IBL

Senyum tipis menghiasi wajah seorang pria berbadan tinggi tegap. Di sebuah altar salah satu gereja di Sentani, pada 8 Agustus lalu. Tampak begitu gagahnya. Apalagi dengan balutan busana PDU 1 warna biru gelap. Seragam militer kebesaran TNI Angkatan Udara (AU).

Sosok pria tegap dan penuh wibawa itu adalah Marius Bernadus Mabur. Alumni Honda DBL Indonesia All-Star 2011 dari SMAN 1 Merauke. Kini, dia berprofesi sebagai prajurit TNI AU berpangkat Sertu. Berdinas di Lanud Leo Wattimena, Morotai, Maluku Utara.

Hari itu tentunya adalah momen paling spesial bagi Marius. Karena dia mempersunting Elis Agustina Yotha. Gadis asal Sentani yang kini telah resmi menjadi pendamping hidupnya. Melengkapi perjalanan hidupnya yang begitu luar biasa dan menginspirasi. Mengingat latar belakangnya. Sebagai seorang anak biasa berasal dari pedalaman Merauke yang begitu cinta basket. Dan, begitu gigih dalam mengejar dan wewujudkan mimpi serta cita-citanya.

Flash back sembilan tahun silam. Tepatnya pada 28 Juli 2011. Marius yang saat itu berstatus siswa SMAN 1 Merauke membuat catatan sejarah fenomenal. Siapa sangka. Anak dari pedalaman kota paling ujung timur Indonesia itu sukses terpilih skuad elite Honda DBL Indonesia All-Star. Menyisihkan ribuan student athlete lainnya dari penjuru negeri. Dia pun berhak terbang ke Seattle, Amerika Serikat pada bulan Oktober 2011. Untuk belajar dan bertanding di negara asal basket itu.

Seiring keberhasilannya terpilih sebagai skuad elite Honda DBL Indonesia All-Star 2011 dan terbang ke Amerika. Nama Marius langsung dikenal se-Merauke. Siapa sangka. Itu yang membuka pintu kesempatan baginya untuk berkarier di militer.

Selepas lulus SMA, Marius mendaftar tes seleksi penerimaan prajurit TNI AU di Merauke. Didukung keinginan kuatnya, kondisi fisik serta nilai akademiknya yang terjaga sebagai student athlete, serta sertifikat penghargaan DBL All-Star, Marius melalui proses seleksi penerimaan prajurit TNI AU dengan lancar.

”Ada cerita menarik saat saya tes wawancara. Penguji saya waktu itu ternyata cukup mengenal saya. Karena dia sempat membaca berita kalau saya pernah terpilih DBL All-Star dan terbang ke Amerika,” kenangnya.

Pada tahun 2014 Marius berhasil menyelesaikan pendidikan militer. Penugasan pertamanya langsung di Mabes TNI AU di Jakarta. Meski demikian, Marius tetap melanjutkan hobinya beraktivitas main basket. Karena itulah, saat tim Papua bersiap menyongsong PON XIX/2016 di Jawa Barat, oleh institusinya Marius dipindahtugas ke Jayapura. Dia ikut mendapat panggilan seleksi dan lolos memperkuat tim Papua. Marius ikut andil mempersembahkan medali perunggu pada PON edisi ke-19 tersebut. Setelah menang 64-58 atas Jawa Tengah pada perebutan tempat ketiga.

Dengan status bintara TNI AU, Marius juga sempat ikut memperkuat klub basket Cenderawasih saat tampil pada JP Pro Tournament di DBL Arena Surabaya pada 2017 lalu. Sebelum akhirnya dia mendapat penugasan baru di Lanud Leo Wattimena, Kepulauan Morotai, Maluku Utara hingga saat ini.

Di tempat penugasan saat ini (Morotai), Marius juga tetap aktif main basket. Bahkan, bersama salah satu rekannya dia menginisiasi berdirinya Morotai Basketball Club. Klub basket pertama dan satu-satunya di Morotai! ”Kalau tidak karena pandemi Korona, Januari lalu sebenarnya tim kami bakal mengikuti turnamen basket pertama kami di Ternate,” paparnya.

