IBL

Selamat tahun baru 2019. Lama rasanya tak menulis. Saya tak mau mengingat kapan terakhir kali menulis untuk Mainbasket atau berapa tulisan yang saya keluarkan tahun 2018 lalu. Satu hal, saya punya satu di antara beberapa resolusi untuk tahun 2019, yaitu menulis lebih sering lagi untuk Mainbasket. Amiin. Hahaha.

Menulis apa? Saat memulai blog Mainbasket sekitar 10 tahun lalu, saya tak pernah banyak berpikir akan menulis tentang apa. Pokoknya menulis. Syukur-syukur kalau tulisan tersebut ada hubungannya dengan basket. Saat saya berpikir untuk tak banyak berpikir menulis tentang apa, justru rasanya gelombang ide datang lebih deras di kepala saya.

Lalu, apa yang mau ditulis di awal tahun 2019 ini? Sejujurnya, tadi saya tidak tahu akan menulis apa. Tiba-tiba saya ingat obrolan saya dengan Coach Met atau lengkapnya Stephen L. Metcalfe beberapa tahun lalu. Waktu itu sedang diadakan DBL Camp di DBL Arena Surabaya. Coach Met adalah kepala pelatih Universitas Pelita Harapan (UPH).

Setiap penyelenggaraan DBL Camp, saya selalu bermimpi bahwa pelatihan tersebut didatangi oleh banyak pelatih dari berbagai daerah, khususnya Surabaya atau Jawa Timur. Bukan hanya pelatih yang terpilih untuk ikut kamp secara resmi saja yang datang, tetapi para pelatih yang memang ingin hadir demi belajar dan menambah ilmu.

Pergelaran DBL Camp selama ini gratis. Para pembinanya adalah para pelatih Australia yang terhimpun dalam World Basketball Academy yang reputasinya tak perlu dipertanyakan lagi. Ada Andrew Vlahov di sana. Silakan ke Australia, dan tanya ke orang sana, siapa Andrew Vlahov itu.

Coach Met duduk sendiri di tribun DBL Arena. Saya menghampirinya. Memperkenalkan diri. Kami lalu berbicara macam-macam.

Menurut Coach Met waktu itu, DBL Camp bagus. Namun, ia juga menunjukkan apresiasi yang lebih besar lagi kepada para pelatih sekolah yang berhasil meloloskan para pemainnya ke DBL Camp. Kata-kata Coach Met sangat masuk akal. Pelatih-pelatih sekolahlah yang membuat para pemain muda di DBL Camp mampu lolos dan ikut DBL Camp.

“Pelatih lokal” jadi salah satu kata kunci bagi saya ketika -sok-sokan- memikirkan bagaimana mengembangkan basket Indonesia ke depan.

Seorang teman di Chicago Amerika Serikat yang berprofesi sebagai praktisi biomekanika sekaligus pelatih basket melangkah lebih jauh. Kalau saya hanya sebatas berpikir, ia membuat beberapa grup di Whatsapp; mengumpulkan banyak pelatih lokal, baik pelatih sekolah hingga pelatih tim profesional IBL untuk berbagi ilmu dan berdiskusi. Bagi saya, apa yang dilakukan oleh teman saya itu sangatlah luar biasa.

Sekitar empat tahun lalu, tepatnya tahun 2015, sebuah langkah keren juga pernah direncanakan oleh calon Ketua Umum Perbasi –waktu itu- Danny Kosasih. Sebelum terpilih menjadi Ketum Perbasi, Danny Kosasih melontarkan akan mendatangkan 15-20 pelatih asing dari Amerika Serikat untuk ditempatkan di beberapa daerah di Indonesia jika ia terpilih menjadi ketua Perbasi. Gajinya, kata Danny, akan ditanggung oleh Perbasi, namun akomodasi, penginapan dan uang makan ditanggung oleh para pengurus provinsi.

Kalau itu benar berjalan, seharusnya akan keren. Sayangnya, hingga saat ini, saya belum menemukan berita bahwa 15-20 pelatih asal AS tersebut sudah atau pernah datang ke Indonesia seperti kata Danny Kosasih dulu.

Hingga saat ini, setahu saya, hanya ada tiga pelatih asing yang menjadi pelatih di Indonesia. Pertama adalah Brian Rowsom, kepala pelatih CLS Knights di ABL (foto di atas). Kedua, Stephen L. Metcalfe, pelatih UPH. Dan satu lagi tentu saja Giedrius Zibenas, pelatih asal Lituania yang menjadi kepala pelatih di Stapac Jakarta IBL musim ini.

Dari tiga pelatih tersebut, rasanya belum ada yang bersentuhan langsung dengan para pelatih lokal yang melatih pemain-pemain muda atau pelajar di Indonesia. Oleh karenanya, mumpung Danny Kosasih masih punya waktu beberapa bulan sebelum pemilihan ketua umum Perbasi yang baru berlangsung lagi di tahun 2019 ini (atau 2020?), semoga keinginannya untuk mendatangkan 15-20 pelatih dari AS tersebut segera terwujud. Atau, kalau ia terpilih kembali, ia bisa melaksanakannya di masa jabatannya yang kedua. Bayangkan, kalau 15-20 pemain itu datang dan tinggal di beberapa daerah di Indonesia beberapa lama. Sedikit banyak, pasti ada dampak bagusnya.

Eh, atau jangan-jangan, 15-20 pelatih tersebut sudah pernah didatangkan? Beri saya tautan beritanya kalau benar ada yak.(*)

Foto: ASEAN Basketball League

Komentar