IBL

Artikel ini dibuat setelah timbul pernyataan dan pertanyaan dari diskusi dengan beberapa insan basket, dari pelatih di daerah-daerah, manajer tim, pemain, dan penikmat bola basket. Apakah kita bisa berprestasi di basket kalau pemain kita kecil-kecil?

Sebuah tulisan tahun 2006 menarik di The Sydney Morning Herald dengan judul “Yao Ming: the basketball giant made in China by order of the state” karena membahas bagaimana seorang Yao Ming yang lahir tahun 1980 diciptakan oleh negara dengan “memaksa” pernikahan dua orang yang sama-sama memiliki gen tinggi badan yang menjulang. Ayah Yao Ming, Yao Zhiyuan dengan tinggi 203 sentimeter (atlet basket) dan Ibunya, Fang Feng Di (mantan kapten tim nasional Basket Tiongkok) 185 sentimeter.

Postur Yao Ming, 229 cm, seolah menguatkan jurnal yang ditulis tahun 2007 berjudul “Combined Genome Scans for Body Stature in 6,602 European Twins: Evidence for Common Caucasian Loci” oleh Marcus Perola dan kawan-kawan (2007), yang menjelaskan bahwa faktor paling besar dalam membentuk tinggi badan seseorang adalah faktor genetika atau keturunan. Dari dua tulisan tersebut, mungkin kita perlu menyebut bahwa tinggi badan adalah gift.

Basket adalah soal tinggi badan, mungkin begitu yang terpikir saat Yao Ming berhasil menjadi pemain Tiongkok pertama yang bersinar di NBA. Indonesia pun tidak mau kalah dengan kemungkinan untuk mencari pemain dengan tinggi badan yang menjulang. Dikutip dari laman nysnmedia.com, guna menghadapi persiapan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2023, pada tahun 2018 Pengurus Pusat (PP) Perbasi pernah mencari pemain tinggi minimal dua meter dengan berkirim surat ke Pengurus Perbasi seluruh daerah di Indonesia.

Ketika berbicara beberapa prestasi olahraga yang popular di Indonesia, basket menjadi perbincangan yang cenderung negatif. Nirprestasi. Tapi tunggu dulu, jangan-jangan Indonesia tidak berbakat di basket? Tidak ada yang tahu. Dalam World Population Review disebutkan bahwa rata-rata pria Indonesia tingginya 158 sentimeter dan wanita 147 sentimeter sehingga membuat Indonesia menjadi populasi paling pendek di seluruh dunia. Tiongkok rata-rata pria 169,5 sentimeter, dan wanita 158 sentimeter, sedangkan Amerika Serikat rata-rata pria 175,3 sentimeter dan wanita 161,5 sentimeter. Montenegro menjadi negara dengan penduduk pria paling tinggi di dunia dengan rata-rata 183 sentimeter.

Prestasi FIBA World Cup dan Olimpiade

Sebelum melangkah membahas tinggi badan pemain, penulis akan membuat gambaran terlebih dahulu mengenai prestasi negara-negara dalam basket. FIBA World Cup pria sudah dilaksanakan 18 kali sejak tahun 1950, bahkan basket pria sudah dipertandingkan dalam Olimpiade 1936. Untuk FIBA World Cup wanita ada mulai tahun 1953, namun baru masuk ke cabang olahraga di Olimpiade 1976. Dari penyelenggaraan tersebut ada catatan-catatan menarik.

Selama penyelenggaraan FIBA World Cup, hanya 10 negara Asia (termasuk Malaysia di tahun 1986) dan 7 negara Afrika yang ikut serta. Prestasi terbaik Asia diraih oleh Filipina (1954) dengan merebut juara 3 dari 12 peserta. Sedangkan prestasi Afrika yang paling baik diraih oleh Mesir(1950) dengan merebut juara 5 dari 10 peserta. Selanjutnya kita tahu bersama bahwa tahun 2019 lalu di ajang FIBA World Cup, tidak ada satu pun perwakilan Asia dan Afrika yang lolos dari babak penyisihan grup. Bagaimana dengan olimpiade? Sejak penyelenggaraan tahun 1936, tidak ada negara Asia dan Afrika yang mampu meraih medali.

Dari 19 kali olimpiade basket pria, AS berhasil mendapatkan 15 kali medali emas. Menariknya, dari 18 kali penyelenggaraan FIBA World Cup, AS hanya berhasil menggondol juara sebanyak 5 kali. Dalam 15 tahun terakhir, yang paling mencuri perhatian adalah tim nasional Spanyol yang berhasil menggondol tiga medali di olimpiade, dan dua kali juara dunia (2006 dan 2019).

Di kategori wanita, sepanjang sejarah penyelenggaraan FIBA World Cup dan Olimpiade, hanya Uni Soviet dan Amerika Serikat yang berhasil meraih juara atau emas. Hanya dua kali kedua negara tersebut bisa dipatahkan dominasinya. Ketika tahun 1994, Brazil menjadi juara FIBA World Cup wanita, dan 2006 Australia menggagalkan three-peat Amerika Serikat di ajang FIBA World Cup.

