IBL

Indonesian Basketball League (IBL) 2021 digelar dengan sistem “gelembung” di Villa Robinson, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sistem ini digunakan untuk membatasi penyebaran virus korona. Dimulai sejak 10 Maret lalu, IBL 2021 sudah melewati tiga dari empat seri yang ada di musim reguler. Untuk babak playoff sendiri, rencananya akan digelar di Mahaka Square Arena, Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Tiga seri berlalu, persaingan menuju playoff masih cukup ketat, utamanya di Divisi Merah. Tiga tim dari setiap divisi akan melaju ke playoff, sebuah sistem yang serupa dengan musim-musim sebelumnya. Indonesia Patriots yang bermaterikan pemain-pemain muda atau tim nasional U-23 ikut berlaga hanya di musim reguler saja. Oleh karena itu, jika Patriots duduk di tiga besar, maka tim peringkat empat Divisi Putih berhak mengisi posisi mereka di playoff.

Lantas, apa saja yang bisa kita lihat sejauh tiga seri ini? Berikut kami berikan beberapa garis besar yang ada.

Babak Belur Amartha Hangtuah dan Pacific Caesar

Ada dua tim yang hingga Seri 3 berakhir baru mengoleksi satu kemenangan. Mereka dalah Amartha Hangtuah dan Pacific Caesar Surabaya. Menariknya, kemenangan kedua tim ini sama-sama terjadi saat berhadapan dengan NSH Mountain Gold Timika. Sebuah kebetulan yang sangat presisi, kemenangan keduanya atas NSH juga sama-sama berselisih dua poin.

Harry Prayogo, Asisten Pelatih Hangtuah, menjelaskan kepada saya bahwa salah satu sumber masalah musim ini adalah persiapan yang buruk. Menurutnya, Hangtuah menjalani masa persiapan terburuk dalam lima musim terakhir. Gangguan virus korona hingga cedera menjadi masalah utama. Selain itu, Hangtuah juga ditinggal dua pemain penting mereka, Luca Rimba Lioteza dan Lucky Abdi.

Untuk saya, jika harus memberi saran, maka masalah Hangtuah lebih besar dari itu. Serangan mereka monoton dan pertahanan mereka terlalu rapuh, atau bahkan nyaris tidak ada. Bersama dengan Pacific, Hangtuah adalah dua tim yang memiliki defensive rating lebih dari 100. Artinya, Hangtuah dan Pacific kemasukan setidaknya satu poin dalam setiap penguasaan bola lawan. Defensove rating Hangtuah di angka 103,5 sedangkan Pacific 103,6.

Hangtuah rasanya sudah cukup penuh dengan pemain yang percaya diri untuk menembak tripoin. Musim depan, saya harap mereka bisa menemukan pemain yang tajam di dalam garis busur atau bahkan dominan di area tersebut. Menambah atau mempertajam ketangkasan bigman mereka juga menjadi hal yang wajib di musim depan. Secara hitungan, Hangtuah sendiri masih bisa lolos ke playoff, meski sulit. Hangtuah harus menyapu bersih seluruh gim tersisa dan berharap West Bandits dan NSH tak sekalipun menang. 

Berbeda dengan Hangtuah, Pacific dengan perombakan total memang tak semestinya memiliki ekspektasi tinggi. Mereka seharusnya bisa bermain lepas, tanpa beban, sembari terus mengumpulkan pengalaman. Namun, yang terlihat tak seperti itu. Pemain Pacific justru terlihat tertekan, entah demam panggung atau hal lainnya, saya juga tidak mengerti.

Hal yang patut disyukuri dalam program Pacific adalah menonjolnya permainan Yonatan dan Gabriel Senduk. Seiring kepergian pemain-pemain andalan Pacific di jeda musim, rasanya Pacific bisa mulai fokus membangun tim untuk mendukung Yonatan dan Gabriel di musim mendatang. Antara Hangtuah atau Pacific akan menutup musim ini setidaknya dengan dua kemenangan. Keduanya belum bertemu di tiga seri yang sudah berlalu. 