Perjuangan Marius menekuni basket sungguh luar biasa. Dia dilahirkan dan dibesarkan di desa yang berada di pedalaman Taman Nasional Boken Wasur, Merauke. Untuk berlatih basket, dia harus menempuh perjalanan panjang dari rumah ke sekolahnya. Jaraknya sekitar enam kilometer. Marius melahap rute itu dengan berjalan kaki. Kerap kali jam 21.00 dia baru tiba di rumah. Padahal, di kampungnya saat itu belum ada penerangan listrik. Orang tuanya pernah membelikan sepeda namun rusak karena tak kuat menahan beban tubuhnya yang tinggi dan besar.

Bakat basketnya secara tidak sengaja ditemukan oleh Frans Lucky Liptiay, guru sekaligus pelatih basket SMAN 1 Merauke saat itu. Sekarang, pria yang akrab disapa Coach Lucky itu pindah tugas di SMAN 1 Kurik Merauke dan sedang memoles potensi muda lainnya asal Merauke.

Awalnya, Marius bukanlah pemuda yang bermain basket secara serius, tetapi remaja yang sedang menapaki bakat bertinju. Di lapangan SMAN 1 Merauke, Coach Lucky kali pertama melihat Marius belajar bermain basket. Marius kala itu duduk di bangku kelas XII SMP YPK Merauke. Melihat Marius berlatih, Coach Lucky langsung kepincut. Apalagi, Marius punya tekad kuat dan fisik yang atletis.

Coach Lucky pula yang memberi informasi kepada DBL.id kabar gembira pernikahan Marius beberapa hari lalu. Menurut Coach Lucky, Marius adalah salah satu sosok anak didiknya yang luar biasa membanggakan. Menurut dia, Marius layak jadi inspirasi anak muda Papua lainnya. Bahwa melalui panggung Honda DBL, anak dari pedalaman mampu unjuk gigi dan memupuk rasa percaya diri mampu bersaing dengan anak-anak muda lainnya dari penjuru negeri.

Marius menjadi student athlete putra pertama dari Honda DBL Papua Series yang sukses menembus skuad elite DBL All-Star dan berangkat ke Amerika. Pada 2009, Yohana Magdalena Momot dari SMAN 1 Jayapura berhasil terpilih menjadi bagian dari tim putri DBL All-Star yang berangkat ke Australia.

Kisah sukses Marius dan Yohana itulah yang menjadi sumber inspirasi dan motivasi para student athlete generasi selanjutnya dari tanah Papua. Bahwa, meski dari provinsi paling ujung timur sekalipun, talenta muda basket asal Papua tak kalah bersaing dengan anak muda lainnya. Termasuk mereka yang berasal dari kota-kota besar di Jawa sekalipun.

Tentunya, keberhasilan Marius menembus skuad elite DBL All-Star dan berkesempatan ke Amerika memberi impact yang luar biasa bagi geliat basket di Kabupaten Merauke. Tempat asal Marius. Tak heran, potensi-potensi muda berbakat terus bermunculan dari kabupaten terluas sekaligus paling timur di provinsi Papua ini.

Tercatat, tiga anggota DBL All-Star berasal dari Merauke. Mereka adalah Henry Cornelis Lakay (DBL All-Star edisi 2015) yang kini bermain di IBL bersama Satya Wacana Salatiga. Disusul Anthoni Putra Aipassa (DBL All-Star 2018), serta terakhir ada Armando Fredrik Jagiwar Kaize (DBL All-Star 2019). Ketiganya berasal dari SMAN John 23 Merauke.

Marius berharap, ke depannya akan terus lahir potensi pebasket muda berbakat dari kampung kelahirannya (Merauke), dan juga tanah Papua. Meski dia agak sedikit prihatin mengamati perkembangan terkini.

"Beberapa waktu lalu, sebelum pandemi Korona saya sempat pulang kampung. Saya amati di lapangan basket sekolah tempat saya biasa main basket dulu setiap sore. Kok gak begitu banyak anak-anak muda yang main basket seperti jaman kami dulu,” ungkapnya.

Marius juga berharap, akan muncul lagi sosok-sosok pelatih hebat dan telaten lainnya di Merauke. Seperti halnya Coach Lucky, pelatih yang sangat berjasa bagi karirnya. ”Saat ini, menurut saya hanya dia pelatih basket hebat dan punya komitmen memajukan basket di Merauke. Tapi saya dengar kalau Bapak (Coach Lucky) kini pindah tugas ke SMAN 1 Kurik. Tentu itu jadi berkah bagi anak-anak muda di Distrik Kurik. Semoga nantinya akan muncul sosok pelatih hebat lainnya seperti Bapak,” pungkasnya. (*)

Foto: Dika Kawengian, DBL Indonesia

Komentar