IBL

“Ternyata tidak ada loyalitas di sini.”

DeMar DeRozan, garda Toronto Raptors yang baru saja ditukar ke San Antonio Spurs, mengungkapkan kekecewaannya lewat fitur story di Instagram. Ia tahu benar, loyalitas di NBA hanyalah isapan jempol. Percaya atau tidak; meski telah setia kepada klub selama sembilan tahun, Raptors tetap menukarnya untuk mendapatkan Kawhi Leonard.

Sehubungan dengan ini, seperti juga dikatakan Mainbasket, saya semakin percaya bahwa kesetiaan kepada satu tim biasanya memang terlalu dilebih-lebihkan. Seorang pemain bisa saja ingin setia, tapi kalau tim merasa tak butuh lagi, pemain akan segera dikorbankan.

Ya, seperti yang terjadi dengan DeRozan kali ini.

Kendati demikian, kata “loyalitas” tetaplah muncul dalam beberapa kasus di NBA. Salah satu faktornya tentu saja kesesuaian minat klub dengan sang pemain. Jika memang klub menginginkannya, ya, sudah, terjadilah kesepakatan kerja sama.

Sesederhana itu kelihatannya, tapi detailnya tetaplah kompleks dan kadang sulit dijelaskan. Ini semacam untung-untungan nasib. DeRozan, mungkin, tidak sedang beruntung saja sehingga loyalitas baginya adalah semu. Namun, bagi Kobe Bryant dan Los Angeles Lakers, misalnya, loyalitas itu tentu saja tampak nyata. Mereka memiliki minat yang sama untuk mempertahankan satu sama lain sehingga Bryant menjadi seorang one-club man—pemain yang hanya membela satu klub selama karir profesionalnya.

Selain Bryant, beberapa pemain aktif (2018-2019) juga berpotensi mendapat julukan serupa karena mereka terus membela klub yang sama sejak pertama kali masuk ke NBA. Entah karena memberikan dampak besar kepada klub atau sekadar cocok-cocokan harga, para pemain yang saya kumpulkan ini ternyata bisa bermain di satu klub selama 10 tahun atau lebih. Mereka bahkan memiliki kesempatan untuk menambah jam terbang musim depan andai klub yang mereka bela tetap menggunakan jasanya.

Berikut para pemain aktif yang sejauh ini menjadi one-club man:

Russell Westbrook-Oklahoma City Thunder

Russell Westbrook masuk ke NBA setelah Seattle Supersonics (kini Oklahoma City Thunder) memilihnya di NBA Draft 2008. Ia dulu sempat bersanding dengan pemain-pemain seperti Kevin Durant dan James Harden di Oklahoma. Namun, seiring kepergian dua pemain andal itu, Westbrook menjelma menjadi satu-satunya pilar Thunder di NBA. Ia bahkan meraih gelar pemain terbaik 2016-2017 setelah menjadi sentral permainan klub asal Oklahoma City tersebut.

Pada 2017-2018, Westbrook kedatangan dua rekan berlabel bintang: Paul George dan Carmelo Anthony. Namun, Thunder tetaplah Westbrook dan Westbrook tetaplah Thunder. Sebesar apa pun nama George dan Anthony, Westbrook tetap menjadi sentral dari permainan Thunder. Apalagi sang garda telah membela klub ini selama 10 tahun, dan tampaknya jam terbangnya akan terus bertambah.

Musim lalu, Westbrook mencetak rata-rata 25,4 poin, 10,3 asis, dan 10,1 rebound. Musim depan, ia akan kembali membela Oklahoma untuk tahun ke-11.    

Marc Gasol-Memphis Grizzlies

Marc Gasol sebenarnya tengah berada dalam dilema. Ia bermasalah dengan Memphis Grizzlies karena klub ini sedang mengalami penurunan performa. Pada 2017-2018, misalnya, Grizzlies gagal menembus playoff lantaran hanya memenangkan 22 dari total 82 pertandingan. Mereka lebih banyak mengalami kekalahan daripada memenangkan pertandingan (22-60).

