IBL

Prawira Harum Bandung dan Pelita Jaya Jakarta telah bertolak ke Mongolia, Senin (1/4) dini hari. Kedua tim ini akan menjadi perwakilan Indonesia untuk Basketball Champions League (BCL) Asia Qualifiers putaran pertama. Keduanya bergabung di dua grup yang berbeda. Prawira ada di Grup A sedangkan Pelita Jaya ada di Grup B. 

Sebelum memainkan pertandingan perdananya, lusa. Mari kita berkenalan dengan calon lawan-lawan Prawira dan Pelita Jaya. Prawira bergabung bersama NS Matrix Deers dari Malaysia, Hongkong Eastern dari Hong Kong (tentunya), dan Bishrelt Metal, runner-up Liga Mongolia. 

 

NS Matrix Deers

Jika Anda penikmat basket Indonesia dan regional Asia Tenggara, maka nama NS Matrix Deers jelas sudah tidak asing. Dulunya, mereka lebih akrab dengan nama Matrix saja. Matrix adalah juara Major Basketball League Malaysia untuk musim 2023-2024 yang telah berakhir Januari lalu. Liga ini diikuti oleh total enam tim perserta. 

Secara keseluruhan, Matrix bisa dibilang adalah miniatur tim nasional Malaysia. Nama-nama yang terdaftar di BCL ini juga nama-nama yang sudah familiar dengan basket Asia Tenggara. Veteran seperti Kuek Tian Yuan adalah pemain paling senior dalam skuad. Kuek adalah salah satu pemain bigman yang cukup versatile di angkatannya. Ia bisa dibilang adalah prototipe bigman-bigman Malaysia dan Singapura. 

Ting Chun Hong, pemain nomor punggung 27 akan jadi ancaman utama dari sisi lokal. Pemain 28 tahun ini bisa dibilang sedang ada dalam performa puncaknya. Ia serba bisa, sama kuatnya di dua arah permainan. Dalam hal ini, kita bicara tentang pemain lokal di Asia Tenggara ya. Chun Hong juga kerap mewakili Malaysia di berbagai turnamen yang akan membuat ia lebih siap untuk menghadapi BCL. 

Skuad Matrix ini bisa digambarkan sebagai tim yang sangat mengandalkan kemampuan fisik. Stamina mereka mumpuni 40 menit dan kekuatan per pemain pun cukup kuat. Prawira harus siap bermain lebih keras ketimbang di IBL. 

Dari pemain asing, Matrix memutuskan membawa dua pemain bertipe garda dan satu bigman. Pun demikian, dua garda yang mereka pilih, Taishaun Johnson dan Damion Rosser adalah dua garda bertipe atletis. Mereka cepat dan kuat dalam menerobos. Johnson juga pemain bertangan kiri yang biasanya kerap memberi kesulitan lebih. 

Akurasi dari Johnson juga tampak sekilas lebih baik ketimbang Rosser. Namun, untuk antisipasi awal gim, sebaiknya Prawira menghindari permainan terbuka (mencegah fastbreak), dan menghalau permainan pos (post play). 

Untuk posisi bigman, keberadaan James Gist yang syarat pengalaman akan cukup membantu menghentikan lawan.  Untuk lebih lengkapnya tentang Matrix, saran saya Prawira bisa mengontak BBM CLS Knights yang sempat berlatih tanding dengan Matrix di awal Maret lalu. 


Hong Kong Eastern

Hong Kong Eastern sempat familiar dengan pecinta basket Indonesia seiring keikutsertaan mereka di ASEAN Basketball League. Namun, skuad ini sudah mengalami banyak perubahan dari saat mereka menjadi juara pada musim 2016-2017. 

Hanya tersisa dua nama dari skuad ABL kala itu yakni Chan Siu Wing dan Adam Xu. Jika tampil sebagai starter, saya yakin Wing akan jadi penjaga Yudha Saputera. Yudha harus berhati-hati dengan pemain ini karena cukup cerdik dalam bertahan. Ia kerap mendapatkan steal yang mengejutkan dari garda-garda lawan. Untuk menyerang, kekuatannya adalah kecepatan. Opsi serangannya tidak banyak, mungkin akan jadi opsi keempat serangan. 

