IBL

Russ Bengtson pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi SLAM, sampai mendarat di Complex dan Mass Appeal. Dia telah menghabiskan hampir tiga dekade secara profesional mendalami budaya sneaker. Bengtson kini ingin semua orang tahu bahwa betapa eratnya sejarah bola basket dengan sepatu, melalui buku barunya yang berjudul "A History Of Basketball In Fifteen Sneakers". 

Kenapa hanya 15 sepatu? Apakah Russ Bengtson sudah melupakan model-model ikonik yang menandai tonggak sejarah bola basket. Semuanya dijelaskan lebih dalam dalam buku tersebut. Tentang bagaimana permainan bola basket dan perkembangan sneaker telah berevolusi sejak zaman Chucks yang tidak punya teknologi apa-apa, sampai sepatu dengan penuh teknologi. 

"Saya selalu pergi ke toko buku Powell ketika saya berada di Portland, atau pergi ke Strand (di New York City), dan tanpa henti membaca buku-buku bola basket mereka, mencari barang-barang yang sudah tidak lagi dicetak. Saya benar-benar telah membaca semua buku bola basket yang dapat saya temukan, dan semua buku sneaker yang dapat saya temukan. Ada yang menyebutkan beberapa sepatu basket di berbagai buku bola basket, tapi tidak pernah terlalu mendalaminya. Dan, saya ingat kembali, ketika saya pertama kali mencoba mendapatkan pekerjaan di SLAM, sebagian alasannya adalah, saya ingin seri pertama Jordan yang diterbitkan ulang pada tahun 1994 dan 1995, dan SLAM adalah yang paling tepat. Satu-satunya publikasi yang meliput sepatu kets dan bola basket," kata Bengtson. 

Untuk menulis salah satu artikel di buku tersebut tentang Air Jordan, Russ Bengtson berbicara dengan David Falk dan Sonny Vaccaro. Jadi Bengtson berusaha sebaik-baiknya untuk memberikan pengetahuan soal sejarah sepatu dan bola basket. Dia pernah berbicara langsung dengan sumbernya. 

"Dan, saat berbicara dengan mereka, menurut saya mereka berdua benar. Saya pikir mereka salah menafsirkan peran orang lain, jika itu masuk akal. Falk, menurut saya, merasa Sonny berusaha mengambil pujian karena berhasil membuat Jordan menandatangani kontrak dengan Nike. Saya rasa yang bisa dilakukan Sonny adalah meyakinkan Nike untuk memilih Jordan. Bahkan Falk pun tahu bahwa kesuksesan Jordan bukanlah jaminan. Itu masih menjadi salah satu hal favorit saya," kata Bengtson. 

"Nike mengontrakn Jordan dengan kontrak berdurasi lima tahun dan mempunyai keyakinan bahwa jika dia tidak menjual barang-barang Jordan senilai satu juta dolar dalam tiga musim, mereka bisa membuangnya selama dua tahun terakhir. Tapi dia (Michael Jordan) mampu menjual 126 juta dolar Amerika pada tahun pertama. Tak seorang pun mengira ia akan gagal, namun tak seorang pun mengira ia akan sukses sebesar itu."

Dalam buku tersebut Russ Bengtson juga menulis tentang adidas Pro Model dan Superstar. Menurut Bengtson, Pro Model adalah produk kelas atas, sedangkan Superstar jadi model dengan harga terjangkau. Padahal secara sekilas keduanya sama. Jarang ada yang tahu kalau Kareem Abdul-Jabbar merupakan dua merek, sekaligus pemain dengan sepatu khas Pro Model. Tetapi ketika Run DMC memakai Superstar, maka Abdul-Jabbar memakai model yang sama sampai tahun 1987. 

Buku ini memang wajib dimiliki sekaligus dibaca bagi mereka yang mengaku sebagai sneakerhead. Karena akan mengetahui seluk beluk pembuatan sepatu, sampai pengaruhnya terhadap budaya bola basket. Dalam laman web hachettebookgroup.com, buku ini mulai dijual sejak 10 Oktober 2023, seharga 35 dolar Amerika Serikat untuk fisiknya. Sementara untuk e-book dengan 256 halaman lengkap, dihargai 16,99 dolar Amerika. (*)

Foto: Sole Savy

Komentar