IBL

Menyaksilan laga semifinal ketiga antara Pelita Jaya Basketball Club melawan Stapac Jakarta, hari Minggu, 8 April lalu, sangat bisa dipahami bila para pemain Stapac –dan pastinya para pendukung mereka- kecewa. Pemain-pemain berkomentar menyesalkan keputusan wasit. Tak terkecuali asisten pelatih. Namun mereka meminta agar keluhan-keluhan tersebut tidak dimuat. Mereka tahu konsekuensinya.

Keluhan mereka tidak akan tampil di sini. Kecuali keluhan senter asing Stapac Kore White yang bergerak mandiri lewat akun instagram pribadinya –yang kemudian hilang.

Last night I lost all respect for IBL officials. We obviously got robbed twice within 11 seconds. It's sad to play a series when the better team keeps getting robbed. A disgrace to the league and a disrespect to the game of basketball. Even after winning last year I told the media the IBL needs to work together to improve the officiating of the games. Knowing that some refs got caught game fixing from last year. Over and over the other team knew they can get away with constant fouling because the game was already fixed. In game 2 lights go on and off so other team can get rest because there players are cramping. 3 times with 3 15 minute delays in a game whenever we were taking the momentum. What's sad is that people are watching and they are not stupid. People will just stop watching if the game is not respected. Do the right thing.

Alinea panjang dalam bahasa Inggris di atas adalah unggahan Kore White di instagramnya yang berbentuk video. Videonya sendiri memperlihatkan Ponsianus Nyoman Indrawan (Komink) yang jelas terlihat menyentuh bola terakhir sebelum keluar lapangan. Namun wasit malah memberi penguasaan bola kepada tim Komink, Pelita Jaya.

Tidak ada catatan waktu pasti kapan insiden tersebut terjadi. Dari pernyataan salah satu petinggi tim Stapac, insiden tersebut terjadi sekitar 11 detik sebelum laga di babak tambahan waktu (over time) usai. Stapac sedang unggul tipis, 76-75. Krusial.

Oleh karena unggahan dan komentar tersebut, Kore White dianggap melanggar Peraturan Peraturan Pelaksanaan IBL 2017-2018 BAB IV, Pasal 4 tentang Media Sosial, ayat 3, yang berbunyi:

"Setiap personel Klub IBL termasuk namun tidak terbatas pada perorangan yang terkait langsung terhadap personel Klub IBL dilarang mengeluarkan dan/atau menyatakan secara terselubung yang dapat diartikan secara tidak langsung tentang pernyataan negatif terhadap IBL maupun PP Perbasi di dalam Media Cetak, Media Elektronik maupun Media Sosial milik pribadi maupun milik Klub IBL dan akan dikenakan denda oleh IBL sebesar Rp 100.000.000,- (Seratus Juta Rupiah) per orang per kejadian."

Singkatnya, Kore White harus membayar Rp100 juta karena unggahannya. Jumlah yang sama pernah dikenakan kepada Pacific Caesar Surabaya di awal musim kompetisi, juga karena kasus yang serupa.

(Baca juga: Kore White TerkenaSanksi Denda 100 Juta Rupiah dari IBL)

Irawan Haryono, manajer Stapac, pada konferensi pers seusai laga juga dengan berani menyatakan bahwa ia merasa dirampok. Sama persis dengan kata-kata Kore White. Manajer eksentrik ini tidak menjelaskan siapa yang merampok dirinya. Ia hanya mengatakan bahwa mereka yang menyaksikan laga semifinal ketiga tersebut tahu siapa perampoknya.

Menyaksikan penuh laga semifinal ketiga kemarin memang bikin deg-degan. Bikin senang, bikin kesal, bikin geregetan.

Senang kalau tim dukungan mencetak poin. Senang kalau tim lawan tembakannya meleset. Senang kalau lawan melakukan kesalahan. Kesal kalau pemain yang dipuja melakukan kesalahan.

