IBL

Dalam beberapa artikel yang saya tulis, saya sering menyebut bahwa pemain favorit saya adalah Rajon Rondo. Dan hari ini, Senin 12 Oktober 2020, saya cukup bahagia melihat Rondo akhirnya bisa sekali lagi menjadi juara NBA. Ya, bagi Anda yang tidak terlalu mengikuti perjalanan karier Rondo, ia adalah juara dua kali NBA. Gelar pertama ia dapat pada 2008 bersama Boston Celtics yang kala itu dinaungi oleh trio Kevin Garnett, Ray Allen, dan Paul Pierce.

Rondo jadi pemain pertama yang mampu juara bersama Boston Celtics dan Los Angeles Lakers, dua tim legendaris NBA yang kini sama-sama total memiliki 17 gelar juara. Sebenarnya ada satu nama lagi yang pernah juara dengan Celtics dan Lakers. Ia adalah Clyde Lovellete. Namun, kala itu Lakers masih berstatus Minneapolis Lakers.

Akan tetapi, ada perbedaan mencolok dari dua gelar yang didapat Rondo ini. Selain berselisih 12 tahun, Rondo juga memiliki peran yang jauh berbeda. Di gelar pertamanya, Rondo adalah pemain utama. Ia adalah pengatur serangan di tengah tiga opsi menyerang terbaik Celtics atau bahkan di liga kala itu. Sedangkan di gelar kali ini, Rondo adalah pemimpin barisan bangku cadangan. Rondo membawa ketenangan untuk Lakers saat barisan utama mengambil istirahat mereka. Pun demikian, satu yang tak berubah adalah kemampuannya sebagai “metronom” di lapangan.

Metronom memiliki arti di Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah alat untuk menentukan tempo komposisi musik melalui bunyi ketukan irama dan saya rasa Rondo adalah sosok yang layak diberi label Sang Metronom. Ia membaca situasi dengan sangat baik. Ia tahu betul kapan timnnya harus bermain cepat kapan ia harus menunda serangan. Ia mengerti kapan bola harus dialirkan ke Anthony Davis atau LeBron James dengan permainan satu lawan satu mereka hingga memainkan pola pergerakan bola yang apik.

(Baca juga: Virus Buka Baju JR Smith, Sindiran untuk Antetokounmpo, Hingga Kerusuhan di LA)

Hal ini terbukti dengan catatan 6,6 asis per gim milik Rondo selama di playoff. Ia hanya kalah dari LeBron yang membuat 8,8 asis per gim. Namun, “kekalahan” ini bisa dianggap wajar karena LeBron memang adalah fasilitator utama tim. Di sisi lain, statistik on/off court semakin menguatkan kehebatan Rondo sebagai metronom. Lakers memiliki catatan AST% +10 persen saat Rondo ada di lapangan sementara LeBron justru -0,3 persen.

Melihat Rondo kembali bermain laiknya ia bermain di Celtics membuat saya sedikit mengingat masa-masa buruk setelah ia pergi dari Boston. Pertukarannya ke Dallas Mavericks sempat membuat publik memandang buruk Rondo. Ia gagal menyatu dengan sistem yang ada dan dikabarkan terlibat perseteruan dengan Kepala Pelatih Mavericks, Rick Carlisle. Di pertandingan playoff, Rondo terlihat tak niat bermain dan akhirnya ia tak lagi dimainkan di sisa seri hingga tak lagi bersama tim di jeda transfer.

Perpindahannya ke Sacramento Kings sedikit membuat saya sumringah. Pasalnya, kala itu Kings masih dihuni DeMarcus Cousins dan Rudy Gay yang sedang dalam masa jayanya. Sayangnya, Kings tak punya skuat mumpuni selain tiga pemain ini untuk melaju ke playoff. Kings finis di urutan ke-10 Wilayah Barat namun Rondo memimpin daftar asis NBA dengan  11,7 asis per gim. Selain itu, Rondo juga mencetak enam tripel-dobel di musim ini yang membuatnya jadi pemain Kings pertama yang mampu melakukan hal tersebut.

Rondo hanya semusim bersama Kings. Di jeda musim, ia memutuskan bergabung dengan Chicago Bulls untuk bermain bersama rivalnya di final kali ini, Jimmy Butler, dan juga legenda Heat, Dwyane Wade. Ketiganya berhasil membawa Bulls lolos ke playoff. Sayangnya, cedera membuat langkah mereka tak jauh. Mereka kalah enam gim atas Celtics di putaran pertama playoff.

