IBL

Samuel Pelmelay boleh saja merelakan gelar ruki terbaik 2018-2019 karena kalah dari Aggasi Goantara. Namun, pemain muda Bank BPD DIY Bima Perkasa Yogyakarta itu tidak pulang dengan tangan hampa. Ia membawa bekal berupa pelajaran untuk musim selanjutnya.

Selain Agassi (Stapac Jakarta) dan Daniel Anggoro (Satya Wacana Salatiga), Samuel termasuk ruki yang mendapat kesempatan bermain. Ia bermain sebanyak 14 kali dengan rata-rata 9,9 menit pada 2018-2019. Ia mencetak 1,0 poin, 1,2 rebound, dan 1,1 asis per pertandingan.

Saya berbincang-bincang dengan Samuel untuk menggali cerita musim perdananya di IBL. Pemain asal Jakarta itu menceritakan suka dan dukanya sebagai pemain profesional untuk pertama kali.

Simak perbincangan berikut ini:

Coba ceritakan latar belakang kamu. Kamu datang dari keluarga yang seperti apa? Kok, bisa jadi pemain basket?

Saya mengenal basket itu di kelas lima atau enam SD. Waktu itu diajari sama sepupu.

Keluarga, sih, main musik semua. Tidak nyambung jadinya. Cuma karena passion saya di basket, saya jadi main basket daripada musik.

Apa yang bikin basket lebih menarik dari musik?

Karena passion saja, sih. Basket itu seru. Bedalah sama musik. Saya merasa cukup bisa saja. Di basket justru saya ingin lebih eksplor. Menantang.

Apa kata keluarga ketika kamu main basket?

Kalau dulu bilangnya—apalagi saya dulu kecil banget—buat apa main basket? Mereka bilang, “Buat apa main basket? Kecil juga tidak bakal terpakai. Main basket tinggi-tinggi.”

Mereka mengira basket sulit diikuti. Salah banget pilih hidup di basket. Keluarga dulu begitu. Tidak menyarankan ambil jalan di basket.

Terus apa kata keluarga ketika kamu memutuskan untuk main basket?

Saya kuliah dapat beasiswa. Saya bisa kuliah, tapi tidak minta duit dari orang tua. Saya usaha sendiri. Berkat basket saya bisa.

Kuliah di mana?

Saya kuliah di Universitas Darma Persada Jakarta.

Waktu kuliah seperti apa?

Waktu kuliah saya menunjukkan diri saja kalau saya bisa. Saya bisa kuliah gratis. Saya bisa main basket.

Saya waktu memutuskan serius main basket juga memutuskan untuk tidak minta duit sama orang tua. Pada akhirnya orang tua juga mengiyakan. Go ahead.

Kariermu selama kuliah seperti apa?

Selama kuliah, kampus saya itu tidak dipandang. Cuma dari zaman ke zaman sudah mulai besar. Esa Unggul, Perbanas, terus kampus saya mulai naik. Saya juga bisa ikut kejurnas dua kali di Yogyakarta dan Surabaya.

Tahun berapa itu saya lupa. Cuma memang jarang ada yang tahu saja Darma Persada.

Untuk bisa berkembang di Jakarta yang terkenal bagus seperti apa?

Sebenarnya sulit, sih. Cuma kami untungnya punya semangat untuk lawan-lawan tim yang hype. Lawan UPH dari Tangerang juga harus kerja keras. Serunya itu kami punya kerja keras. Tidak mau kalah meski, ya, begitu.

Apa yang penting supaya kamu karier basketmu tidak berhenti di situ?

Yang paling penting, sih, latihan terus. Kalau saya, sih, selalu ingin melakukan hal kecil dengan baik. Kalau kita belum bisa melakukan hal kecil, kita tidak bisa melakukan hal besar. Jadi, saya mulai dari hal kecil. Saya latihan tiap hari. Shooting tiap hari. Jogging tiap hari.

Itu, kan, hal kecil, tapi orang sering malas.

Saya, sih, percaya itu bakal jadi fondasi ke depannya. Saya percaya kalau saya bakal dapat sesuatu yang besar dengan melakukan hal-hal kecil.

Kamu memang sudah niat jadi pemain profesional seperti sekarang ini?

Iya, sih. Saya melihat setiap pemai basket ingin main di gim profesional. Saya niat, niat banget. Tahun lalu bahkan sudah sempat main sama NSH. Cuma kurang ada kesepakatan, jadi saya tidak jadi.

Yowis, setelah ada Rookie Combine saya coba lagi saja.

Coba ceritakan soal Rookie Combine! Programnya seperti apa?

Kemarin baru tahun awal. Mereka masih percobaan. Jadi, masih ada mahasiswa yang bagus yang belum ikut. Mungkin karena belum ada kejelasan. Minim informasi. Belum banyak yang mau daftar. Masih ragu juga untuk mendaftar. Orang masih belum paham. Kontraknya bagaimana.

Cuma acaranya sudah bagus. Pesertanya saja kurang kompetitif.

Persaingan combine seperti apa memang?

Kalau di posisi saya seru. Ada beberapa pemain yang bagus. Ada Basith Ravi yang sama-sama dari Jakarta. Daniel Anggoro dari ITHB.

Kamu percaya diri untuk bisa terpilih di IBL Draft?

Saya percaya, sih, awalnya. Cuma tidak menyangka akhirnya terpilih di undrafted.

Setelah main sama Bima Perkasa seperti apa rasanya?

Saya bersyukur. Senang bisa main di Yogyakarta. Saya juga dikasih kesempatan. Saya maksimalkan supaya tetap dipercaya sama Pelatih.