Kesal kalau wasit membuat keputusan yang rasanya atau terlihat tidak tepat. Tapi diam-diam senang kalau tim yang kita dukung yang diuntungkan.

Dari hasil drama laga ketiga semifinal Stapac melawan Pelita Jaya, muncul keinginan untuk membayangkan. Kalau saja Stapac yang menang, akankah para pemain, pelatih dan ofisial Pelita Jaya juga mengeluhkan penampilan para wasit?

Performa wasit akan sulit atau bahkan tak akan bisa dikatakan sempurna. Wasit juga manusia. Ada khilafnya.

Masalahnya, kapan wasit khilaf jadi penting. Kalau khilaf di menit awal kuarter pertama, mudah bagi semua untuk memaafkan. Tapi khilaf di saat krusial, bisa bikin makan hati. Berhari-hari. Lalu harus bagaimana?

(Baca juga: Kemenangan Dramatis Antar Pelita Jaya ke Final)

Insiden bola keluar oleh Komink dan kemudian lemparan ke dalam malah tetap menjadi milik Pelita Jaya sebenarnya bisa terhindar jika para wasit memanfaatkan teknologi yang mendukung performa mereka. Teknologi tersebut bernama IRS (Instant Replay System). Sebuah terobosan yang dibawa IBL sejak musim 2016.

Menurut peraturan FIBA 2017, apabila sebuah kompetisi memiliki perangkat IRS, maka para wasit memiliki kekuasaan untuk memanfaatkannya bila dirasa perlu. Tapi, tidak semua situasi boleh merujuk kepada IRS untuk memastikan sebuah keputusan benar atau tidak. Ada syarat-syaratnya.

Beberapa situasi di mana para wasit boleh menggunakan IRS sebelum menandatangani laporan pertandingan antara lain pada akhir sebuah kuarter atau akhir babak tambahan waktu. Pada saat itu, IRS digunakan untuk memastikan apakah sebuah tembakan dilepaskan sebelum atau sesudah waktu pertandingan selesai.

IRS juga bisa digunakan untuk menentukan berapa waktu yang masih tersisa ketika di lapangan terjadi peristiwa bola keluar lapangan pada waktu tertentu, pelanggaran waktu 24 detik (shot clock), pelanggaran waktu 8 detik, serta memastikan apakah telah terjadi atau tidak terjadi sebuah pelanggaran pada detik-detik akhir sebelum laga usai.

Fungsi IRS di atas jelas bisa digunakan pada beberapa situasi di detik-detik akhir menjelang laga usai di babak tambahan waktu laga ketiga semifinal IBL lalu. Misalnya saja pada situasi apakah benar atau tidak Komink yang terakhir kali menyentuh bola sebelum keluar, dan apakah Dominique Williams benar-benar melakukan pelanggaran atau tidak kepada Xaverius Prawiro satu detik sebelum laga berakhir.

Dua momen tersebut adalah momen yang sangat krusial. Para pemain Stapac dan penonton sangat heboh mempertanyakan keputusan para wasit saat itu. Namun para wasit sepertinya merasa yakin bahwa keputusan mereka sudah tepat. Para wasit memang punya hak untuk menolak permintaan tim agar para wasit melihat kembali sebuah insiden melalui IRS.

Pelita Jaya akhirnya menang, 77-76. Kore White emosional di instagram.

Keputusan IBL untuk memberi sanksi kepada Kore White sudah sesuai aturan. Kore dengan sangat gamblang mengkritisi (pernyataan negatif terhadap IBL maupun PP Perbasi) performa wasit. “We obviously got robbed twice within 11 seconds. It's sad to play a series when the better team keeps getting robbed.

Kore juga menuduh atau mendaku bahwa beberapa wasit terkait dengan pengaturan pertandingan di musim lalu, yang sebenarnya terangkat adalah beberapa pemain dan satu ofisial tim dari Siliwangi Bandung, walau itupun masih belum jelas ujungnya. “Knowing that some refs got caught game fixing from last year. Over and over the other team knew they can get away with constant fouling because the game was already fixed.

