IBL

Di kantor Mainbasket, kami terbiasa menggunakan baju kasual saat bekerja. Baju yang biasa kami gunakan di antaranya kaus, celana jeans, sepatu, serta luaran. Luaran yang kami maksud adalah baju hangat. Uniknya, setiap orang dari kami memiliki baju hangat bertudung (hoodie). Bahkan pemimpin redaksi Mainbasket, Rosyidan, nyaman menggunakannya saat bekerja.

Bagi sebagian orang, hoodie mungkin sebatas pakaian. Namun faktanya, salah satu jenis luaran ini punya kisah yang cukup panjang.

 

Baju hangat ini dibuat Knickerbocker Knitting Company antara 1919-1935. Sangat disayangkan tidak ada tahun pasti kapan pakaian ini pertama kali dibuat. Mereka hanya memproduksi hoodie untuk buruhnya agar tetap nyaman bekerja ketika musim dingin.

Perusahaan garmen ini masih ada hingga kini, tapi telah berganti nama menjadi Champion’s Athletic. Mereka kemudian mematenkan desain hoodie karena sempat muncul perdebatan dengan Russell Athletic. Di waktu hampir bersamaan, Russell Athletic juga membuat pakaian serupa untuk kebutuhan militer hingga pemain sepak bola amerika (american football).

Rolling Stones sempat mengutip ucapan Harold Lipson, mantan CEO Champion’s Athletics, tentang asal mula kegunaan hoodie. “Pakaian ini dulu kami buat untuk pekerja dan tukang kayu agar tetap nyaman bekerja di cuaca yang tidak bersahabat. Kami membuatnya dari bahan pakaian dalam yang sengaja kami tenun sehingga lebih tebal dua kali lipat,” kata Lipson. 

Dari kiri: Senen Reyes (Sen Dog), Lawrence Muggerud (DJ Muggs), Bobo (Eric Correa), dan B-Man (Louis Freese). Mereka tergabung dalam Cypress Hill. Grup hip hop yang mempopulerkan hoodie di komunitasnya.

 

Kabar baju buatan Champion’s itu dengan cepat menyebar terutama di kota asalnya, Massachusetts, Amerika Serikat. Bahan baju yang elastis ternyata nyaman digunakan atlet yang juga ingin berlatih di musim dingin. Akhirnya, Champion’s membuat hoodie untuk dipasarkan ke para atlet sepak bola amerika, bersaing dengan Russell Athletics.

Selama hampir 30 tahun, hoodie adalah perlengkapan wajib atlet untuk berlatih di musim dingin. Tak hanya itu, di era 1960-an sampai 1970-an, olahraga telah jadi gaya hidup masyarakat urban. Hal ini terbukti dengan mulai tingginya minat sepatu olahraga (sneaker) kala itu. Dua perlengkapan busana tersebut acap kali ditemui di jalanan serta di area pusat kebugaran seperti stadion, jalanan dan taman kota.

Merujuk pada buku Graffiti New York karya Eric “Deal” Felisbret, 1974 dan 1975 adalah tahun di mana hoodie mulai dikenal di kultur graffiti, b-boy dan hip hop. Di tahun itu, tulis Felisbret, anak muda mulai menggunakan hoodie untuk tetap bisa berlatih breakdance di cuaca buruk. Harganya yang terjangkau juga membuat anak muda berkantung tipis mampu membelinya.

Di buku ini pula, penulis yang juga seorang seniman graffiti ini mengungkapkan, hoodie kerap digunakan pengutil dan mereka yang ingin menyembunyikan identitasnya. “Di era itu, kaum terpinggirkan biasa melebur bersama kalangan-kalangan borjuis untuk mengutil kalung, mengambil makanan, hingga bir gratis. Mereka menggunakan tudungnya sebagai alat untuk menutupi wajah agar tidak mudah diingat,” katanya. Walau digunakan untuk melakukan tindakan kriminal, Felibret menceritakan kehadiran hoodie tetap dihormati.

Artis graffiti kala itu juga kerap menggunakan hoodie untuk menyembunyikan wajah mereka. Cerita itu disampaikan Zephyr, penggiat kultur graffiti di New York. “Kami sering mencorat-coret bis, tembok, mobil dan bagian depan toko. Tentu saja tanpa seizin pemiliknya. Tudung hoodie digunakan untuk melindungi wajah kami,” pungkas pria bernama asli Andrew Witten ini.

Sementara itu, kultur papan luncur (skateboard) punya cerita tersendiri dengan baju hangat ini. Daerah Santa Monica, tempat lahirnya olahraga ini, sempat dihiasi dengan anak muda pemberontak yang berkeliling kota dengan papan luncurnya hingga ke kolam kering warga. Kehadiran mereka tentu tidak diharapkan orang namun mereka tetap melakukannya. Tren itu dipopulerkan oleh Z-Boys, sekumpulan anak muda penggiat olahraga papan luncur di Santa Monica. Mereka pulalah yang mencetuskan cara ekstrim mengendarai papan luncur di medan-medan sulit.

Sampul majalah Thraser edisi Maret 2017. Menampilkan atlet papan luncur legendaris Jim Greco yang sedang menggunakan hoodie berwarna merah.

 

“Bila Anda memutuskan terjun ke olahraga papan luncur kala itu, Anda harus berani bermain skateboard di perumahan hingga menembus garasi penduduk untuk bermain di kolam belakang. Kami butuh tudung hoodie agar wajah kami tak dilihat dan diingat orang,” kata Jocko Weyland pada Rolling Stones. Ia dan sahabatnya, Mark Gonzales, adalah atlet papan luncur profesional sekaligus saksi mata perilaku tersebut di lingkungan tempat mereka tumbuh.