Jika Anda melihat koneksi yang baik antara Rondo dengan Anthony Davis di Lakers, hal ini tidak terjadi dalam waktu instan. Di musim 2017-2018, keduanya bermain bersama di New Orleans Pelicans. Mereka juga bermain bersama DeMarcus Cousins yang juga disebut berhak mendapatkan cincin juara Lakers. Ketiganya bermain apik di musim reguler sampai Cousins terkena cedera achilles yang membuat semuanya berubah. Pelicans memang berhasil melewati putaran pertama playoff, tapi menghadapi Golden State Warriors di putaran selanjutnya, mereka tak berkutik.

Pelicans memutuskan tak memberi perpanjangan kontrak untuk Rondo dan Cousins. Cousins menyebrang ke Warriors sedangkan Rondo secara mengejutkan gabung Lakers. Bergabungnya Rondo ini cukup menarik, apalagi Lakers juga merekrut LeBron. Pasalnya, selama bermain, utamanya saat membela Celtics, Rondo dikenal sebagai rival sejati dari Lakers dan LeBron.

Di final NBA 2008 dan 2009, Rondo dan Celtics menghadapi Lakers yang masih diperkuat mendiang Kobe Bryant. Hampir di seluruh gim, Rondo bertindak sebagai “bad guy”. Ia bermain cukup keras tapi juga cukup cerdik. Ia bisa dibilang menjadi Metta World Peace dari sisi Celtics. Hal itu sempat membuatnya menjadi sosok yang dibenci publik Lakers, meski tidak dibenci separah Dwight Howard.

(Baca juga: Vanessa Bryant: Kobe Benar tentang Rob Pelinka)

Pun begitu dengan LeBron. Ia juga secara terus menerus menjadi rival dari LeBron saat ia masih bermain Di Cleveland Cavaliers ataupun sudah di Miami Heat. Saat menghadapi Heat di playoff 2012, Rondo bahkan sempat mencetak 44 poin, 8 rebound, dan 10 asis. Ini adalah gim paling produktif pemain asli Louisville, Kentucky ini sepanjang kariernya.

Meski memiliki sejarah rivalitas hebat, ternyata Rondo, Lakers, dan LeBron bisa menyatu dengan baik. Di musim pertama, dengan skuat muda dan deretan cedera, Lakers gagal lolos ke playoff. Namun, musim ini, musim kedua, mereka menunjukkan ketangguhan. Dengan perubahan peran LeBron menjadi point guard utama tim dan menggeser Rondo ke bangku cadangan, Lakers jadi memiliki dua pengatur serangan tangguh di dua lapisan tim mereka. Hal ini bisa dibilang menjadi kunci keberhasilan Lakers sepanjang musim.

Sebagai orang yang mengagumi Rondo, sudah cukup lama saya tidak melihat gairah bermain yang sama darinya dibandingkan dengan musim ini. Cara Rondo memimpin serangan Lakers musim ini benar-benar mengingatkan saya atas penampilannya bersama Celtics, utamanya di tahun 2011 – 2012. Rondo selalu bisa membuat rekan-rekannya berada di posisi terbaik untuk melakukan eksekusi dan ia melakukannya dengan terlihat sangat mudah.

“Sudah cukup lama saya menanti hal ini (juara),” ujar Rondo usai gim. “Bisa kembali ke performa seperti sekarang dan mendapatkan peran besar dalam perjalanan menjadi juara adalah sebuah perasaan yang luar biasa. Saya akan mengingat ini sepanjang hidup saya,” pungkas pemain yang total mencetak 105 asis di playoff kali ini (terbanyak untuk seorang pemain cadangan dalam sejarah NBA).

(Baca juga: Dari LeBron James untuk Barisan Pembenci)

Melihat seluruh perjalanan Rondo utamanya setelah meninggalkan Celtics, pencapaian ini rasanya sulit untuk dipercaya. Namun, seperti yang sudah saya tulis di awal, saya sangat bahagia melihat Rondo kembali menjadi juara. Melihatnya kembali menikmati pertandingan. Melihatnya kembali menyuguhkan aksi-aksi umpan yang tidak saya lihat ada di point guard lain. Selamat hidup kembali Rondo!

Foto: NBA

 

Komentar