IBL

Sudah satu bulan sejak penulis merekomendasikan buku-buku bacaan mengenai analisis statistik basket kepada para pembaca setia Mainbasket. Penulis yakin bahwa sudah cukup banyak yang mulai membaca, terutama para pelatih, atlet, dan bahkan analis basket maupun pengurus tim, yang ingin keluar dari tempurung ketertinggalan wawasan. Semakin Anda membaca, maka Anda akan semakin menyadari betapa banyaknya hal-hal bermanfaat yang belum diketahui. Membaca adalah langkah awal dari peningkatan prestasi.

Sebelum membahas lebih jauh, penulis memohon maaf pada para pembaca yang tersinggung dengan kata keterbelakangan yang penulis gunakan pada artikel-artikel sebelumnya. Penulis mendapat masukan setelah artikel tersebut terbit bahwa kata keterbelakangan sering disangkutkan dengan keterbelakangan mental maupun situasi keprimitifan yang dapat membuat seseorang merasa terhina. Dengan demikian, penulis akan mengganti kata keterbelakangan dengan kata ketertinggalan.

Ketertinggalan wawasan bukanlah sesuatu yang hina. Penulis pun tergolong sebagai ketertinggalan wawasan relatif bila dibandingkan dengan kelompok yang lebih banyak membaca, belajar, dan lebih banyak melakukan riset. Ketertinggalan wawasan relatif bukanlah masalah besar selama kita masih terus belajar.

Ketertinggalan wawasan barulah menjadi masalah serius ketika telah menjadi absolut. Artinya adalah ketika kita telah memutuskan untuk berhenti atau sudah berhenti belajar dan membaca. Dampak dari ketertinggalan wawasan absolut bisa dirasakan sendiri oleh kelompok yang sudah lama tidak belajar, tidak membaca, dan hidup yang stagnan (semoga tidak ada di antara para pembaca setia Mainbasket).

Pada artikel ini penulis juga akan menjelaskan kepada sebagian pembaca yang masih bertanya-tanya: “Mengapa berulang-ulang membuat artikel yang berhubungan dengan tinggi badan?”

Tujuan awal penulis adalah menjelaskan faktor-faktor atau hal-hal yang sangat penting dalam olahraga basket. Untuk menjelaskan hal-hal tersebut dapat menghabiskan beberapa ratus halaman dan bahkan dapat dibuat buku sekalian. Namun, penulis mendapatkan informasi bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat literasi yang rendah, sehingga lebih disarankan untuk membuat tulisan-tulisan pendek yang bersambung. Selain itu, para pembaca dapat memberikan masukan pada setiap artikelnya, sehingga penulis dapat mengetahui sejauh mana informasi yang diberikan telah dipahami oleh para pembaca, agar dapat disesuaikan dengan tulisan pada artikel selanjutnya.

Sepengamatan penulis sejak mulai mempelajari masalah basket Indonesia pada pertengahan tahun 2010-an, masalah-masalah yang disebutkan di media-media secara berulang-ulang ketika mengalami kegagalan adalah tinggi badan, chemsitry, dan kurang persiapan. Penulis tidak menemukan ada tulisan yang mengatakan bahwa masalahnya adalah fundamental yang tidak merata, kurangnya kemampuan fisik, dan hal-hal nyata yang bisa dievaluasi secara langsung.

Sampai pada pertengahan tahun 2019, penulis menemukan sebuah artikel di situs Tempo di mana seorang pelatih tim nasional bernama Wahyu Widayat Jati mengutarakan bahwa terdapat lima sampai enam pemain yang mengalami kelebihan berat badan.

(Baca di: https://sport.tempo.co/read/1213970/pelatih-timnas-basketindonesia-kaget-pemainnya-kegemukan)

Masalah kegemukan atau kurangnya kedisiplinan dalam pengembangan dan pemeliharaan kondisi fisik tersebut bukanlah sesuatu hal yang baru di Indonesia. Namun, baru saat itulah penulis menemukan seorang pelatih basket yang mengutarakannya di media. Penulis angkat topi pada keterusterangan dan perhatiannya pada kondisi fisik atlet basket Indonesia.

