IBL

Film “Back to the Future” (1989) jadi inspirasi dibalik teknologi E.A.R.L (Electronic Adaptive Reactive Lacing) yang diterapkan pertama kali pada Nike Air Mag pada 2015 lalu Hyperadapt 1.0 per 2017. Pabrikan Amerika Serikat itu menjadikan teknologi ini sebagai andalan dalam berkampanye sepatu masa depan. Senjata utamanya adalah sistem temali otomatis (self-lacing system). Setelah membuatnya ke dalam sepatu lari, Nike mengumumkan akan merilis sepatu basket berteknologi E.A.R.L pertengahan 2019.

Kabar ini disampaikan Mark Parker, CEO Nike, saat rapat fiskal kuarter dua yang diadakan 20 Desember 2018.  “Dengan bangga kami mengabarkan bahwa kami akan segera merilis sepatu basket adaptif tahun depan. Sepatu ini punya kerapatan yang baik. Ini adalah langkah besar untuk meleburkan transformasi digital ke dalam produk sepatu,” kata Parker dilansir dari Sole Collector. Pria yang sudah belasan tahun bekerja di Nike itu bahkan menjanjikan harganya jauh lebih murah dari edisi pendahulunya. “Kami akan menjualnya seharga AS$ 350,” lanjutnya.

Sepatu lari Nyperadapt 1.0 yang dibanderol AS$ 720.

Perkataan Parker diamini wakilnya. Andi Campion. Ia bahkan menyebut bahwa perilisan sepatu basket yang akan dinamai Hyperadapt 2.0 itu dirilis pada musim semi 2019 di Amerika Serikat (antara 21 Juni-21 September).

Desainer senior Tinker Hatfield pada 2017 sudah membicarakan inovasi yang dilakukan sejak 2017. Kala itu, laman gaya hidup Highsnobiety mendapuknya sebagai narasumber saat perilisan Hyperadapt 1.0. “Kami masih mencoba dan mengembangkan teknologi E.A.R.L untuk diaplikasikan ke dalam sepatu basket yang layak dipakai di NBA. Tunggu saja tanggal mainnya,” kata Hatfield. Desainer Air Jordan 1-15 itu memang tidak menyebutkan tanggal pastinya, namun bocoran itu sempat menjadi perbincangan hangat.

Dalam prosesnya, teknologi E.A.R.L dikembangkan Nike sebagai pembuka cakrawala konsumen terhadap sepatu masa depan. Dari beberapa desainer yang terlibat, Tiffany Beers mencuat karena ia adalah satu-satunya wanita yang turun tangan dalam proyek ini. Ia muncul sebagai tajuk utama rubrik Sneaker & Kultur pada Majalah Mainbasket edisi Februari 2018.

Beberapa media seperti Kicks on Fire dan Sneaker Bar Detroit bahkan sudah berani memunculkan prototipe sepatu basket bertemali otomatis ini. Informasi ini merujuk pada peliputan proses pengembangan Hyperadapt pada 2016. Tiffany Beers menunjukkan tiga protitpe dimana dua di antaranya adalah sepatu berkerah tinggi. "Dua sepatu itu (berwarna hitam dan putih) adalah karya Tinker (Hatfield). Ia menyukai sepatu berkerah tinggi. Desainnya terinspirasi dari Nike Air Mag," tutur wanita yang kini telah bekerja di Tesla itu.

Protitipe di bawah masih bersifat spekulatif mengingat Nike belum merilis foto resmi untuk Nike Hyperadapt 2.0 Basketball untuk 2019. Meski demikian, setidaknya, kita punya gambaran siluet produknya lebih dini. Pantau terus rubrik Sneaker & Kultur untuk informasi lebih lanjut dan kabar terbaru lain tentang sisi lain gaya hidup di ranah basket.

Foto: Nike, Engadget, Sneaker Bar Detroit

Komentar