Satria Muda dan Pelita Jaya Masih Perkasa

Tanpa kehadiran pemain asing, Satria Muda Pertamina Jakarta dan Pelita Jaya Bakrie Jakarta menunjukkan keperkasaan mereka. Meski terlambat datang ke “gelembung” karena mayoritas pemainnya terjangkit virus korona, Pelita Jaya sama sekali tak terlambat panas. Sebaliknya, Pelita Jaya langsung tancap gas sejak gim pertama. Setelah melewati 10 gim, Pelita Jaya hanya kalah sekali. Satu-satunya kekalahan Pelita Jaya diberikan oleh Satria Muda.

Susunan starter Andakara Prastawa, Reggie Mononimbar, Agassi Goantara, Hardian Wiacaksono, dan Vincent Kosasih cukup sulit ditembus oleh lawan-lawan Pelita Jaya. Apalagi, tim asuhan Ocky Tamtelahitu ini konsisten menerapkan pola bertahan full court press hampir sepanjang gim. Masih hadirnya sosok seperti Respati Ragil, Govinda Saputra, dan Valentino Wuwungan dari bangku cadangan membuat Pelita Jaya terasa sangat dalam.

Namun, seperti yang ditunjukkan Satria Muda, Pelita Jaya bukannya tanpa celah. Saat full court press tersebut bisa dipecahkan, pertahanan Pelita Jaya tampak tak sekuat itu. Buktinya, dalam kemenangan 76-54 Satria Muda, 52 poin di Satria Muda tercipta di area kunci. Satria Muda bahkan tidak berpikir tentang tripoin saat menghadapi Pelita Jaya. Terbukti dengan hanya tujuh percobaan tripoin sepanjang gim.

Satria Muda sendiri sudah kalah dua kali dari 12 gim. Dua kekalahan tersebut diberikan oleh Prawira Bandung di gim pembuka dan Louvre Dewa United Surabaya. Menariknya, dua kekalahan tersebut hanya berjarak satu dan empat poin. Sebuah hasil yang menunjukkan bahwa Satria Muda sebenarnya masih cukup dekat dengan kemenangan di gim-gim tersebut.

Hal yang menarik perhatian saya pribadi adalah fakta bahwa Satria Muda benar-benar tak tertarik untuk menembak di belakang garis busur. Incaran utama mereka adalah area kunci, area dengan persentase tembakan masuk terbesar di seluruh permainan basket di dunia. Satria Muda melepaskan total 230 percobaan tripoin, yang merupakaan percobaan terendah dari seluruh tim peserta IBL 2021.

Variasi serangan high-low Satria Muda menjadi salah satu yang menarik ditonton di setiap gim yang mereka mainkan. Mereka juga bergerak dengan dinamis dan tak egois. Hal ini membuat catatan 226 asis sepanjang musim menempatkan Satria Muda sebagai tim dengan koleksi asis terbanyak di liga. Satria Muda juga memimpin liga untuk rebound dan defensive rating. Butuh lebih dari sekadar kemampuan individu satu dua orang pemain untuk membongkar pertahanan Satria Muda.

Persaingan Playoff Memanas!

Lima tim dari Divisi Merah masih berpeluang lolos ke playoff. Satya Wacana Saints Salatiga memiliki peluang paling kecil tapi masih belum tertutup. Catatan empat kemenangan dan masih menyisakan empat gim membuat peluang Satya Wacana masih ada. Namun, selain harus memenangi seluruh gim tersisa, Satya Wacana juga harus berdoa Bali United Basketball dan Bima Perkasa Yogyakarta terjungkal di sisa gim mereka.

Terlepas kegagalan Satya Wacana lolos ke playoff, apa yang mereka tampilkan musim ini bisa dibilang cukup menjanjikan. Saya harap tim ini tidak mengalami perubahan di musim depan dan kita akan bisa melihat perkembangan mereka. Antoni Erga dan Alexander Franklyn memberi bantuan besar kepada David Nuban, Bryan Elang, dan Hengky Lakay sebagai tiga sosok yang lebih berpengalaman di tim ini.

Pemuncak Divisi Merah adalah Louvre dengan delapan kemenangan dari 12 gim. Pelita Jaya mungkin akan duduk di puncak klasemen akhir nanti melihat tren positif mereka dan baru memainkan 10 gim. Pun demikian, Louvre berada di posisi yang lebih aman ketimbang Bali United dan Bima Perkasa. Dua tim yang disebut terakhir akan bertemu Pelita Jaya esok dan lusa. Ini adalah laga tunda dari Pelita Jaya yang telat masuk ke “gelembung.”