Ada kesulitan?

Kami datang dari kompetisi antarmahasiswa ke profesional. Profesional itu punya kompetisi yang lebih tinggi. Fisiknya juga lebih tinggi. Main sama senior seperti Mas Galank (Galank Gunawan) dan Mas Yanu (Yanur Priasmoro) yang dulu cuma bisa lihat di lapangan. Ada grogi awalnya.

Bagaimana kamu mengatasi itu?

Saya berusaha melakukan apa yang Pelatih suruh. Sistemnya seperti apa, saya ikuti. Selama saya paham sistem, senior-senior juga bakal membantu. Jadi, saya lakukan apa yang harus saya lakukan saja di lapangan.

Ebos (Raoul Hadinoto) seperti apa orangnya? Apakah dia membantu kamu untuk bertahan di profesional?

Kalau Pelatih membantu banget. Saya juga tidak mengira bakal dikasih kepercayaan. Coach Ebos selalu melihat saya. Dia memperhatikan saya untuk bisa bertahan di sini. Selalu membantu saya untuk latihan. Dia memberi tahu cara untuk bertahan di profesional. Dia juga kasih saya menit (bermain). Saya mencoba memaksimalkan supaya saya dikasih kepercayaan lebih. Apa yang dia kasih, saya bertanggung jawab; saya maksimalkan.

Kamu menilai kiprah selama semusim ini seperti apa? Kamu masuk nominasi Rookie of the Year.

Saya menilai belum maksimal karena saya cedera di seri I. Saya jadi tidak bisa maksimal karena cedera bahu kanan. Saya tidak bisa apa-apa. Baru bisa main di seri III.

Waktu itu saya main pakai satu tangan doang, tangan kiri. Tidak maksimal, tapi setiap saya dikasih kesemaptan, saya melakukan yang saya bisa. Kalau saya cuma bisa main pakai satu tangan, ya sudah saya main dengan satu tangan. Saya defense dengan baik.

Overall saya belum puas.

Selanjutnya mau ngapain?

Latihan terus. Saya mencoba menggedekan badan.

Cedera saya tidak parah. Cuma terapinya harus terus jalan. Harus cukup istirahat juga.

Selama satu musim memang sudah belajar apa saja?

Dalam basket atau di luar basket?

Semuanya boleh. Enak tidak jadi profesional?

Enak, sih, jadi pemain profesional. Mau apa dituruti. Tinggal datang latihan bawa badan.

Tidak enaknya…ya, bukan tidak enak sebenarnya. Cuma jadi junior itu susah juga. Seperti apa, sih, jadi junior? Tahu sendiri. Seperti itulah. Kalau jadi junior disuruh apa, disuruh apa, terima saja.

Ada semacam mentor tidak selama di Bima Perkasa? Seseorang yang kamu idolai?

Pemain?

Iya, seseorang yang membantu kamu untuk maju.

Oh, Mas Galank sama Mas Yanu. Saya dulu lihat mereka sebagai penonton. Tidak tahu seperti apa usaha mereka. Begitu main bareng, saya jadi tahu usaha mereka seperti apa. Effort mereka untuk bertahan di sini seperti apa.

Sepanjang seri, sekamar dengan mereka, saya belajar dari mereka.

Seperti apa mereka?

Mereka itu jago, tapi terus bekerja keras. Mereka punya power yang tidak habis-habis. Mereka sering sharing tentang bagaimana caranya hidup di sini. Bagaimana cara bisa besar di basket. Mereka mengajarkan itu.

Bima Perkasa sampai ke playoff. Kira-kira tahun depan bakal seperti apa?

Pasti harus lebih baik dari musim lalu. Target musim lalu itu playoff. Kebetulan kami sampai ke playoff. Jadi, kami harus menaikkan standarnya. Kami tidak mau di playoff doang, tapi masuk semifinal. Kalau bisa final. Targetnya saya rasa ke arah sana.

Persaingan liga musim lalu seperti apa?

Seru, sih. Persaingannya ketat. Orang basket tahu Bima Perkasa seperti apa. Mereka punya motivasi untuk mencapai tempat yang bagus di liga.

Waktu main di Yogya, warga Yogya banyak yang membela tim lain. Kami justru ingin menunjukkan kalau Yogya punya tim basket profesional. Bisa dikenal sama orang-orang Yogya.

Kita tahu Yogya fanbase Aspac (sekarang Stapac Jakarta). Kami ingin mengubah itu. Kami ingin menjadi tim kebanggaan Yogya.

Selain main bareng Galank, Yanuar, ada pula David Seagers dan David Atkinson. Mereka orangnya seperti apa?

Mereka berdua bagus banget. Attitude-nya bagus banget. Di dalam lapangan mereka berguna. Di luar lapangan juga respek dengan aturan yang ada. Mereka menghormati pemain lain, coaching staff, dan lainnya. Mereka jago banget.

Dulu saya lihat Seagers di Pacific biasa saja. Simpel saja. Begitu main bareng di Bima Perkasa, ini orang ternyata jago banget. Dia pintar. Dia mengayomi tim. Dia tidak selfish. Sangat berpengaruh di tim.

Selanjutnya ada target apa lagi?

Saya ingin lebih baik dari musim kemarin. Saya tidak puas banget sama musim kemarin. Kena halangan. Saya ingin berkontribusi lebih banyak.

Oke kalau begitu. Pertanyaan saya cukup segitu. Terima kasih mau ngobrol sama saya. Lanjutkan kegiatannya!

Santai. Terima kasih, Mas.

Foto: Hariyanto

Komentar