IBL

Dimaz Muharri tersangkut kasus dengan klub lamanya, CLS Knights Surabaya. Kasus ini sudah sampai ke ranah hukum, dan makin terungkap ke publik setelah Dimaz mengeluarkan surat terbuka. Sementara, kuasa hukumnya memberikan kronologi secara rinci mengenai perkembangan kasus tersebut.

Kasus ini menyita perhatian insan basket di seluruh tanah air. Termasuk pada pemain profesional (IBL) yang aktif dan sudah pensiun. Mereka membuat pertemuan virtual yang diikuti lebih dari 70 orang. Dalam pertemuan tersebut dibahas soal perkembangan kasus Dimaz Muharri dan banyak hal terkait hal tersebut.

"Kalau dari hasil pertemuan ini, ada beragam tanggapan. Banyak yang menyayangkan kejadian ini. Bahkan beberapa dari mereka kecewa juga, karena tim sebesar itu, dan Dimaz juga ikut membesarkan namanya, bisa berakhir seperti ini," kata Christian Ronaldo Sitepu, mantan pemain Satria Muda.

Menurut Dodo, sapaan akrabnya, pertemuan tersebut baru sebatas bentuk solidaritas antarpemain basket saja. Karena kenyataannya belum ada wadah yang menaungi mereka. Dodo kemudian mengerucutkan pembicaraan ke pembentukan asosiasi pemain.

"Bentuknya sekarang baru dukungan moral saja untuk Dimaz Muharri. Tetapi kami juga tidak tinggal diam. Kami berencana membuat surat ke PP Perbasi, sebagai induk olahraga basket di Indonesia, untuk meminta mereka turun tangan. Bentuknya seperti apa, itu terserah pihak federasi. Tetapi kami sebagai pemain-pemain basket di Indonesia memohon mereka agar tidak tutup mata dengan peristiwa ini," imbuhnya.

Sementara itu, Daniel Wenas yang bersemangat menyuarakan pembentukan asosiasi pemain, mengatakan kalau pertemuan tersebut jadi yang pertama dari grup aplikasi percakapan yang mereka buat sebelumnya. Jadi ini langkah awal yang bagus, khususnya bersatu untuk membantu Dimaz Muharri.

"Saya sudah sering cerita, kalau kami para pemain punya grup yang isinya membicarakan tentang asosiasi pemain. Inilah pertemuan pertama kami. Dalam pertemuan kemarin, kami tidak hanya membahas soal Dimaz Muharri saja. Tetapi ada beberapa pemain aktif yang bercerita tentang kondisi mereka saat ini. Ternyata masih banyak klub yang menunggak gaji pemain. Kami akan coba mengurai satu per satu benang kusut ini," ungkap Daniel.

Mantan pemain profesional Fandi Andika Ramadhani yang ikut dalam pertemuan tersebut berharap kisruh antara Dimaz Muharri dan CLS Knights bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Meski sudah masuk ranah hukum, setidaknya bisa diupayakan mediasi. Mungkin ada komunikasi yang terputus antara kedua belah pihak.

"Intinya kami ingin membantu Dimaz. Mengupayakan adanya mediasi antara Dimaz dan pihak CLS Knights. Jangan sampai kasus ini makin kisruh," ujar Rama. "Kami para pemain juga tidak tahu duduk permasalahan yang sebenarnya. Hanya Dimaz dan CLS yang tahu. Karena kalau dilihat dari pemberitaan sekarang, hanya ada dari sisi Dimaz saja. Oleh karena itu, kami berharap adanya mediasi. Karena kami belum punya payung hukum, maka salah satu caranya adalah meminta bantuan Perbasi dan liga." 

Soal Dimaz Muharri, aksi solidaritas pemain ini belum bisa berbuat banyak. Mereka belum punya payung hukumnya. Jadi yang bisa dilakukan hanya meminta pihak-pihak terkait untuk membantu penyelesaian kasus tersebut. Tetapi dengan kasus tersebut, para pemain kini sadar tentang pentingnya asosiasi pemain.

"Kami tahu diri, karena kasus Dimaz ini sudah menyentuh ranah hukum. Tetapi kami ingin menunjukkan bahwa kami bersatu. Berkat kasus ini mencuat, para pemain sepakat untuk satu tujuan yaitu membentuk asosiasi pemain," kata Dodo.

Pertemuan ini tidak hanya diikuti oleh pemain aktif saja. Ada pula pemain-pemain yang sudah pensiun, serta praktisi hukum. Ternyata banyak sekali masalah yang berkaitan dengan klub dan pemain. Dalam pertemuan tersebut, para pemain profesional yang berusia muda juga mengaku tidak tahu menahu tentang kasus-kasus seperti ini. Diskusi tersebut membuka mata mereka yang baru melangkah ke jenjang profesional. Pada intinya, semua berharap agar kasus-kasus seperti Dimaz Muharri bisa diselesaikan, demi basket Indonesia yang lebih baik. (tor)

Foto: IBL Indonesia

Komentar