IBL

Make some noise!

Kalimat ini sering kita dengar keluar dari pembawa acara di gim-gim IBL atau ABL. Kalimat serupa, pernah pula saya dengar dari pembawa acara di sebuah gim di NBA.

Ada sedikit perbedaan saat membandingkan perintah “Ayo berisik!” ini ketika datang dari pembawa acara IBL dan ABL dibandingkan dengan pembawa acara NBA. Di NBA, ketika mereka meminta penonton untuk berisik, mereka ingin agar para penonton benar-benar berisik. Pembawa acara bahkan mengulang-ulang ajakannya. Di layar besar di atas arena maupun layar-layar lain yang mengelilingi arena juga tertulis ajakan serupa. “Noise!

Menjadi arena atau kumpulan fan yang paling berisik sepertinya jadi kebanggaan tersendiri bagi pendukung-pendukung tim NBA. Ketika arena sedang berisik atau sengaja diajak berisik, panitia penyelenggara biasanya menghitung tingkat berisik atau kebisingan arena tersebut. Hitungannya dalam satuan desibel. Semakin tinggi angka desibelnya, semakin berisik arena itu.

Rumah Sacramento Kings Golden 1 Center adalah salah satu yang paling berisik di NBA. Arena ini berhasil meneruskan tradisi serupa dari arena sebelumnya Sleep Train Arena atau Arco Arena.

Berisik atau bisingnya arena Sacramento Kings bukan hanya datang dari suara teriakan penonton. Namun juga dari alat bantu yang dibawanya.

Genta atau lonceng kalung sapi adalah alat bantu yang membuat rumah Sacramento Kings sangat berisik. Ketika Scott Freshour, pembawa acara kebanggaan mereka mengajak untuk berisik, lonceng sapi yang dibawa penonton serentak berbunyi. Berisik bukan main. Skala tingkat kebisingannya kemudian ditampilkan di layar besar.

Konon, tradisi membawa lonceng sapi ke arena ini berawal pada Final Wilayah Barat tahun 2002. Saat itu, Sacramento Kings mengalami tahun terbaiknya dengan muncul di final wilayah melawan Los Angeles Lakers. Dalam sebuah wawancara, pelatih Lakers Phil Jackson mengatakan bahwa Sacramento adalah “kota peternakan sapi tua”. Komentar tersebut memicu para pendukung Kings untuk datang ke arena membawa lonceng sapi. Kings bermain kesetanan walau kemudian kalah 3-4, dan gim ketujuh harus berakhir lewat babak tambahan waktu.

Kebanggaan Sacramento Kings terhadap lonceng sapi ini bahkan naik ke level yang lebih tinggi. Siluet tiga dimensi lonceng kalung sapi ini pernah dipasang di atap Golden 1 Center. Yup, lonceng sapi! Bukan siluet mahkota seperti logo Kings.

Tradisi lonceng sapi di Sacramento Kings mewujud lain di GOR Kertajaya Surabaya, rumah BTN CLS Knights Indonesia yang kini tengah berkompetisi di ABL 2018-2019. Setidaknya di dua laga terakhir di Kertajaya, ada sumber bunyi lain yang menambah kebisingan ketika CLS Knights bertanding.

Tutup panci.

Dua buah tutup panci alumunium yang diadu bisa mengeluarkan suara bising yang cukup keras. Penampakannya pertama kali saya liha pada laga playoff pertama CLS Knights melawan Saigon Heat di Kertajaya, 30 Maret 2019. Beberapa anak kecil didampingi orang tua mereka menyaksikan laga dari tepi base line sisi timur lapangan di Kertajaya. Aksi mereka membenturkan dua tutup panci sangat menarik perhatian. Apalagi ketika itu dilakukan di hadapan para pemain Heat yang ada di dekat mereka. Hasilnya tidak mengecewakan. CLS Knights menang jauh 84-59.

Setelah CLS Knights kalah 81-86 di gim kedua playoff, gim ketiga kembali digelar di Kertajaya. Menariknya, kali ini lebih banyak lagi penonton yang membawa tutup panci. Panitia penyelenggara bahkan berseloroh ada kejutan di bawah kursi penonton di pinggir lapangan. Ketika para penonton di pinggir lapangan merogoh ke bawah kursi, mereka menemukan sepasang tutup panci.

Gim ketiga yang berlangsung tanggal 7 April di Kertajaya, bagi saya menjadi salah satu, kalau bukan menjadi pertandingan paling berisik yang pernah terjadi di Kertajaya. Tentu ini butuh pengakuan data bersatuan desibel. Namun data itu memang tidak disiapkan (mungkin di laga berikutnya menarik untuk dihitung). Walau beberapa penonton yang hadir saat itu sepakat bahwa kontribusi tutup panci yang beradu dalam menyumbang persentase kebisingan sepertinya cukup signifikan.

Pertanyaan menggelitik kemudian muncul. Seberapa besar pengaruh sebuah kebisingan arena terhadap kemenangan atau performa tim yang didukung? Ini butuh riset dan data. Tapi kalau pakai rabaan kasar, beberapa temuan bisa berbanding lurus, bisa pula berbanding tidak lurus.

Sacramento Kings adalah contoh perbandingan yang tidak lurus. Mereka bangga dengan kebisingan mereka (bahkan memasang genta sapi di ubun-ubun Golden 1 Center). Namun bagi performa tim, mereka belum lagi merasakan meriahnya playoff sejak 2005-2006.

Oracle Arena milik Golden State Warriors juga dianggap sebagai salah satu arena paling bising di NBA. Kebisingan ini rupanya berbanding lurus dengan pencapaian mereka beberapa tahun terakhir (ya tentu saja komposisi pemain lebih penting).

Bagaimana dengan CLS Knights?

Tutup panci sudah hadir di dua gim terakhir di Kertajaya. Keduanya berujung kemenangan bagi CLS Knights. Di laga ketiga melawan Saigon Heat, CLS Knights menang 68-56 dan berhak lolos ke semifinal ABL.

Secara statistik, kehadiran tutup panci dan efeknya berimbas positif bagi performa CLS Knights. Dua gim dengan tutup panci, sama dengan dua kemenangan. Oleh karena itu, tradisi ini sepertinya layak untuk diteruskan. Walau mengganti atap GOR Kertajaya dengan desain tutup panci tentu terdengar agak berlebihan.

CLS Knights kini tengah bersiap menghadapi Mono Vampire Thailand di semifinal ABL. Dengan sistem "Best of Three", gim pertama akan berlangsung di GOR Kertajaya Surabaya, 21 April. Mari kita lihat, berapa banyak penonton yang akan membawa sepasang tutup panci, seberapa berisiknya Kertajaya, dan yang lebih penting, seberapa besar pengaruh tutup panci dalam membuat kebisingan dan membuat CLS Knights menang nantinya.(*)

Foto: Dika Kawengian

Komentar