IBL

Piala Srikandi telah berjalan selama tiga musim. Para pengurusnya terus berusaha untuk mengembangkan bola basket perempuan di Indonesia. Mereka sadar bahwa perempuan juga perlu wadah. Dengan semangat kolektif, hal itu pun terlaksana.

Deddy Setiawan, koordinator Piala Srikandi sekaligus pemilik klub Merpati Bali, menjadi salah satu sosok di balik liga perempuan ini. Ia bersama pengurus dari lima klub lainnya bahu-membahu menggelar pertandingan demi pertandingan agar bola basket perempuan bisa berjalan. Mereka bahkan rela lompat dari satu kota ke kota lainnya untuk menjangkau lebih banyak orang.

Pada seri kedua di Jakarta, saya berkesempatan untuk bertemu dengan Deddy. Saya menanyakan beberapa hal terkait Piala Srikandi. Obrolan kami tidak panjang, tetapi cukup untuk mengetahui seperti apa perjalanan Deddy cs. dalam mengembangkan liga perempuan.   

Piala Srikandi sudah masuk musim ketiga. Keempat bahkan jika menghitung turnamen kolektif yang pertama. Pada musim ketiga, seperti apa perkembangannya?

Kalau saya lihat, pada musim ketiga, perkembangan yang signifikan ada di viewer livestreaming. Saya lihat ada growth yang lumayan.

Kalau dari segi kompetisi, dulu cuma Merpati dan Sahabat yang ketat pertandingannya. Sekarang sudah ada GMC yang mulai berbenah. Jadi, semangat kompetisi tim sudah mulai terlihat.

Dari segi ketertarikan, saya lihat beberapa media juga turut hadir di sini. Apa tanggapannya?

Soal media, di Seri Jakarta ini banyak yang meliput. Pada hari pembukaan kemarin ada stasiun tv juga.

Srikandi dibangun dengan semangat kolektif. Boleh diceritakan seperti apa perjalanannya?

Saya rasa karena komitmen teman-teman, Srikandi bisa seperti ini. Kami berkomitmen untuk mengembangkan liga ini. Apalagi wasit juga sudah ditanggung bersama tahun ini. Masuk ke tahun ketiga, kami cukup solid, ya.

Secara teknis, bagaimana Srikandi ini berjalan?

Secara teknis, sih, kami dibantu teman-teman, kru-kru yang tidak money oriented. Jadi, mereka benar-benar mengerjakan ini karena passion. Passion mereka di bola basket. Kalau mencari uang di sini, saya rasa tidak berjalan.   

Setiap seri punya tuan rumah berbeda. Pada seri kedua, Scorpio menjadi tuan rumah. Bagaimana Pak Deddy memberi arahan kepada tuan rumah dalam menyelenggarakan standar kompetisi yang sama per serinya?

Kami, panitia pusat, punya juplak—petunjuk pelaksanaan event. Kami punya standarisasi. Ada ceklis yang mesti dipenuhi tuan rumah.

Apa saja?

Ada beberapa. Misalnya, harus ada e-board, harus ada internet yang mumpuni untuk livestreaming, ada sesi press conference, dan lain halnya.

Livestreaming pada zaman modern ini telah menjadi salah satu hal yang penting. Seperti apa dampaknya kepada Srikandi sendiri?

Kami baru benar-benar punya livestreaming itu tahun lalu. Selama satu tahun, perkembangannya menarik. Subscriber semakin banyak. Penggemarnya terus bertambah. Kami bisa semakin dekat lewat livestreaming.

Sekarang rata-rata penonton beralih ke digital. Dulu kami pernah sama TVRI, tapi kurang mengekspos Srikandi walaupun menjangkau seluruh Indonesia. Saya rasa livestreaming Srikandi lebih bagus lewat YouTube. Orang-orang jadi lebih tahu kalau liga bola basket perempuan itu, ya, Srikandi.

Pada awalnya Srikandi berbentuk turnamen dengan nama berbeda setiap serinya. Coba ceritakan masa-masa itu! Apa yang membuat teman-teman membentuk Srikandi?