Menurut media Spanyol, El Pais, masalah muncul setelah Grizzlies kehilangan Mike Conley yang cedera musim lalu. “Dari sana, kami kalah di beberapa pertandingan, dan segalanya tidak bekerja,” ujar Gasol. Klub mulai menarik diri dari kompetisi. Mereka berusaha mendapatkan kesempatan besar di NBA Draft pada musim panas. Namun, Gasol merasa hal itu tidak cocok dengannya sehinga terbesit dalam pikirannya untuk pindah.

Di pertengahan musim, Kepala Pelatih David Fizdale dipecat sementara Gasol tetap di tim ini. Masalahnya, para penggemar di luar sana percaya, Gasol berperan dalam pemecatan Fizdale. Mereka memandang sang pemain sebagai masalah, tetapi Gasol mengatakan, dirinya justru bukanlah sebuah masalah. Buktinya, manajemen tetap mempertahankannya di tim ini.

“Konflik saya ada di antara keinginan untuk menang dan loyalitas saya kepada Memphis. Memphis percaya bahwa saya adalah bagian dari solusi, bukan masalah,” kata Gasol lagi.

Meski sempat bermasalah, Gasol rata-rata mencetak 17 poin, 8,1 rebound, dan 4,2 asis. Dengan catatan itu, ia masih menjadi bagian penting Grizzliers musim lalu, dan akan menjadi bagian penting lainnya musim depan. Bagaimanapun, meski sempat beredar rumor akan kepindahannya, Gasol tampaknya akan tetap di Grizzliers musim depan untuk melakoni musim kesebelasnya.      

Mike Conley-Memphis Grizzlies

Mike Conley datang lebih dulu daripada Marc Gasol. Memphis Grizzlies memboyongnya dari Ohio State melalui NBA Draft 2007. Sejak itu, Conley menjadi bagian dari keluarga Grizzlies dan ia pun menjelma garda utama yang mengambil peran vital di tim ini.

Sayangnya, Conley mengalami cedera Achilles parah yang memaksanya absen hampir di sepanjang musim. Ia hanya sempat bermain di 12 pertandingan pertama tanpa bisa kembali di sisa pertandingan lainnya. Grizzlies pun mengalami penurunan performa karena kehilangan garda utama mereka. Gasol bahkan mengatakan, tumbangnya Grizzlies musim lalu disebabkan oleh cederanya Conley.

Kendati demikian, Conley kini berangsur pulih. Dalam sebuah tayangan video, ia bahkan sudah bisa melompat tinggi. Kabarnya, ia siap untuk bermain musim depan bersama Grizzlies. Itu akan menjadi musim kedua belasnya di NBA.

Udonis Haslem-Miami Heat

Nama Dwyane Wade seringkali disangkutpautkan dengan Miami Heat. Akan tetapi, Udonis Haslem punya tempat sendiri di hati para penggemar Heat. Ia selalu bersama klub asal Florida itu sejak 2003 dan mengambil bagian ketika mereka juara pada 2006, 2012, dan 2013.

Kini Haslem tidak lagi muda. Usianya sudah 38 tahun. Ia tidak sekuat dulu. Kesempatan bermainnya pun turun drastis karena tergeser pemain-pemain muda. Musim lalu saja ia hanya tampil di 14 pertandingan. Namun, ia lebih memilih menetap daripada pergi ke klub lain.

Sejak 2017-2018 berakhir, kontrak Haslem dengan Heat pun selesai. Ia kini menyandang status pemain bebas (free agent) dan bisa pindah ke tim mana pun yang menginginkannya atau tetap di Heat dengan kontrak baru. Namun, ia ternyata belum memutuskan apa pun.  Pilihannya bercabang antara pensiun atau bermain lagi—entah untuk Heat atau klub lain. Jika ia memilih pensiun, maka Haslem akan menjadi one-club man.  

