IBL

Dwight Howard tersenyum dan menangis haru dalam Instagram Live miliknya sembari memeluk trofi Larry O’Brien. Gelar juara ini adalah mimpi tertingginya sebagai seorang pemain dan Howard sudah melakukan perjalanan panjang untuk bisa memeluk trofi ini. “Jangan pernah menyerah atas mimpi kalian. Saya bersumpah kepada kalian, jangan pernah menyerah! Teruslah berjuang dan ia akan datang padamu!,” ucap Howard sembari terisak.

Melihat keseluruhan karier Howard, bukan pemandangan mengejutkan ia terharu. Datang ke liga sebagai pilihan pertama NBA Draft 2004 dari bangku SMA, Howard adalah prospek cerah Orlando Magic. Memiliki bentuk tubuh yang atletis, kemampuan bertahan di atas rata-rata, hingga eksplosifitas luar biasa, Howard diharapkan bisa menjadi penerus generasi senter-senter bintang NBA dulu.

Dan Howard sebenarnya benar-benar memenuhi takdirnya, setidaknya di perjalanan delapan musimnya bersama Magic. Tiga gelar Defensive Player of the Year beruntun, memimpin statistik blok dan rebound, menjadi All Star, menjadi All-NBA Team, hingga memimpin Magic ke final NBA 2009 adalah deretan catatan apiknya selama membela Magic. Howard juga adalah top skor sepanjang masa Magic.

(Baca juga: Anthony Davis dan Gelar NBA Pertamanya)

Di akhir musim 2011-2012, Howard menolak perpanjangan kontrak yang ditawarkan Magic. Ia ingin menjadi pemain bebas setelah permintaannya untuk ditukar ke Brooklyn Nets di tengah musim tidak diwujudkan oleh Magic. Ketimbang kehilangan Howard cuma-cuma, Magic akhirnya menukar Howard di jeda musim 2012-2013 ke Los Angeles Lakers.

Kedatangan Howard otomatis membuat optimisme para penggemar Lakers membumbung tinggi. Kuartet Kobe Bryant, Pau Gasol, Steve Nash, dan Howard sudah dibayangkan akan mendominasi NBA. Sayangnya, yang terjadi justru bencana. Tim ini berkutat dengan banyak cedera dan juga tak memiliki koneksi yang baik. Howard bahkan secara terang-terangan menyebut bahwa Kobe terlalu egois dan Howard ingin mendapatkan bola lebih banyak. Saat Kobe cedera, Howard bahkan menyebut hal itu sebagai berkah untuk dirinya. Atas semua hal ini, Howard berubah menjadi musuh publik Los Angeles dan sempat dijuluki “Dwightmare.”

Di akhir musim, Howard menolak kontrak maksimal dari Lakers dan memutuskan membentuk duo dengan James Harden di Rockets. Akan tetapi, Howard di era Magic sudah tak terlihat lagi setelahnya. Howard terus mengalami penurunan karier. Ditambah dengan perubahan sistem permainan basket yang menuntut lebih banyak spacing dan kemampuan menembak jarak jauh, Howad semakin menjauh dari sorotan.

Sesudah tiga musim bersama Rockets, Howard menjadi pengelana sejati dengan bermain untuk tiga tim berbeda dalam tiga musim. Meski masih memiliki menit yang tinggi dan konsisten menorehkan rataan dobel-dobel di tiap musimnya, pesona Howard sudah tak lagi sama. Titik terendah Howard mungkin terjadi saat Washington Wizards menukarnya ke Memphis Grizzlies pada musim 2018-2019. Grizzlies tak menilai Howard mampu membantu mereka dan langsung melepasnya.

Howard memang akhirnya berbagung dengan Lakers lagi di jeda musim 2019-2020. Namun, perlu diingat, Howard bukanlah sosok yang diinginkan Lakers awalnya. Howard bergabung dengan kontrak minimal AS$2,6 juta selama satu musim setelah DeMarcus Cousins mengalami cedera ACL di tengah persiapan tim. Howard hanyalah rencana cadangan atau mungkin rencana darurat yang Lakers lakukan.

Sebelum memasuki musim, Kepala Pelatih Lakers, Frank Vogel, menjelaskan kepada Howard tentang perannya di tim. Vogel ingin Howard bisa menjadi sosok yang memimpin tim cadangan, bukan lagi menjadi sosok utama dalam penyerangan. Howard menerima peran itu dengan baik dengan menyumbangkan 7,5 poin, 7,3 rebound, dan 1,1 blok per gim. Howard menjadi sosok krusial di balik ketangguhan barisan cadangan Lakers yang akhirnya keluar menjadi juara.

(Baca juga: Dwight Howard Juara Setelah 16 Musim)

Seiring keberhasilannya meraih cincin juara pertama, sebuah cerita dari masa lalu pun mencuat. Entah siapa yang pertama kali membuat hal ini kembali naik ke permukaan, sebuah cuitan Howard pascapisah dengan Lakers 2013 lalu viral. “Saya harap saya bisa mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki semua ini. Terima kasih Los Angeles !”, tulis Howard pada 29 April 2013.

Tujuh tahun berselang, Howard menepati janjinya. Ia tak lagi merengek mengenai seberapa banyak ia terlibat dalam penyerangan Lakers. Ia tak masalah ia hanya bermain 19 menit per gim. Ia sadar bahwa yang terpenting dalam pertandingan adalah kemenangan.

Saat Lakers membutuhkan dirinya untuk menghentikan Nikola Jokic sejak tepis mula, ia menjawab dengan sempurna. Saat Lakers menilai ia justru memperlambat serangan saat melawan Rockets yang bermain small ball, Howard memberi kontribusi dari bangku cadangan. Ketika Lakers ingin mematikan Bam Adebayo, Howard juga sekali lagi menunjukkan kapasitasnya.

Howard yang kini berusia 35 tahun telah menjadi sosok yang sepenuhnya berubah dari dirinya tujuh tahun lalu. Howard sekarang adalah sosok yang jauh lebih dewasa, sosok yang mengerti bahwa pengorbanan individu adalah hal lumrah demi mendapat tujuan yang lebih besar secara tim. Howard yang sekarang adalah seorang juara NBA! (DRMK)

Foto: NBA

 

Komentar