Saat WIBL tidak bisa diselenggarakan bersama IBL lagi, kami—para pengurus—berpikir tentang pembinaan. Klub, kan, rata-rata punya pembinaan. Merpati sendiri punya kelompok umur 10, 12, 14, 16, dan 18.

Lantas, mereka ini latihan dari kecil ujungnya mau ke mana? Kalau laki-laki, kan, punya panggung bernama IBL. Putri punya panggung apa? Kami memikirkan itu.

Kami kemudian sepakat dengan klub-klub supaya perempuan punya wadah. Biar jumlah pebasket perempuan tidak menurun. Mereka punya panggungnya sendiri. Kami jalankan itu secara kolektif.

Inisiatornya siapa?

Sebenarnya Pak Dany Kosasih (Perbasi) itu salah satu inisiatornya juga. Beliau berterima kasih sekali karena kami mau menyelenggarakan kompetisi ini. Dulu, di awal, setiap seri punya nama berbeda-beda. Setiap kota ada pialanya. Namun, saya lihat, komposisi pertandingan seperti itu kurang pas. Sebab, satu klub dengan klub lainnya tidak bertemu dengan jumlah pertandingan yang sama. Akhirnya, teman-teman sepakat untuk memilih berbagai hal: nama yang mudah dikenal, kompetisi yang cocok, dan berbagai macamnya.

Dulu waktu Merpati pertama kali ikut WIBL hanya main enam kali sampai grand final. Bayangkan, gaji 12 bulan tapi main cuma enam kali. Terlalu sebentar.

Format kompetisi seperti ini baru berjalan tahun lalu?

Iya, tahun lalu. Supaya para pelatih juga belajar tentang strategi mereka. Dari seri pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Sampai peak performance di playoff.

Dulu ada beberapa klub yang ikut Srikandi, tetapi mengundurkan diri. Apa yang membuat klub yang ada sekarang tetap di sini? Pak Deddy melakukan cara-cara tertentu untuk mengikat mereka?

Kalau saya, sih, untuk mengikat teman-teman ini cuma butuh semangat dan visi-misi yang sama. Komitmen juga. Ada komitmen untuk membangun bola basket perempuan.

Pak Deddy sendiri bisa menjadi koordinator Srikandi karena apa?

Semua menunjuk saya waktu itu. Mungkin karena paling muda. Saya menurut saja sama orang tua, hahaha.

IBL digelar oleh promotor supaya tidak ada conflict of interest, tetapi Srikandi tidak begitu. Orang-orang percaya kepada Pak Deddy meski juga menjabat sebagai pemilik Merpati. Ada tanggapan?

Iya, karena saya berusaha menunjukkan kalau saya netral. Saya merasa menang itu bukan segalanya.

Sulit tidak untuk menjalankan dua peran berbeda bersamaan?

Saya, sih, tidak sulit. Teman-teman dari klub lain keras kepada saya. Jadi, merasa tidak ada beban karena tahu ada yang mengawasi. Saya juga tahu caranya menempatkan posisi.

Selanjutnya ada ide-ide apa lagi untuk mengembangkan Srikandi?

Saya sedang berpikir tentang penonton. Oke, penonton online sudah bagus, lalu bagaimana mendorong penonton untuk ke lapangan. Saya ingin crowd-nya bagus juga.

Saya memikirkan side activity yang bagus buat meramaikan pertandingan Srikandi. Saya berdiskusi sana-sini supaya mendapatkan ide.

Apa harapan Pak Deddy untuk bola basket Indonesia, terutama perempuan?

Saya harap, sih, tim putri punya prestasi. Tim nasional putri bisa berprestasi. Tim putra belum pernah (mendapat medali) emas, saya harap putri bisa.

Tim putra punya jarak yang terlalu jauh dengan Filipina. Tim putri masih punya harapanlah. Semoga saja.

Oke, semoga harapannya bisa terlaksana. Piala Srikandi juga terus berjalan dan mendorong prestasi-prestasi yang lebih banyak. Terima kasih sudah mau berbincang-bincang dengan Mainbasket.

Iya, terima kasih kembali.

Foto: Achmad Rohman Ramadhan, Alexander Anggriawan, dan Mei Linda

Komentar