Kalimat tersebut seolah mengindikasikan bahwa Kore tahu sesuatu tentang keterlibatan wasit dalam menentukan hasil akhir sebuah laga di IBL. Tuduhan tersebut serius dan sanksi memang terasa layak.

Sisi lainnya, Kore menulis kalimat tersebut disertai video gamblang kesalahan wasit dalam mengambil keputusan. Saat pertandingan berlangsung, bagi yang hadir langsung di C-Tra Arena pun bisa melihat bahwa bola memang terakhir tersentuh Komink dan sangat jelas. Wajar bila para pemain Stapac berteriak-teriak histeris ketika wasit malah memberi bola kembali kepada Pelita Jaya.

Sanksi 100 juta boleh jadi tepat, tapi video unggahan Kore White juga amatlah gamblang. Wasit melakukan kekeliruan. Kalau ini terjadi di NBA, apa yang kira-kira akan mereka lakukan?

NBA adalah liga yang ringan tangan dalam memberi sanksi kepada para pemain, pelatih atau ofisial tim. Beberapa sanksi kadang terlihat konyol. Beberapa sanksi terasa pantas. Namun belakangan, sejak musim 2014-2015 (arsip yang tersedia), NBA juga melakukan hal yang tidak mereka lakukan sebelumnya. Sebuah terobosan. NBA juga mengakui beberapa kesalahan atau buruknya performa para pengadil pertandingan mereka.

Langkah tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan performa para wasit. Yap, wasit-wasit NBA pun tak lepas dari kekeliruan dan kekeliruan-kekeliruan di saat krusial. Walau tak bisa lagi mengubah hasil akhir pertandingan, NBA mengakui kesalahannya demi menuai performa-performa wasit yang lebih baik lagi selanjutnya.

Daftar laporan performa para wasit NBA sangat panjang. Silakan lihat di sini bagi yang mau lihat. Di sana NBA bahkan melaporkan setiap tiupan (call) wasit. Mana tiupan yang benar (correct call), tiupan yang keliru (incorrect call), tidak meniup yang benar (correct non-call), dan tidak meniup yang keliru (incorrect non-call). Insiden Komink dalam kaca mata laporan wasit NBA rasanya akan jelas merupakan tiupan yang keliru (incorrect call).

Kebijakan NBA tersebut bisa diikuti oleh IBL. Video yang dipaparkan Kore White (yang sudah dihapus, tetapi kami unggah lagi di instagram @mainbasket) membuat IBL tak bisa menyembunyikan kekeliruannya.

IBL malah terlihat angkuh dan mau menang sendiri dengan alih-alih mengakui kekeliruan, malah memberi sanksi Kore White yang timnya menjadi korban (walau sanksi ini bisa benar dari sisi penegakan aturan). Bayangkan kalau keputusan wasit benar atau dikoreksi setelah melihat IRS dan bola jadi milik Stapac!

Mengacuhkan ini akan menjadi bumerang tersendiri bagi IBL. Para wasit memang tidak perlu selalu menanggapi permintaan setiap tim untuk melirik IRS di setiap insiden di dua menit terakhir setiap laga.

Wasit punya kebijaksanaan untuk memilih mana yang layak ditinjau ulang dan mana yang tidak. Tetapi wasit dan IBL juga harus sadar bahwa dalam beberapa tahun ini, para penonton selalu mengarahkan kamera telepon genggamnya di menit-menit akhir pertandingan, dan setiap tim masih menjalankan tradisi merekam setiap pertandingan timnya dan tim-tim lawannya lewat rekaman mandiri.

Kukuh pada pendirian padahal bukti terpampang jelas bahwa yang terjadi malah sebaliknya adalah sebuah kekonyolan. IBL harus berhenti melakukan hal-hal (jamak) ini.(*)

Foto: Hariyanto

Komentar