Sebagai tim debutan, apa yang ditunjukkan oleh Bali United musim ini sebenarnya cukup bagus, meski tak mengejutkan. Susunan pemain mereka diisi oleh veteran yang sudah cukup lama bermain di liga profesional Indonesia. Mungkin acungan jempol layak ditunjukkan untuk dua ruki berposisi garda mereka, Joseph Desmet dan Winston Swenjaya yang tampak tak malu-malu di musim pertama mereka.

Secara skema permainan, Bali United masih belum terlalu berkarakter. Kehadiran Ponsianus Nyoman Indrawan di bawah ring dan Lutfi Koswara di area tripoin membuat tim ini cukup fleksibel. Atau mungkin, fleksibilitas permainan ini adalah karakter yang berusaha dibentuk oleh Aleks Stefanovski. Bali United adalah tim dengan offensive rating terbaik keempat di liga, tepat di bawah Pelita Jaya, Prawira, dan Satria Muda. Namun, hal yang perlu diwaspadai adalah Bali United memimpin liga untuk eFG% dengan 49 persen. Catatan ini sekali lagi tak lepas dari peran Lutfi Koswara, penembak tripoin terbaik liga musim ini (perbandingan akurasi dengan frekuensi).

Di bawah asuhan David Singleton, Bima Perkasa muncul sebagai tim yang cukup mengerikan. Sayangnya, badai cedera yang terjadi di “gelembung” membuat mereka kehilangan empat gim beruntun. Namun, begitu cedera tersebut teratasi, Bima Perkasa kembali terlihat mengancam. Saya pribadi tertarik saat Bima Perkasa turun dengan pola small ball, meninggalkan Galank Gunawan dan Isman Thoyib di bangku cadangan.

Susunan Samuel Devin, Azzaryan Pradhitya, Indra Muhammad, Rachmad Febri Utomo, dan Restu Dwi Purnomo, cukup menarik perhatian saya. Pergerakan mereka sangat dinamis dan semuanya bisa mengancam dari jarak jauh. Masalah utama Bima Perkasa adalah menentukan kapan waktu menembak. Di beberapa waktu, pemain Bima Perkasa tampak “overpass” sebuah skema permainan. Hasilnya bisa ditebak, tembakan itu meleset atau menjadi sebuah turnover. Semakin terbukti dengan catatan bahwa Bima Perkasa dalah tim dengan persentase turnover terbesar kedua di liga.

Inkonsistensi Prawira dan West Bandits

Sebelum musim dimulai, beberapa orang secara yakin berkata kepada saya bahwa Prawira adalah jagoan mereka untuk menjadi juara IBL 2021. Ketika saya tanya alasannya, mereka menjawab berdasarkan video latih tanding di Youtube Prawira atau tim lawan mereka. Di tayangan tersebut, Prawira terlihat menyeramkan. Tim ini mereka deskripsikan sebagai tim yang penuh dengan penembak jarak jauh. Plus hadirnya sosok Firman Dwi Nugroho dan Pandu Wiguna, tim ini punya pemain untuk “kerja kotor” di bawah ring.

Ucapan mengenai penembak tripoin tersebut memang tidak bohong. Prawira adalah satu dari empat tim yang sudah melakukan percobaan tripoin lebih dari 300 kali (309). Tiga tim lain adalah Amartha Hangtuah (360), West Bandits (333), dan Patriots (322). Prawira juga berada di urutan kedua untuk akurasi tripoin secara tim dengan 29 persen, hanya kalah dari Bali United dengan 31 persen.

Satu hal yang membuat saya kebingungan adalah konsistensi Prawira sebagai tim. Di sebuah laga, kita bisa melihat tim ini penuh dengan api, mengejar kemenangan sampai bel akhir laga berbunyi. Di gim lain, kita seolah melihat api itu padam. Prawira tampak tak ingin menang, bahkan tak ingin bermain. Inkonsistensi ini yang membuat mereka kehilangan empat gim, termasuk di antaranya kekalahan dari Patriots dan NSH Mountain Gold Timika, dua kekalahan yang jelas tanpa “api.”

Jika Prawira menunjukkan inkonsistensi di gim yang berbeda, maka West Bandits kerap menampilkan hal yang sama dengan jarak kuarter saja. Pergantian kepala pelatih tepat beberapa waktu sebelum liga dimulai mungkin bisa jadi alasan untuk hal ini. Plus waktu terbentuknya tim yang juga mepet dengan liga.

