IBL

Tulisan ini pertama kali diunggah di Mainbasket.com pada 6 Desember 2017. 

 

 

Tahun 2017 yang akan segera berlalu ini dinodai dengan coreng hitam di muka perbasketan Indonesia. Skandal judi terkuak! Sayangnya lagi, waktu terkuaknya skandal ini tidak jauh dari waktu tip off pertama musim kompetisi 2017-2018 (8 Desember 2017).

Dengan surat sanksi yang dikeluarkan Perbasi lalu itu memang sudah menjawab bahwa pengaturan skor memanglah nyata adanya di perbasketan Indonesia. Apalagi di kompetisi basket kita, salah satu klub tanpa tedeng aling-aling berani memasang logo rumah judi online sebagai sponsor di seragam mereka. Ya, judi. Sebuah aktivitas yang sering dikaitkan dengan pengaturan skor.

Dengan merangkum dari pengalaman saya meliput dan menonton basket, testimoni pemain, dan –tentu saja- mencoba-coba peruntungan di bursa taruhan hingga mengenal dan dekat dengan para reporter rumah judi online, saya akan mencoba mengajak Anda menyibaknya.

Begini, pengaturan skor kecenderungannya memang mengarah pada kepentingan judi. Alasan utama dan besar memang judi. Di luar itu, meski sedikit sekali, pengaturan skor kembali kepada sistem kompetisi olahraga itu sendiri: biasanya pilih-pilih lawan di babak selanjutnya.

Olahraga baru bisa benar-benar bersih dari judi jika tanpa adanya unsur-unsur kompetisi: kalah, menang, imbang, durasi, sistem kompetisi, hadiah dan sejenisnya. Judi pun makin merasa terwadahi dan merasuk ke dalam tetes demi tetes keringat di lapangan ketika olahraga berkembang ke arah industri.

Pun begitu dengan kompetisi basket. Dengan sistem dan regulasi yang diatur sedemikian rupa agar lebih kompetitif, menarik, fair, malah membuat basket dicap sebagai olahraga yang paling rawan (menarik) untuk terjadinya pengaturan skor, dipermainkan, dan dijudikan, dibandingkan dengan cabang olahraga lainnya semisal sepakbola, bola voli, bulutangkis, atau bahkan tinju. Sang pengatur skor (selanjutnya kita sebut “fixer”) leluasa bermain-main dengan angka-angka di basket.

Setidaknya, ada empat hal mendasar dalam sistem permainan basket yang membuka lebar kesempatan bagi fixer untuk melakukan pengaturan skor tanpa ditengarai sebagai sebuah kejanggalan. Empat hal itu adalah:

 

Celah utama pengaturan skor di basket dibandingkan olahraga lainnya adalah sistem pengalian poin dari per bola masuk; mulai 1, 2 dan 3 dengan sistem akumulatif yang diterapkan dari empat babaknya. Ini membuat basket memiliki tiga jenis perolehan poin dan diakumulasikan menjadi sangat banyak, bisa berkisar di atas 60 ke atas.

Jumlah poin yang banyak plus tiga jenis poin inilah tabir utama untuk sebuah pengaturan skor. Kecurangan akan bisa tertutupi. Kejanggalan akan sulit terdeteksi karena banyaknya poin itu. Saat poin ke berapa seorang pemain curang? Susah terdeteksi.

Hal ini berbeda jauh dengan sepakbola yang skor akhirnya hanya berkisar di antara 2, 3 dan 4. Kejanggalan akan mudah untuk ditemukan dalam tiap bola yang masuk gawang.

 

Basket adalah cabang olahraga beregu dengan babak terbanyak, dan itu berbanding lurus dengan banyaknya jumlah bursa taruhan. Empat babak di basket ini bisa membuka minimal enam jenis taruhan: taruhan masing-masing babak; taruhan paruh waktu (half time); dan game secara keseluruhan. Jenis taruhan sebelum pertandingan itu makin berkembang dan bisa menjadi 36 jenis jika disematkan handicap/voor dan atas-bawah perolehan total angka baik per babak atau secara keseluruhan.

Bahkan, taruhan itu bisa berkembang lagi menembus 100 jenis dengan taruhan perolehan poin individu serta saat pertandingan berlangsung (in play), atau lebih dikenal dengan taruhan bola jalan. Peluang bagi fixer pun cukup terbuka dengan berbagai pilihan mengatur jenis taruhan yang aman.

