IBL

Suatu ketika pada tahun 1946 berdirilah sebuah "kerajaan" di timur pulau Jawa. Kalau dihitung sekarang tahun 2016 berarti sudah berusia 70 tahun usianya.

Bukan, kita tidak sedang belajar sejarah tentang Kerajaan Majapahit atau Kerajaan Kediri yang tersohor itu. karena dua kerajaan itu lahir jauh lebih lama lagi.

Kerajaan yang dimaksud di sini adalah yang bernama CLS (Cahaya Lestari Surabaya). Sebuah kerajaan bola basket yang kemungkinan paling tua di nusantara ini. CLS sudah ada sebelum kerajaan-kerajaan bola basket lain yang pernah menjadi juara liga basket tertinggi tanah air ini ada. Seperti Asaba (sekarang Aspac), Hadtex/Panasia (sekarang Garuda), Pelita Jaya, Indonesia Muda, Satria Muda atau Halim Kediri lahir.

Ada keunikan dari CLS, entah apa kata-kata yang lebih pas untuk menggambarkannya. Tapi CLS belum pernah sekalipun benar-benar menguasai nusantara ini dengan memenangkan gelar Juara kompetisi tertinggi bola basket.

Memang tidak bisa disebut klub bola basket yang ecek-ecek juga, karena di kompetisi tingkat bawah atau kategori umur sering juga dijuarai CLS. Paling tidak di jawa timur CLS lah yang menjadi nomor 1.

Perjalanan CLS di 20 tahun terakhir kompetisi tertinggi nasional ibarat roller coaster. Di tahun-tahun terakhir Kobatama, Wismilak CLS ( namanya saat itu) menjadi salah satu anggota Big Four di liga.

Ketika Kobatama bubar dan berubah menjadi IBL, prestasinya menurun tajam. CLS akrab dengan posisi 9 klasemen dari total 10 tim peserta IBL kala itu. Semusim mungkin hanya 2 sampai 3 kemenangan saja yang dapat diraih.

Mudah ditebak, satu persatu pemain andalannya dipreteli oleh tim lain seperti kepindahan Hari Suharsono ke Aspac dan Agung Sunarko serta Rony Gunawan ke Satria Muda. Hampir sama seperti Dortmund yang di gembosi kekuatannya oleh Bayern Muenchen di Bundesliga Jerman.

Pada tahun 2007-2008 ada perombakan besar di CLS, adalah seorang dengan ambisi besar dan diikuti kekuatan finansial memadai bernama Christopher Tanuwidjaja yang mengambil alih CLS dengan Knights Manajemennya. Itulah awal mula nama CLS Knights yang kita kenal seperti sekarang ini.

Itop panggilan Christoper Tanuwidjaja ibarat raja baru yg terpilih dan siap memerintah dengan visi misi membawa kerajaannya menuju masa depan yang lebih cerah, memiliki pasukan yang tangguh dan siap memenangkan perang.

Tapi Itop bukanlah seorang owner yang membangun tim dengan langsung mendatangkan pemain-pemain bintang untuk membeli gelar dengan instan layaknya Sheikh Mansour dari Uni Emirat Arab saat membeli klub bola inggris Manchester City, itu saja tidak langsung meraih juara Liga Inggris Premier League di tahun pertamanya. Karena pada dasarnya di dunia ini tidak ada yang instan, Mie instan sekalipun telah mengalami proses panjang sebelumnya dan kita perlu memasaknya dahulu sebelum menyantapnya hangat-hangat.

Itop membangun CLS kembali dari nol. Dimulai dengan mendatangkan gerbong pemain-pemain muda dari STMIK Mikroskil Medan yang berjaya di Liga Basket Mahasiswa dan digabung dengan pemain binaan CLS sendiri.

Baru di tahun-tahun berikutnya CLS Knights mulai merekrut pemain-pemain senior kenyang pengalaman seperti Andrie Ekayana, Pek King Dhay, dan jagoan Bhinneka Solo waktu itu Febri Utomo. Dalam dua tahun terakhir kiprah CLS Knights di IBL (versi pertama) mulai membaik dan selalu sukses menembus papan atas klasemen. CLS Knights Sempat mencapai babak Final Four IBL walaupun akhirnya dikalahkan Satria Muda.