Pada tahun 2018 (terakhir kalinya penulis berkunjung ke Indonesia), penulis berkeliling selama tiga minggu untuk memantau komunitas basket di Jakarta. Secara acak, penulis bertanya-tanya kepada para atlet, pelatih, dan pengurus tim-tim lokal amatir mengenai hal-hal yang membuat timnya kalah dari suatu kompetisi. Jawaban yang paling sering penulis dapatkan adalah: lawannya besar-besar, kurang kompak, dan latihan lapangannya hanya sekian kali dalam seminggu. Jawaban-jawaban yang membuat penulis prihatin tersebut juga turut menimbulkan pertanyaan pada saat itu:

“Seperti apakah standar kepelatihan basket di Indonesia?”

Selama kunjungan ke Indonesia tersebut, penulis juga berlatih dengan beberapa atlet profesional, yaitu Abraham Damar Grahita, Christian Gunawan, Laurentius Steven Oei, Rivaldo Tandra Pangesthio, dan lain-lain (penulis tidak pernah menarik bayaran untuk mengajar atlet Indonesia). Pada kesempatan tersebut, penulis hanya mengajarkan satu keterampilan, yaitu kesinkronan langkah-lantun (dribble) dan kontak dini pada terobosan. Penulis juga memberikan pemahaman mengenai dua hal dasar yang menjadi masalah di Indonesia selama ini, yaitu keseimbangan dan kestabilan tubuh, serta pentingnya memiliki lemak tubuh yang rendah sebagai seorang atlet basket.

Kesinkronan langkah-lantun adalah dasar dari tiga gerakan utama, yaitu terobosan, operan dan menembak. Latihan melantun secara asal dan tidak beraturan akan berakibat pada perkembangan fundamental yang kurang baik dan dampak umumnya dapat terlihat dari banyaknya masalah turnover dari tingkat pelajar hingga profesional.

Latihan keseimbangan dan kestabilan adalah salah satu kunci keselamatan dari atlet basket. Sepengamatan penulis secara retrospektif, latihan keseimbangan dan kestabilan belum mendapatkan perhatian yang serius di Indonesia. Latihan keseimbangan adalah salah satu upaya untuk menurunkan risiko cedera lutut yang akhir-akhir ini semakin banyak dialami oleh para atlet basket Indonesia di usia yang relatif masih muda atau bahkan masih pelajar.

Selain berperan untuk mencegah cedera, latihan keseimbangan dan kestabilan adalah langkah paling awal sebelum memulai periode latihan peningkatan kekuatan dan tenaga. Kualitas keseimbangan dan kestabilan sangatlah berpengaruh pada performa atlet basket di lapangan.

Di Indonesia mungkin baru menyadari pentingnya latihan keseimbangan setelah melihat foto dan cuplikan LeBron James yang berlatih dengan bola yoga pada beberapa tahun terakhir. Padahal, latihan keseimbangan telah dilakukan para atlet NBA sejak beberapa dekade silam, bahkan sejak Kareem Abdul-Jabbar masih aktif di NBA. Dengan ketertinggalan wawasan yang berjarak beberapa dekade, maka sangatlah wajar apabila prestasinya juga tertinggal.

“Apakah atlet NBA merahasiakan program latihan fisik mereka?”

Tidak ada rahasia mengenai ilmu olahraga di negara maju. Buku-buku maupun jurnal-jurnal berbayar mengenai perkembangan olahraga dan latihan fisik di negara maju dapat diakses oleh siapapun yang berminat dan niat untuk belajar. Tidak sedikit pula sumber-sumber bacaan yang bisa diakses secara gratis, yang dapat meningkatkan wawasan mengenai latihan dan pengembangan fisik. Rendahnya tingkat literasi adalah masalah yang menyebabkan ketertinggalan wawasan di Indonesia selama ini.

Komposisi dan massa tubuh (bukan tinggi tubuh!) adalah faktor penting lainnya yang sudah terbukti berdasarkan riset, memiliki pengaruh terhadap kualitas performa atlet. Berdasar alasan tersebut penulis mendorong para atlet basket Indonesia agar memiliki lemak tubuh yang rendah.

Selain itu, upaya penurunan lemak tubuh adalah salah satu tanda untuk mengetahui seberapa disiplinnya seorang atlet dan seberapa besar niatnya untuk berprestasi sebagai seorang atlet basket. Bila tidak sanggup menurunkan lemak tubuh, berarti hanya sebatas itulah niatnya sebagai seorang atlet basket profesional. Sangat disayangkan bila terdapat atlet tim nasional yang tidak memperhatikan komposisi tubuhnya dan sesumbar dengan slogan yang harusnya sudah punah: #KasihYangTerbaik.