Di kategori wanita juga merupakan kesempatan untuk mencuri prestasi dari negara di luar Eropa dan Amerika Serikat , terbukti Tiongkok, Korea Selatan, dan Jepang bisa mencuri medali di FIBA World Cup maupun di Olimpiade. Sayangnya sampai saat ini negara Afrika tidak ada yang dapat meraih prestasi di kategori wanita. Pada Olimpiade 1992 di Barcelona, Tiongkok bahkan mampu merebut perak, sedangkan Amerika Serikat hanya perunggu. Demikian juga pada FIBA World Cup 1994, Tiongkok hanya kalah dari Brazil di final.

Jika menilik dari perkembangan prestasi basket (mengesampingkan Amerika Serikat), kita bisa lihat bahwa tim nasional pria Spanyol sudah mulai berkembang sejak tahun 1984, sedangkan tim putrinya baru bisa meraih prestasi mulai tahun 2010, meskipun belum bisa mematahkan dominasi AS. Negara yang menarik dilihat perkembangannya juga Australia yang tim nasional putranya berhasil mencapai semifinal FIBA World Cup 2019. Sementara di timnas putri, Australia sudah berhasil mendapatkan banyak medali sejak tahun 1996 dan puncaknya adalah tahun 2006 menjadi juara dunia.

Tinggi Badan di FIBA World Cup 2014-2019

Dalam kesempatan ini, penulis juga akan membahas beberapa fakta menarik mengenai tinggi badan pemain basket pria yang tampil di FIBA World Cup 2014 dan 2019.

Pemain di FIBA World Cup 2019 rata-rata memiliki tinggi 199 sentimeter, 4 pemain paling pendek 178 sentimeter dan pemain paling tinggi 222 sentimeter (Boban Marjanovic, Pemain NBA Dallas Mavericks asal Serbia). Posisi garda utama (point guard) memiliki tinggi rata-rata 188 sentimeter, forwarda memiliki rata-rata tinggi 202 sentimeter, sedangkan senter rata-rata 209 sentimeter. Tim tertinggi dimiliki oleh Serbia dengan rata-rata 206 sentimeter, sedangkan Filipina menjadi tim paling pendek dengan rata-rata 193 sentimeter. Lebih dari 50 persen pemain Spanyol (tim juara) memiliki tinggi minimum 197 sentimeter dengan rata-rata tinggi tim 200,6 sentimeter.

Menilik pada FIBA World Cup 2014, lagi-lagi Filipina menjadi pemain dengan rata-rata terpendek (191 sentimeter), sedangkan Yunani memiliki rata-rata tertinggi (204 sentimeter). Pemain terpendek lagi-lagi dari Filipina (Lewis Tenorio 170 sentimeter) dan tertinggi dari Iran (Hamed Haddadi 218 sentimeter). Keseluruhan pemain memiliki rata-rata tinggi 199 sentimeter, dengan posisi garda utama rata-rata 188 sentimeter, forwarda 202 sentimeter, dan senter 210 sentimeter. Amerika Serikat yang saat itu juara memiliki tinggi rata-rata 200,8 sentimeter dengan pemain paling pendek 185 sentimeter.

IBL Vs. NBA

Dalam artikel Dimitrije Curcic (2020) "67 Years of Height Evolution in the NBA - In-depth Research", menyatakan bahwa sejak 1952 sampai dengan 2018, tinggi rata-rata pemain NBA berevolusi dari 193 sentimeter menjadi 200,7 sentimeter. Sedangkan untuk musim 2019-2020, rata-rata pemain NBA memiliki tinggi 199 sentimeter. Tacko Fall (Boston Celtics) menjadi pemain paling tinggi (226 sentimeter) dan Chris Clemons dari Houston Rockets menjadi pemain paling pendek (175 sentimeter).

Baca juga: 67 Years of Height Evolution in the NBA - In-depth Research (Dimitrije Curcic)

Sedangkan IBL 2020 ini cukup menarik. Seluruh pemain IBL rata-rata memiliki tinggi 187,1 cm. Lester Prosper (Indonesia Patriots) menjadi pemain yang paling tinggi (209 sentimeter) dan Riggs Parieri dari Amartha Hangtuah menjadi pemain terpendek (165 cm). Satria Muda Pertamina Jakarta menjadi pemain dengan rata-rata tertinggi (189,5 sentimeter) namun dari sisi persentase kemenangan masih berada di posisi empat. Sedangkan Satya Wacana Salatiga menjadi tim terpendek (185,1 sentimeter). Jika dilihat lebih dalam lagi, Satya Wacana Salatiga juga memiliki persentase pemain paling banyak (64 persen) yang tingginya di bawah rata-rata liga.

