IBL

Perselisihan antara Cina-Amerika Serikat kian memanas dan dampaknya akan meluas. Melansir dari The New York Times, Presiden Donald Trump memutuskan untuk mengambil tindakan lanjutan. Ia berencana meningkatkan pajak masuk barang-barang dari Cina hingga 40 persen.

Amerika Serikat sudah mendapatkan pajak sebesar 250 trilyun dari pajak produk sandang yang dikirim dari Cina. Pada pertengahan Mei 2019 lalu, kebijakan kenaikan pajak impor yang diambil membuat pendapatannya bisa meningkat hingga 50 trilyun. Terdapat sekitar 4000 jenis barang jadi termasuk sepatu yang masuk dalam peningkatan tarif tersebut.

Pemerintah Negeri Paman Sam sudah melakukan kajian lebih lanjut terkait hal ini sejak 13 Mei 2019. Hasilnya, pajak meningkat untuk mayoritas barang yang dikirim dari Cina juga memberikan eksepsi untuk barang yang terkait hajat hidup masyarakat. Sebut saja obat-obatan, ramuan, batuan mineral langka, dan hasil tambang nyaris punah.

Matt Priest, CEO Footwear Distributors and Retailers of America (FDRA) memberikan pendapatnya kepada Yahoo Finance terkait hal ini. “Semakin tinggi pajak berakibat pada peningkatan harga sepatu. Hal itu membuat penjualan kami menurun. Hal ini bisa merugikan konsumen dan pebisnis di dalamnya,” katanya.

Bloomberg menyajikan data merek-merek sepatu Amerika Serikat yang memproduksi di pabrik yang ada di Cina. Nike contohnya. Pabrikan asal Oregon itu terkenal dengan produksi barang di Negeri Tirai Bambu meski sudah mulai dialihkan ke Vietnam. Sebanyak 26 persen keseluruhan produksi baju olahraga Nike ada di Cina. Begitu pula dengan produksi sepatu Nike yang 26 persennya ada di tempat sama. Skechers bahkan memproduksi 65 persen barangnya melalui pabrik yang berada di Cina. Under Armour, pabrikan asal Baltimore, memiliki 18 persen produk yang dibuat di sana. Turun 43 persen dari 2013.

Pengamat ekonomi Matt Powell beranggapan bahwa kondisi ini akan berdampak besar pada pola belanja konsumen. “Nantinya konsumen jadi pihak yang akan membayar pajak tersebut yang diambil dari naiknya harga produk,” kata Powell kepada Highsnobiety. Laman The Washington Post menyebut bahwa hampir semua sepatu di Amerika Serikat dibuat di Negeri Tirai Bambu. Oleh karenanya, dampak kenaikan pajak produk dari Cina ini akan berdampak langsung pada masyarakat Amerika Serikat.

Lalu, apakah kebijakan kenaikan pajak ini memberi dampak ke Indonesia?

Bila kita bicara sebagai konsumen, tentu saja. Nike, Jordan, Converse, New Balance, Vans, Skechers, dan merek olahraga lainnya yang dipasarkan di Indonesia berasal dari Amerika Serikat. Kita juga layak menyebut merek fesyen yang sedang naik daun seperti Champion’s Athletics, Thrasher, Off-White, KITH, dan lain sebagainya. Kenaikan harga di dalam Amerika Serikat akan berpengaruh pada penjualan sepatu di luar negeri mengingat mereka menerapkan kebijakan kesetaraan penjualan harga pokok (retail price).

Belum lagi marak toko-toko daring yang menjual produk dari luar negeri. Persebarannya tidak bisa ditebak. Sebagian dari toko daring dalam negeri mengkulak dagangan dari gerai retail Amerika Serikat seperti Foot Locker, Trophy Room, KITH Footwear, HBX, dan lain sebagainya. Bila harga sepatunya naik, tentu saja mereka akan meningkatkan harga bila ingin mendatangkan produknya ke sini. Kita sebagai pembeli pun harus menanggung harga yang lebih mahal dari biasanya. Harga itu belum termasuk pajak barang impor yang sesuai dengan peraturan pemerintah Republik Indonesia.

William D. Coplin, ilmuwan Politik Internasional, pernah menyebut tiga aktor yang memengaruhi pengambilan kebijakan suatu negara: ekonomi, sistem internasional, dan pengambil kebijakan. Di sini, pengambil kebijakan, yaitu Donald Trump, menjadi faktor penting. Sementara faktor kedua adalah Sistem Internasional, di mana hubungan Amerika Serikat dan Cina yang memburuk berpengaruh terhadap banyak faktor.

Ketegangan antarnegara memungkinkan terjadinya perselisihan. Proses diplomasi yang tidak berjalan baik akan menghasilkan pertikaian lebih lanjut. Di era 1900-an, Perang Dunia merupakan manifestasi dari kegagalan musyawarah antarnegara. Memasuki abad 20, tren tersebut mulai ditinggalkan dengan alasan kemanusiaan. Cara yang bisa diambil adalah dengan aksi represif di bidang ekonomi. Contoh nyata bisa dilihat dari bagaimana Amerika Serikat yang memberi "teguran" kepada Cina yang dianggap kurang kooperatif.

Foto: Mark Wilson/Getty Images, AP Photo

Komentar