(Baca kembali: https://www.mainbasket.com/r/5798/bolaharam-apakah-benar-sudahkasih-yang-terbaik)

Di bawah ini penulis menampilkan daftar dari sedikit hal-hal penting yang telah dibahas pada artikel-artikel sebelumnya. Penulis menempatkan permasalahan tinggi badan di urutan ke-1000 (bukan dalam arti sebenarnya) di bawah sekian baris-baris kosong (hal-hal yang belum penulis bahas). Artinya adalah banyak hal-hal yang belum Anda ketahui dan belum Anda kuasai, yang terbukti lebih penting ketimbang mempermasalahkan tinggi badan.

Manajemen Tim Berdasarkan Pendekatan Sistem

Di bawah ini adalah bagan manajemen tim berdasarkan pendekatan sistem secara garis besar, yang harus dikuasai oleh setiap pelatih dan pengurus tim yang ingin meningkatkan prestasi. Konsep ini sebaiknya dibiasakan tergambar di dalam kepala setiap pelatih ketika sedang mengevaluasi masalah pascagim dan pascakompetisi.

Setiap masalah harus ditelusuri akar permasalahannya berdasarkan pendekatan sistem. Mengevaluasi masalah berdasarkan pendekatan sistem adalah tantangan besar untuk para pelatih, atlet, dan pengurus tim karena dituntut untuk belajar lebih dalam pada setiap aspeknya.

Sebagai contoh apabila terdapat suatu tim yang gagal menjadi juara di final karena melakukan banyak turnover. Setelah ditelusuri, tidak terdapat masalah yang bermakna pada komunikasi dan koordinasi, dan tidak terdapat masalah pada aspek-aspek di sistem permainan. Ternyata penyebab utama banyaknya turnover adalah terdapat dua pembawa bola (ball handlers) yang melakukan 80 persen dari turnover karena bolanya tercuri pemain bertahan lawan.

Berdasarkan hasil evaluasi individu tidak ditemukan masalah pada kualitas kontrol bola pada dua pemain tersebut. Namun, tubuh mereka tidak cukup kokoh ketika berkontak dengan pemain bertahan lawan dan kesulitan untuk melewati penjagaan. Dengan demikian, evaluasi yang perlu dilakukan untuk dua pemain tersebut adalah pengembangan fisik dan secara spesifiknya dibutuhkan perhatian lebih pada pembangunan strength dan power pada masa bebas kompetisi.

Ketika mengevaluasi dan melakukan perencanaan mengenai pengembangan fisik untuk kompetisi selanjutnya, maka pelatih harus memiliki pengetahuan dasar mengenai periodisasi. Pelatih juga harus memiliki pengetahuan mengenai pengembangan keseimbangan (balance) dan kestabilan (stability), kekuatan (strength), dan tenaga (power). Hal yang sangat penting lainnya dan sering dilupakan adalah pembangunan ketahanan anaerobik yang sangat dibutuhkan dalam olahraga basket.

Perhatikan bahwa untuk faktor pembangunan fisik saja dibutuhkan banyak hal yang harus dipelajari dan belum lagi faktor-faktor lainnya. Mungkin karena itulah sebagian orang lebih memilih untuk tertinggal dan yang penting adalah hidup nyaman di dalam tempurung.

Apa boleh buat kalah tinggi. Apa boleh buat kalah ras. Apa boleh buat tertinggal wawasannya. Apa boleh buat sudah takdir. Padahal yang Maha Kuasa dan Maha Baik selalu menyediakan jalan bagi umat-Nya yang beriman, bertaqwa, dan mau berusaha. Mungkin kelompok yang mau tertinggal, terlalu malas untuk berusaha melihat dan memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh yang Maha Kuasa. Semoga tidak ada di yang malas membaca di antara pembaca setia Mainbasket.

Bacaan yang penulis anjurkan selanjutnya adalah “Periodization: Theory and Methodology of Training” karya Tudor Tompa, “High-Performance Sports Conditioning oleh Bill Foran,” dan “Strength Training for Basketball” oleh NSCA. Anda juga dapat mencari informasi-informasi mengenai periodisasi, latihan kekuatan, tenaga, dan keseimbangan untuk olahraga basket yang tersedia di mesin pencari.

Foto: NBA

Selamat belajar. Bersambung …

 

Komentar