencapai 42 persen.

Lima nama lainnya tak pernah benar-benar berkontribusi selama bermain di NBA. Nik Stauskas yang masuk ke NBA setelah Sacramento Kings memilihnya di urutan ke-8 NBA Draft 2014, tak pernah benar-benar memenuhi ekspetasi. Musim terbaiknya terjadi saat bersama Philadelphia 76ers dengan 9,5 poin, 2,8 rebound, dan 2,4 asis per laga. Ya, itu adalah catatan terbaik selama empat tahun karirnya, tak sampai 10 poin.

Gary Payton II, Chinanu Onuaku, Wade Baldwin IV, dan Cameron Oliver melengkapi daftar pemain baru dari pasar pemain bebas yang saya yakin tidak cukup familiar di telinga pembaca kecuali nama pertama. Ya, Payton II adalah anak dari legenda NBA, Gary Payton. Namun, Sang Anak lebih sering bergulat di laga-laga NBA GLeague daripada NBA. Tiga musim di NBA, ia baru bermain sebanyak 29 kali dengan 6 di antaranya menjadi starter.

Melihat deretan pemain bebas tersebut, rasanya Blazers tak bisa berharap banyak. Namun, mereka seharusnya bisa menempatkan harapan mereka kepada dua pemain ruki, Anfernee Simons dan Gary Trent Jr.

Simons sempat menggegerkan NBA dengan mengikuti draft sebagai lulusan SMA. Ya, setelah lulus SMA dua tahun lalu, Simons memutuskan tidak berlanjut ke bangku kuliah. Ia menetap bersama sebuah akademi basket bernama IMG Academy dan mempersiapkan dirinya untuk ke NBA. Hasilnya,ia dipilih di urutan ke-24 oleh Blazers dan sudah tampil di ajang NBA Summer League dan pramusim.

Di tiga laga pramusim yang sudah ia jalani, Simons total mengumpulkan 6,4 poin dan 1 asis per laga meski hanya bermain selama 12,2 menit per laga. Berposisi sebagai garda tembak (shooting guard), Simons diyakini banyak pengamat bisa mengejutkan banyak pihak seiring berjalannya waktu.

Sementara Trent  belum menunjukkan performa terbaiknya selama pramusim. Sama-sama sudah memainkan tiga laga seperti Simons, ia hanya mampu meraup 10 poin secara total. Bahkan, di salah satu laga ia gagal mencetak poin. Namun, secara keseluruhan Blazers saya rasa lebih bisa berharap ke Trent ketimbang nama-nama free agent yang mereka datangkan (kecuali Curry). Bermain 37 kali untuk Duke University, Trent mengemas 14,5 poin dan 4,2 rebound dengan akurasi tripoin menyentuh 40,2 persen.

Secara keseluruhan, tim ini masih akan sangat bergantung kepada Lillard dan McCollum sebagai poros utama. Namun, untuk melangkah lebih jauh, Blazers harus mampu mengeluarkan potensi terbaik pemain-pemain di luar dua pemain tersebut. Harkless dan Nurkic akan menjadi dua faktor penting tim ini musim depan. Jika keduanya menjalankan fungsi mereka dengan tepat, maka mengulang prestasi musim lalu tak akan sulit. Sementara untuk barisan cadangan yang bisa dibilang tidak cukup produktif, kuncinya adalah bertahan. Jika mereka mampu menjaga tidak kehilangan poin cukup banyak saat barisan starter istirahat, Blazers melenggang mulus.

Kemungkinan terbaik Blazers musim depan adalah peringkat tiga, sama seperti musim lalu. Sementara kemungkinan terburuk adalah peringkat delapan atau batas akhir playoff. Jauhnya selisih prediksi ini bukan karena buruknya skuat Blazers, tapi betapa seramnya persaingan Wilayah Barat. Sekali lagi, musim depan akan menjadi musim penentuan bagi skuat Blazers. Jika berhasil melebihi prestasi musim lalu, besar kemungkinan skuat ini akan bertahan hingga dua tahun lagi. Bila gagal, rasanya sudah saatnya Blazers membangun skuat baru.

(Baca juga: 10+2 Tim Terbaik NBA 2018-2019)

Foto: NBA

 

 

Komentar