Xu sedikit berbeda. Bermain di area sayap, pemain ini cukup solid dalam bertahan. Ia sangat mungkin menjaga pemain asing lawan untuk mengurangi beban pemain asing Eastern. Kekuatan Xu adalah penetrasi ke area kunci. Untuk tembakan jarak jauh, Prawira bisa sedikit memberi celah. 

Yang berbahaya dari jarak jauh adalah pemain asing Eastern. Dominic Gilbert. Pemain keturunan Austalia-Kroasia ini memang cukup mematikan dari tripoin, utamanya saat ia mendapatkan celah di sebelah kanannya. Prawira harus coba memaksa Gilbert menembak dari arah kirinya untuk coba mengurangi akurasinya. 

Dua pemain asing Eastern lainnya juga cukup mematikan. Chris McLaughlin sebagai bigman memiliki jarak tembak sampai tripoin. Untuk ukuran bigman pun, pemain ini masih bisa bergerak dengan lincah, meski tak secepat itu. 

Satu nama tersisa, Isaiah Eisendorf adalah yang paling berbahaya. Pemain ini komplet sebagai pemain sayap. Ia bisa membawa bola, bisa menembak, cukup halus gerakannya. Ia juga tak sekadar mencetak angka, bisa juga menjadi fasilitator. Eisendorf akan jadi kunci utama serangan Eastern. 

Secara keseluruhan, tim ini akan lebih mengancam dari luar tripoin ketimbang Matrix. Prawira harus melakukan rotasi pertahanan dengan disiplin saat menghadapi tim ini, utamanya saat melibatkan McLaughlin di area atas. 

 


Bishrelt Metal

Sulit untuk mengesampingkat Bishrelt Metal sebagai salah satu tim tuan rumah. Meski tak familiar dengan kekuatan basket Mongolia, kita sempat disuguhkan kemampuan mereka di Asian Games 2018. Selain itu, Mongolia juga secara konsisten turut-serta dalam beragam turnamen di FIBA 3X3. 

Secara keseluruhan, saat kita bicara Mongolia, mereka memiliki fisik yang hampir serupa dengan Cina dan Rusia. Mongolia juga dikenal sebagai negara yang bermain dengan kontak fisik yang tinggi. Ini sangat bisa menjadi masalah, utamanya, untuk pemain garda dan sayap. 

Untuk pemain asing, Jeantal Cylla menjadi satu nama yang sudah bersama tim sejak musim reguler Metal di Liga Mongolia. Cylla adalah two-way player. Cylla bisa jadi masalah untuk Brandone Francis. Prawira harus bekerja keras untuk membantu Brandone dan menjaga emosinya yang rawan meluap-luap. 

Brandone Francis Prawira Harum Bandung Basketball Champions League Asia Qualifier

Untuk BCL, Metal mendatangkan dua pemain asing baru, Christopher Blake dan Daniel Ochefu. Blake pemain yang cukup komplet dalam menyerang. Ia bisa jadi pencetak angka, pun sebagai fasilitator. Konsep dua garda ini bisa menjadi masalah untuk Prawira. 

Ochefu memiliki resume yang mentereng. Anda ingat saat Villanova juara March Madness melalui buzzer beater oleh Kris Jenkins pada 2016, Ochefu ada di sana. Ia bahkan ada di lapangan, coba melakukan screen pada Ryan Arcidiacono yang lantas berbelok dan memberikan umpan pada Jenkins untuk tembakan kemenangan. 

Ochefu lantas sempat bermain 19 kali di NBA, bersama Washington Wizards. Setelahnya ia memang terus berpindah ke Spanyol, Jepang, dan Filipina. Pemain seperti ini bisa diblang tidak mudah ditangani. Meski mungkin tidak dalam kondisi fisik terbaik, pemain seperti Ochefu kerap muncul saat dibutuhkan. James Gist dan barisan pertahanan bawah ring Prawira harus tetap waspada atas peluang Ochefu meledak di gim lawan mereka. 

Foto: Oska Tigana, FIBA, Ariya Kurniawan

 

Komentar