Dalam artikel "Chemistry, Kambing Hitam Andalan Dalam Setiap Kegagalan Prestasi", yang pernah saya tulis, harusnya hal seperti ini tidak terjadi di level profesional. Menurut saya, penyebab utama inkonsistensi West Bandits adalah kondisi fisik pemain-pemain mereka, atau bahasa umumnya kehabisan bensin. Dengan hanya beberapa pemain berada di usia emas (23-28) dan memiliki pengalaman yang cukup, West Bandits kesulitan melakukan rotasi pemain.

Terbukti dengan kecilnya menit bermain pemain-pemain muda West Bandits di awal musim. Justru sebaliknya, pemain seperti Pringgo Regowo dan Fadlan Minalah mendapatkan menit yang besar. Saya cukup mengapresiasi tim pelatih West Bandits yang akhirnya mengubah hal tersebut. Ruki, Patrick Nikolas kini mendapatkan menit besar dan memberikan jawaban apik atas konsistensi, utamanya secara fisik. Ruki rasa veteran, Rio Disi, juga kini terus mendapatkan porsi besar.

Tiga kemenangan dalam lima gim terakhir rasanya bisa jadi pertanda baik untuk West Bandits. Jarak mereka dengan NSH pun terbuka dengan tiga kemenangan. Dengan empat gim tersisa, West Bandits hanya butuh dua kemenangan atau satu kemenangan (plus NSH kalah) untuk lolos ke playoff.

Melihat Rotasi Pemain Patriots

Patriots memang cukup mengejutkan banyak pihak di IBL 2021. Untuk kami di Mainbasket, hasil ini tak teralu mengejutkan. Seperti yang sempat kami bahas di Mainbasket Podcast Episode BERAPA, Patriots berpeluang mengejutkan lawan-lawannya dengan gempuran tenaga tiada henti. Hasilnya pun berkata demikian. Tim-tim profesional Indonesia masih kesulitan melawan full court press penuh tenaga pemain-pemain muda tersebut.

Pun demikian, ada hal yang tampaknya dilupakan banyak pihak. Meski disebut muda, pemain-pemain Patriots sebenarnya tidaklah sangat muda. Memang, beberapa nama masih berstatus mahasiswa baru di tahun 2020, namun itu adalah usia yang wajar di basket Indonesia. Mundur jauh ke penyelenggaraan liga profesional, banyak sekali pemain yang masuk ke tim profesional sebagai lulusan SMA.

Patriots memiliki rataan usia di angka 20,8 tahun. Catatan ini di luar Dame Diagne yang masih bersuia 15 tahun. Pemain seperti Yudha Saputera, Muhamad Arighi, Kelvin Sanjaya, hingga Hendrick Yonga bahkan sudah sempat berlatih dengan tim nasional atau tim profesional. Ikram Fadhil bahkan nyaris masuk ke skuat ABL CLS Knights Indonesia andai tidak mengalami cedera ACL. Oleh karena itu, apa yang mereka tampilkan sebenarnya sudah sesuai dengan kapasitas mereka.

Kini pertanyaan terbesarnya adalah bagaimana kondisi tim ini saat melakukan rotasi. Dalam 12 gim, susunan utama tim ini berpusat pada Yudha, Arighi, Aldy Izzatur, Ali Bagir, dan Kelvin. Bagir baru saja keluar “gelembung” karena mengalami sakit. Yudha pun di gim terakhir Patriots dibatasi hanya bermain lima menit. Menarik ditunggu apakah Patriots akan terus melakukan rotasi seperti ini di sisa musim. Mengingat mereka tak mungkin tampil di playoff, rasanya melihat seberapa dalam skuat ini bisa menjadi opsi untuk penikmat basket Indonesia.

Satu seri tersisa, seluruh tim akan menyisakan empat gim untuk Seri 4. Ini akan jadi ajang pertarungan yang seru, utamanya untuk Divisi Merah. Di Divisi Putih, saya berharap NSH masih bisa memberi persaingan di sisa gim yang ada. Setidaknya, mereka tak bisa membiarkan West Bandits lolos hanya dengan memenangkan satu pertandingan. (DRMK)

Foto: Harianto dan Ariya Kurniawan

Statistik oleh : Halo Statistik

Komentar