Sama halnya dengan sepakbola, celah bagi seorang fixer di basket adalah di sistem babak yang dibatasi waktu. Sistem itu berbeda dengan cabang olahraga beregu lainnya semisal voli yang pembagian babaknya diakhiri dengan poin, yakni pemain yang menentukan sendiri berakhir tidaknya babak itu sendiri.

Namun basket lebih mudah dalam memberi celah seorang fixer dibandingkan sepakbola meski secara keseluruhan durasinya hampir sama. Sebab, sekali lagi, babak di basket lebih banyak.

Fixer akan bebas memilih di babak mana yang ia mainkan tanpa ketahuan. Kalau boleh menyimpulkan, fixer akan sering memainkan di babak awal karena kemudian akan terlupakan oleh tiga babak berikutnya. Karenanya, jangan heran jika di kompetisi Indonesia sebuah tim favorit juara (beberapa kali atau kerap) kalah di kuarter pertama dari tim tak diperhitungkan atau promosi.

 

Sebagaimana cabang olahraga beregu, maka basket juga memiliki pergantian pemain. Sayangnya, basket memiliki pergantian pemain tak terbatas dan pemain yang sudah diganti masih bisa masuk lagi. Ini juga peluang besar bagi pelatih dan pemain untuk terlibat dalam pengaturan skor.

Siapa yang bermain curang lagi-lagi akan tertutupi oleh pergantian yang silih berganti. Bukan hanya para pemain pertama (starter), pemain pengganti pun bisa ikut bermain-main dengan pengaturan skor.

Makin terbuka untuk dipermainkan adalah posisi pemain untuk strategi yang juga cair. Di basket, masing-masing pemain punya posisi dan peran tersendiri, tapi dengan alasan strategi pelatih dimaklumkan untuk menggantikannya dengan peran yang berbeda. Padahal ini juga celah untuk pengaturan skor.

Contoh kasus: seorang pelatih dari Tim A menjadi fixer dan ia harus mengalah di poin demi meraih keuntungan di rekening judinya. Dalam posisi leading di tengah permainan kemudian ia mengganti center dengan point guard atau shooting guard dan memerintahkan untuk sering-sering menembak tiga angka.

Pergantian pemain beda posisi di basket ini sah-sah saja, kan? Apalagi demi strategi.

Padahal, tersembunyi dalam benak pelatih ia memasukkan shooter yang akurasi tembakan tiga angkanya buruk agar lawan menang rebound karena Tim A tak memiliki lagi center. Tak lain ini demi memberi kesempatan menyalip perolehan angka Tim A. Strategi pergantian pemain pun membantu pengaturan skor ikut berjalan.

Sedikit kembali membandingkan dengan sepakbola yang pergantiannya terbatas, kecenderungan mengganti pemain beda posisi sangat kecil dan itupun terpaksa, katakanlah cedera. Apalagi Declan Hill dalam bukunya The Fix sudah mengerucutkan posisi para pemain yang bisa melakukan skandal pengaturan skor. Yakni dari yang utama; bek tengah, penjaga gawang, hingga striker. Dan di sepakbola Anda tidak bisa seenaknya mengganti penjaga gawang dengan seorang striker.

 

Ini yang terjadi di Indonesia. Ketiadaan laga kandang dan tandang. Sistem turnamen antar kota yang berpindah-pindah dan makan biaya membuat penyelenggara biasa melakukan efisiensi dengan dua hingga tiga tim dalam satu hotel. Pemain atau pelatih dengan bebasnya bertemu lawan atau bahkan keluar masuk kamar lawan.

Pengaturan skor bisa dilakukan kedua tim sejak dari tempat tim menginap. Janjian strategi yang aman dari endusan skandal, selanjutnya.. tinggal mewujudkannya di lapangan.

  

Bagaimana Skor itu Diatur?

Begitulah, basket dengan sistem dan aturannya makin mewadahi pengaturan skor. Dan, seperti yang telah dikemukakan di atas, kecenderungan pengaturan skor itu tak lepas dari keberadaan judi.