Hal itu terkesan liar, namun dianggap membanggakan bagi pelakunya. Kegiatan itu kemudian didokumentasikan dengan apik oleh Thrasher, majalah papan luncur pertama di dunia, yang terbit pertama kali pada 1981. Di berbagai edisi, Thrasher kerap memunculkan sosok pemain papan luncur yang bergaya diatas papan dengan menggunakan hoodie.

Kultur itu kemudian merambah ke dunia musik. Genre hardrock dan punk jadi penggiat utama. Grup musik sekaliber Black Flag, D.O.A, hingga Descendents kerap manggung menggunakan hoodie. Hal itu juga terkait personilnya yang juga suka bermain papan luncur. “Bayangkan bila dua kultur bawah tanah itu bergabung menjadi sebuah komunitas baru. Anak muda yang ada di dalamnya sangat antusias dan masif,” tutur David Browne. Browne sendiri adalah penulis di Rolling Stones dan pengarang buku olahraga ekstrim berjudul “Amped”.

Sampul album Enter the Wu-Tang (36 Chambers) karya Wu-Tang Clan. 

 

Memasuki 1990-an, hoodie mulai tampak di genre rap setelah grup legendaris NWA, Wu Tang Clan dan Cypress Hill menggunakan hoodie di berbagai kesempatan. Hoodie juga menghiasi sampul album Enter the Wu-Tang (36 Chambers) yang dirilis pada 1993. Album itu melejit, melambungkan pamor Wu Tang Clan serta hoodie yang mereka pakai di sampulnya.

Musik sarkastik dengan lirik satir jadi ciri khas musik rap. Mereka kerap mengutarakan pendapat hingga mengkritisi pemerintah lewat untaian kata. Mereka pun kerap menggunakan hoodie sebagai pemanis penampilan mereka.

Sementara dari ranah film, hoodie semakin dikenal lewat akting apik Sylvester Stallone di film Rocky yang rilis pada 1976. Di film tersebut, Rocky Balboa tergambar sebagai petinju yang punya daya juang tinggi serta pantang menyerah. Sosoknya yang heroik itu juga tergambar lewat pola latihan yang keras. Rocky selalu menggunakan hoodie abu-abu ketika berlatih.

Hoodie telah melewati yang berawal dari baju hangat buruh kelas bawah, menjelma sebagai baju yang menghangatkan badan anak muda yang ingin mendobrak batas aturan. Kesan nakal dan liar seketika muncul bila ada yang menggunakan hoodie beserta tudung yang ditelungkupkan di kepala.

Aksi solidaritas untuk Trayvon Martin. Remaja yang dibunuh karena berperilaku "mencurigakan" oleh George Zimmerman. Salah satu indikasi "mencurigakan" menurut Zimmerman adalah karena Martin menggunakan hoodie.

 

Sementara di Amerika Serikat, isu rasialisme diam-diam masih jadi kutu di antara lingkungan yang digemborkan aman dan nyaman. Pada 26 Februari 2012 silam, George Zimmerman secara membabi-buta menembak Trayvon Martin. Remaja berusia 17 tahun itu adalah seorang keturunan Afrika-Amerika yang lewat di depan rumah Zimmerman. Naasnya, Martin menggunakan hoodie dengan memasang tudungnya. Di persidangan, Zimmerman mengaku merasa khawatir dengan kehadiran Martin yang ia anggap tampak mencurigakan.

Dampak penembakan itu berbuntut panjang. Isu itu merembet ke isu ras, ekonomi, identitas, hingga kelas sosial. Muncul gerakan Black Lives Matter yang diprakarsai oleh Jay-Z. Mereka menyuarakan bahwa orang kulit hitam juga berhak hidup layak dan aman tanpa dihakimi.

Aksi ini juga didukung para pemain NBA yang kemudian menggunakan hoodie sebagai simbol solidaritas serta dukungan untuk Trayvon. Pemandu berita FOX News, Geraldo Rivera, sempat menyarankan agar penduduk keturunan Afrika-Amerika tidak menggunakan hoodie berwarna hitam agar tak menimbulkan keresahan.

Pemain Miami Heat tahun 2012 berpose menggunakan hoodie sebagai bentuk aksi solidaritas terhadap Trayvon Martin.

 

Sebagai salah satu jenis busana, hoodie telah melewati kultur yang terlampau dalam. Berawal dari baju hangat untuk buruh, hoodie merambah ke dunia musik menghiasi musisi yang menyuarakan kesetaraan lewat lirik sarkastik. Kesan itu seakan membuktikan bahwa hoodie punya kisah panjang di belakangnya.

Bagi Anda yang ingin tetap beraktivitas walau cuaca kurang mendukung, tak ada salahnya untuk menggunakan hoodie sebagai luaran. Merek-merek luar negeri kebanyakan telah menyertakan hoodie sebagai luaran wajib karena fleksibilitas berpadu dengan kenyamanannya diburu banyak orang. Selain itu, Anda juga bisa mendapatkannya di DBL Store lewat hoodie edisi terbaru yang terinspirasi dari kultur streetwear.

Sumber Foto: Billboard, Thraser, CBS News

 

Baca Juga:

Karhu, Sepatu Tertua yang Masih Berlari

Nike Air Force 1, Siluet Klasik Modern yang Tak Lekang oleh Waktu

Komentar