Dengan performa yang mulai menunjukkan harapan juara. Di bawah komando pelatih Wan Amran saat itu, CLS Knights menjadi tim yang makin diperhitungkan di liga. Puncaknya di tahun pertama penyelenggaraan NBL Indonesia, CLS Knights mampu melaju ke Final bertemu dengan Satria Muda. Tapi di depan para fansnya yang memadati DBL Arena kala itu, CLS Knights harus rela melihat Satria Muda yang berpesta juara.

Harapan untuk juara yang sudah di depan mata hilang sekejap, terlebih lagi coach Wan Amran hengkang di akhir musim dengan alasan kesehatan dan keluarga namun di musim selanjutnya beliau terlihat menjadi pelatih Klub NBL lainnya.

Semenjak mencapai final NBL musim 2010-2011, Gonta ganti pelatih hampir dilakukan tiap tahun oleh CLS Knights untuk mencapai prestasi tertinggi namun CLS Knights belum mampu lagi mencapai final NBL. Prestasi terbaiknya adalah menjadi juara di Pre Season Turnamen NBL di Kota Malang waktu itu. Sedangkan Liga tetap didominasi dua klub asal ibukota Aspac dan Satria Muda.

Menyongsong musim baru liga dalam wujud IBL reborn. CLS Knights memulai liga dengan dikomandoi pelatih muda debutan Wahyu "Cacing" Widayat Jati. Walaupun di awal musim dibuka dengan berita buruk pensiunnya Point Guard andalan Dimaz Muharri, namun harus diakui CLS Knights tidak terpengaruh dalam sisi permainan di lapangan.

Hadirnya pemain Center penuh pengalaman yang ditarik dari "Goa" pensiunnya bernama Isman Thoyib, pemain naturalisasi Jamarr Andre Johnson yang seharusnya sudah dapat bermain di musim sebelumnya mampu melebur dengan baik bersama point guard elit Indonesia Mario Wuysang, penembak jitu tripoin tim nasional Sandy Kusuma dan forward tak kenal takut Febri Utomo dalam wujud starting five mengerikan di lapangan. Jangan lupakan barisan kedua CLS Knights yang juga mampu berkontribusi dengan sangat baik.

Juara musim reguler, tim pencetak score tertinggi liga dalam satu pertandingan, dan hanya dua kali menelan kekalahan di musim reguler adalah statement keras CLS Knights bahwa mereka siap dan harus Juara tahun ini juga. Performa CLS Knights di musim reguler ini layaknya melihat Michael Schumacher menyetir Ferrari di masa jayanya, unstoppable!

Tapi Liga belum berakhir, babak playoff siap menanti. Tim bermateri lengkap seperti Pelita Jaya atau tim-tim dengan mental Juara seperti Aspac dan Satria Muda tentu sangat haram untuk dilupakan. Sekarang musuh terbesar CLS Knights adalah diri mereka sendiri.

Apakah performa impresif mereka selama musim reguler akan berujung tragedi dengan kegagalan atau menjadi juara baru yang bertakhta di nusantara untuk merusak dominasi dua kerajaan dari Jakarta yang sudah berkuasa lebih dari sedekade terakhir.

Seperti makna aksara Cina "Qun Li She" (baca: Cuin Li Se) di jersey alternate CLS Knights tiap musimnya yang berarti perkumpulan yang didasari dengan kekuatan kebersamaan, CLS Knights harus kembali mengingat bahwa untuk benar-benar menjadi juara perlu teamwork dan kepercayaan penuh antar pemain untuk bahu membahu bersama mewujudkan mimpi juara itu. Menjadi Juara baru, memulai dinasti kerajaan CLS Knights di Indonesia.

Kalau boleh berfantasi nakal dengan membayangkan Bung Tomo masih hidup seperti saat mudanya dulu dan berorasi di atas podium di tengah Lapangan GOR Kertajaya sambil mengepalkan tangannya ke atas, kemudian beliau berteriak seperti saat membakar semangat arek-arek Suroboyo melawan tentara Inggris dan Belanda dalam pertempuran epik 10 November 1945 dengan berkata "Arep kapan maneh iki, Ayo rek Juara!" (Mau kapan lagi ini, Ayo kawan Juara!).

Foto: IBL.

Komentar