Namun, bukan berarti bandar atau situs-situs taruhan yang serta-merta menjadi orang pertama yang disalahkan dalam pengaturan skor. Sebab, seringnya pengaturan skor tak ada sangkut pautnya dengan bandar. Malah bandar yang merugi karena ia terpaksa membayarkan taruhan kemenangan pada fixer.

Bandar hanya membuka bursa taruhan dengan harga dan penghitungan koefisien tertentu berdasarkan statistik, mau pasang atau tidak itu terserah Anda. Kembali ke Anda masing-masing.

Fixer-lah yang kerap tergoda dengan bursa taruhan yang dibuka bandar. Dengan kewenangannya dalam mengatur tim, ia juga merasa bisa mengatur hasil dan jalannya sebuah pertandingan. Si fixer akan memasang sebuah taruhan, lalu menggunakan timnya agar ia menang di taruhan tersebut.

Yup, fixer biasanya memang punya wewenang di sebuah klub atau tim. Bisa pemilik (owner), manajer, ofisial hingga pelatih. Setop sampai pelatih. Tanpa mengajak pemain untuk ikut dalam pengaturan skor, ofisial dan pelatih pun sudah bisa mendapatkan keuntungan sendiri dengan bermain-main dalam strategi.

Mulai penyusunan pemain starter, memasang lima pemain cadangan pada kuarter tertentu yang ia pertaruhkan, hingga instruksi tembakan tiga angka seperti yang telah dikemukakan di atas tadi, semuanya bisa dilakukan seorang pelatih dan ofisial tanpa sepengetahuan pemain.

Maka tak heran kalau surat dari Perbasi lalu membuat saya juga turut menangkap adanya keganjilan. Sebab, dari 9 yang divonis, 8 di antaranya pemain dan hanya satu ofisial. Padahal, pemain berada di lapisan terbawah dalam sebuah skandal pengaturan skor. Pemain hanya menerima dan menjalankan instruksi.

Lumayan bro, lima juta. Bisa gede lagi jika pemain yang diajak sedikit,” begitu kira-kira ungkap seorang pemain ketika saya pancing dengan teori adanya pengaturan skor di basket tahun lalu.

Si pemain yang saat ini sudah pensiun itu membenarkan adanya pengaturan skor di basket. Per pemain minimal bisa mendapatkan Rp5 juta dalam setiap pertandingan. Itu jika 12 pemain (sekaligus cadangan) dilibatkan, dan jika kita kalikan lalu tambahkan jumlah ofisial serta pelatih yang jatahnya tentu lebih besar, maka akan ketemu besaran kemenangan seorang fixer. Ratusan juta rupiah untuk satu pertandingan.

Si pemain –sampai paragraf ini dan selanjutnya saya tak akan pernah menyebutkan namanya karena saya menghargai fakta yang diungkapkannya— mengungkapkan semua instruksi dari pelatih. Hanya dua pilihan kata saja menjadi kode, “atas” atau “bawah”.

“Jika pelatih bilang ‘atas’, maka ia akan menyebutkan jumlah bola. Artinya kita harus mengejar kemenangan dengan jumlah bola yang disebutkan itu. Kalau bawah, ya kita mengalah. Ini yang lebih mudah,” terangnya.

Ia kemudian menjelaskan berbagai cara pemain untuk mengalah. Bukan hanya saat defense (biasanya dengan lompat tanpa pergerakan tangan ke bola), saat menyerang pun mereka mendapatkan banyak peluang untuk mengalah. Jump shoot atau lay up di tengah lawan agar terblok, tembakan gratis yang sengaja melenceng, dan yang paling aman dari kejanggalan adalah memaksakan tembakan tiga angka.

Pemain memang menerima uang, dan ia hanya menjalankan instruksi. Kenapa hanya pemain yang menjadi korban?

Sekarang, menyudahi artikel ini, mari kita merenungi pertanyaan berikut ini. Menurut Anda, ada atau tidak pengaturan skor di kompetisi bola basket Indonesia?

Lalu, jika jawabannya memang ada, masihkah kita tetap mencintai basket Indonesia dan kompetisinya ini? Kalau saya, masih. Karena basket bukan hanya permainan soal kalah, menang dan skor. Ini adalah hiburan. It’s showtime. Semoga terhibur!(*)

 

Ilustrasi: etsy.com

Komentar