IBL

Ada banyak hal baru di Indonesian Basketball League (IBL) 2023. Seluruh pihak dipaksa untuk beradaptasi dengan segala aturan baru yang ada. Sistem kandang-tandang (home-away) memaksa setiap tim harus membentuk panitia lokal untuk menggelar gim-gim kandang mereka. Hal ini juga memaksa setiap tim menghadirkan beragam acara tambahan guna menarik penonton di area mereka. Kehadiran pemain keturunan (heritage) dan naturalisasi juga makin membuat persaingan menarik. Terakhir, sistem ruang gaji (salary cap) juga membuat tim-tim bisa merekrut pemain asing sesuai kapasitas mereka sendiri, tak ada lagi penyediaan dari liga. 

Khusus untuk hal terakhir, IBL juga mengubah aturan jumlah pemain asing. Jika musim lalu setiap tim boleh punya dua pemain asing dan hanya satu yang di lapangan, kini aturan berubah menjadi tiga pemain asing dan dua boleh bermain di lapangan. Aturan ini yang ingin saya kupas lebih dalam. Pasalnya, saya melihat aturan ini dijadikan kambing hitam atas performa para pemain lokal yang disebut dengan banyak predikat, "menurun", "belum maksimal", "tidak terlihat", "tidak berkembang", dan berbagai macam lainnya. 

Menurut saya, ada miskonsepsi besar mengenai kehadiran pemain asing ini. Kehadiran mereka kerap dianggap sebagai penghambat pengembangan pemain lokal, padalah menurut saya tak sepenuhnya benar. Ada yang benar mengenai ini jika pemain asing yang didatangkan ternyata tidak cukup bagus. Dalam situasi ini, biasanya manajemen tetap memainkan si pemain dengan alasan bayaran yang memang lebih mahal. Kalau begini situasinya, maka benar pemain asing jadi penghambat. 

Namun, jika kita telaah sekali lagi, tidak banyak tim IBL di musim ini yang memiliki situasi seperti di atas. Artinya, urusan pengembangan pemain lokal yang tak maju, bukanlah disebabkan oleh pemain asing. Menurut saya, pemain asing pun sejatinya tak ingin mengambil tembakan atau membawa bola sebanyak itu. Kalau bisa, mereka catch and shoot saja, sebagai finisher saja, selayaknya peran Jordan Adams di Dewa United. Portofolio mereka tetap bagus, kerja semakin sedikit, dan bayaran pun tetap atau bahkan bisa tambah banyak. 

Permasalahannya kini adalah, seberapa banyak pemain lokal kita yang mampu mengambil peran tersebut? Berapa banyak pemain lokal kita yang bisa dipercaya untuk membawa bola dari belakang sampai depan dengan aman? Jika pemain asingnya fasilitator, seberapa banyak pemain lokal kita yang bisa efektif dalam menyelesaikan tembakan-tembakan mereka? Pertanyaan retorika di atas jawabannya adalah sangat sedikit, sangat-sangat sedikit. 

Sejatinya, kita tak perlu mendatangkan pemain asing untuk melihat hal ini. Saat liga tak menggunakan pemain asing, atau paling dekat ya Piala Presiden 2022 lalu, kita bisa meliha bahwa hanya segelintir pemain yang mampu berkontribusi dengan tinggi dan efektif. Ah tidak usah jauh-jauh. MVP lokal musim lalu, Kaleb Gemilang, catatan 18,5 poin per gimnya adalah catatan poin per gim tertinggi pemain lokal sepanjang sejarah. Ini saja sudah menunjukkan bahwa pemain kita tidak cukup produktif, apalagi efektif dalam bermain. 

Contoh langsung musim ini bisa kita lihat di sosok Kaleb, Abraham Wenas, Abraham Damar Grahita, Yudha Saputera, Stevan Neno, Fisyaiful Amir, Calvin Biyantaka, dan Ryan Mauliza. Nama-nama ini bisa memanfaatkan situasi kehadiran dua pemain asing di lapangan. Mereka tahu bagaimana menempatkan diri dan memanfaatkan kesempatannya. Masing-masing dari nama-nama di atas menembak rata-rata lebih dari tujuh kali per gim. Khusus Abraham Damar Grahita dan Yudha Saputera bahkan menembak rata-rata lebih dari 10 kali per gim. Abraham menembak 11,1 kali per gim sedangkan Yudha 10,8 tembakan per gim. 

Dua nama terakhir, Calvin dan Ryan punya situasi yang menarik. Calvin adalah garda utama Satya Wacana, ia memegang banyak bola untuk tim. Sayangnya, Calvin masih sangat tidak efektif dengan akurasi hanya 18 persen. Ryan jelas berbeda. Baru bermain empat kali, Ryan bermodal percaya diri, kerja keras, dan situasi yang menguntungkannya. Rajawali Medan kehilangan Cassiopeia Manuputty dan Juan Alexius karena cedera. Coach Raoul Miguel Hadinoto (Ebos) memberikan Ryan kepercayaan yang ditebus dengan baik. Ryan menembak 7,25 tembakan per gim dan memasukkan 3,25 di antaranya (44 persen). Akurasi dan frekuensi ini jadi yang tertinggi di Rajawali. 

Intinya, nama-nama ini dipercaya oleh pelatih dan pemain-pemain asing untuk mengambil tembakan dalam jumlah yang banyak. Mengapa mereka dipercaya dan percaya diri melakukan itu? Gampangnya menurut saya adalah mereka melakukan upaya dan latihan yang lebih banyak daripada yang lain. Di mana? tentunya saat latihan. Seperti kata Coach Ebos tentang Ryan, "Ia menunjukkan kerja keras yang luar biasa selama latihan. Ia memanfaatkan menit yang saya berikan dengan baik. Oleh karena itu ia layak mendapatkan apa yang ia dapatkan."

Beberapa pemain asing yang sempat saya ajak berbincang pun mengamini hal ini. Mereka akan senang jika barisan lokal bisa percaya diri dan efektif dalam memanfaatkan peluang mereka. Beberapa pemain asing ini pun bahkan masih percaya bahwa mereka hadir di Indonesia untuk membantu pemain lokal, bukan sebaliknya. Kini, semuanya kembali ke barisan pemain lokal sendiri. Seberapa besar keinginan mereka untuk menjadi lebih baik. Seberapa besar mereka ingin meraih kemenangan. Seberapa kuat mereka mengupayakan diri untuk menjadi salah satu mesin poin bagi tim mereka. 

Tidak peduli berapapun pemain asing yang hadir di sebuah tim, jika pemain lokal tersebut memang memenuhi standar untuk bersaing, rasanya mereka akan terlihat di lapangan. Seperti kata kepala pelatih Pantai Gading kepada kami pada Piala Dunia FIBA 2023 lalu. "Jika Anda pemain bagus, maka Anda adalah pemain bagus. Tidak akan ada yang bisa membantah itu bagaimanapun caranya." Alih-alih menyalahkan situasi, sebaiknya seluruh barisan lokal memanfaatkan kehadiran pemain asing ini untuk belajar, bersaing, dan menjadi lebih baik dari semua aspek. 

Foto: Ariya Kurniawan

 

Komentar