Sementara itu Pacific Caesar Surabaya memiliki pemain paling banyak (65 persen) yang tingginya di atas rata-rata liga. Yang cukup menarik, tim seperti Bank BPD DIY Bima Perkasa yang memiliki tim dengan tinggi badan tertinggi ketiga justru berada di paling buruk dalam persentase kemenangan. Fakta lainnya terungkap bahwa tim seperti NSH yang memiliki pemain dengan rata-rata di bawah liga justru malah menjadi peringkat ketiga dalam hal persentase kemenangan.

Apakah Tidak Mungkin Menjadi Pemain Hebat Dengan Tubuh Pendek?

Jawabannya sangat mudah. Mungkin saja. Jika kita mau melihat pada NBA, ada 2 pemain dengan tinggi badan 160 sentimeter dan 175 sentimeter yang punya catatan cukup menarik. Yang pertama adalah Muggsy Bogues (160 sentimeter) dan tentu saja menjadi pemain paling pendek selama sejarah NBA. Jika dilihat dari empat musimnya yang paling banyak bermain sebagai starter (96 persen), dari tahun 1992-1995 mencatatkan rata-rata 10,2 poin, 3,5 rebound, dan 9,2 asis dengan efisiensi tembakan 47,9 persen dan tembakan gratis 82,8 persen, serta melakukan turnover 1,9 per gim. Jika dibandingkan dengan beberapa pemain yang menjadi perbincangan sebagai pemain terbaik NBA era 1990-an sampai dengan sekarang bisa kita lihat bahwa Muggsy Bogues memiliki beberapa kelebihan seperti asis, tembakan gratis, dan turnover yang lebih kecil per pertandingan.

Pemain lain di NBA yang bertubuh pendek dan mencatatkan prestasi luar biasa adalah Isaiah Thomas, yang sempat mencicipi sebagai calon MVP musim eguler NBA tahun 2017. Jika kita melihat puncak performanya pada tahun 2013, 2016, dan 2017 terlihat bahwa dia memiliki kemampuan mencetak poin yang luar biasa dengan 21,7 poin per gim, bahkan musim 2016-2017 berhasil mencapai 28,9 poin per gim. Sementara itu efisiensi tembakannya mencapai 51,4 persen dengan tembakan gratis 88,7 persen. Dari sisi tembakan gratis Isaiah Thomas bahkan lebih baik dari Kobe, Jordan, maupun Lebron. Kelebihan lain seperti turnover yang kecil dan efisiensi tembakan yang baik juga menjadi andalan Isaiah Thomas.

Lalu Apa yang Harus Kita Lakukan?

Tim Basket adalah kumpulan individu, dan tinggi badan adalah individu. Melihat pembahasan di atas, penulis berpendapat bahwa perlu dilaksanakan beberapa hal. Pertama, membuat strategic plan hingga 20 tahun ke depan dengan benchmarking negara-negara yang memiliki kultur dan prestasi basket yang progresif dari tahun ke tahun, bukan hanya sekali atau dua kali. Strategic plan yang meliputi yes-no-question akan membuat pelatih dan pengurus basket di daerah semakin mudah mengarahkan sumber dayanya. Apakah seorang pemain yang tidak potensial dan bertubuh pendek harus mempertimbangkan opsi lain selain prestasi di basket atau tidak.

Bagaimana mengukur potensial atau tidaknya? Hal kedua yang diperlukan adalah analisa data dan statistik yang berperan membantu pengambilan keputusan. Bagi decision maker, keputusan yang paling bisa dipertanggungjawabkan adalah melalui statistik. Bagaimana statistik diambil? Penulis menyarankan bahwa semua pertandingan mulai dari tingkat terkecil sampai dengan tingkat tertinggi direkam. Sarana dan prasarana yang ada serta semakin mudah dan terjangkaunya alat rekam seharusnya tidak menjadikan sebuah alasan. Hal ini benar-benar akan membantu sebuah keputusan tiap pemain, misalnya: pemain memiliki tubuh 155 sentimeter, namun dalam rekam data menunjukkan bahwa dia punya banyak kelebihan, maka opsi “yes” bisa dilanjutkan.

Yang terakhir, penulis menyarankan bahwa seluruh pelatih dari level sebelum profesional, mempunyai timeline untuk masing-masing individu pemainnya dan prestasi yang memungkinkan dicapai oleh pemainnya. Dengan demikian, hanya extraordinary man yang akan menembus batas
tinggi badan”.

Chris Paul pernah berkata. “Keep practicing, never let somebody tell you that you are too small or too slow”. Teruslah berlatih, jangan pernah biarkan seseorang mengatakan kamu terlalu kecil atau terlalu lambat. Sangat inspiratif bagi pemain kecil di NBA seperti Chris Paul. Tapi perlu diingat, Chris Paul itu tingginya 183 cm!!!

Salam Olahraga

Foto: NBA

Komentar