Manu Ginobili-San Antonio Spurs

Manu Ginobili meneken kontrak berdurasi dua tahun dengan San Antonio Spurs pada musim lalu. Dengan kontrak itu, ia pun bisa tampil semusim lagi di NBA. Namun, ia juga berpeluang pensiun karena usianya tidak lagi muda. Musim depan, ia akan berusia 41 tahun.

Kendati demikian, Ginobili belum juga mengeluarkan pernyataan apa pun tentang pensiunnya. Kepala Pelatih Gregg Popovich bahkan mempercayai, anak asuhnya itu akan tetap bermain bersamanya musim depan. “Ia sedang mengejar beruang di Barat Laut,” katanya bekelakar seperti dikutip Ksat.com.

Popovich memang ingin Ginobili tetap bermain. Ia merasa pemain asal Argentina itu masih bisa bermain sambil membantunya mengurus para pemain muda. Di musim lalu saja, Ginobili bisa tampil di 65 dari total 82 pertandingan dan mencetak rata-rata 8,9 poin, 2,5 asis, dan 2,2 rebound.

Sejak 2002, Ginobili telah banyak memberikan sumbangan besar untuk Spurs. Ia bahkan menjadi ikon tiga pemain besar San Antonio bersama Tim Duncan dan Tony Parker yang meraih empat gelar juara bersama  pada 2003, 2005, 2007, dan 2014. Jika ia tampil di 2018-2019, itu berarti ia sudah berada di NBA selama 17 tahun.   

Dirk Nowitzki-Dallas Mavericks

Dallas Mavericks mendapatkan Luka Doncic di NBA Draft 2018 ini. Pemain asal Slovenia itu disebut-sebut akan menjadi suksesor Dirk Nowitzki sebagai pemain Eropa yang sukses di NBA. Namun, bagaimanapun, kesuksesan Nowitzki di liga tersohor dunia ini memang sulit disamai, terutama jika membicarakan loyalitasnya.

Nowitzki sudah berada di Dallas sejak 1998. Selama itu pula, ia menorehkan berbagai prestasi, termasuk menjadi juara NBA pada 2011—gelar juara pertama dan satu-satunya yang diraih Mavs. Nowitzki bahkan menjadi salah satu pemain yang tersisa dari musim juara 2011 selain J.J. Barea.

Kini, Nowitzki sudah bermain di NBA selama 20 tahun. Pemain lain yang menyamai rekornya sementara ini hanyalah Kobe Bryant (Los Angeles Lakers). Nowitzki akan kembali musim depan setelah menandatangani kontrak berdurasi satu tahun bersama Mavs. Itu artinya, ia akan segera melakoni musim ke-21 di NBA pada 2018-2019. Mavs membutuhkannya untuk menjadi mentor bagi para pemain muda, terutama Luka Doncic sang ruki dari Eropa.

Dalam kasus Nowitzki, minat klub kepada sang pemain terbilang tinggi. Meski sudah tidak lagi muda, Nowitzki, 40 tahun, tetaplah memiliki peran penting di tim ini. Ia bahkan masih menghuni skuat utama dengan bermain di 77 pertandingan sebagai starter. Andai ia tidak mengalami gangguan kesehatan, mungkin, ia bisa bermain di lebih banyak pertandingan.

Setelah beristirahat karena cedera, di jeda musim ini Nowitzki tampak sudah cukup sehat untuk kembali. Ia bahkan sudah mulai berlatih bersama pemain-pemain muda sambil mengajari mereka mengasah kemampuan bermain di NBA. Kepala Pelatih Rick Carlisle juga berharap sang pemain bisa membantunya mengarungi satu musim kompetisi lagi.

Maka, pada titik ini, jika melihat beberapa pemain “loyal” yang menyandang status (calon) one-club man, loyalitas itu sendiri tampaknya berada di antara ada dan tiada.

Menurut pembaca, loyalitas itu ada?

Foto: NBA

Komentar