IBL

Louvre Surabaya segera memulangkan pemain-pemainnya begitu pandemi Covid-19 mulai merajalela. Wendha Wijaya, garda utama, pun langsung pulang ke Sukabumi. Sampai saat ini, ia terus bersama keluarganya.

Selama IBL hiatus, tidak banyak yang bisa dilakukan pemain-pemain seperti Wendha. Apalagi mereka memang tidak bisa ke mana-mana. Namun, tetap harus menjaga kondisi tubuh agar tetap bugar di rumah. Oleh karena itu, mereka mencoba untuk latihan sendiri-sendiri.

Saya sempat menghubungi Wendha via telepon. Menanyakan tentang kegiatannya selama hiatus. Sekaligus membicarakan kompetisi yang sudah berlangsung setengah musim.

Selama hiatus, di rumah saja?

Selama ini di rumah saja sama keluarga. Habiskan waktu sama keluarga. Latihan sendiri. Paling itu, tidak banyak melakukan apa-apa.

Berarti tidak ada latihan di lapang, ya?

Tidak ada, di dalam rumah saja. Kemarin-kemarin masih sempat lari di lapangan Secapa (Setukpa Polri). Cuma di situ sudah ditutup. Soalnya ada siswa yang kena. Tidak bisa ke situ lagi.

Sampai ada beritanya, kan, di Sukabumi. Jadi, paling di rumah saja sekarang. Sudah paling baik di rumah dulu. Conditioning sendiri: push up, sit up, barbelan.

Ada pendapat tidak tentang situasi seperti ini?

Ya, bagaimana, ya? Kami juga tidak tahu kondisi real-nya seperti apa. Kami harus ikuti pemerintah. Kalau ingin main, ya saya ingin main. Masalahnya, liga juga memikirkan keselamatan semua orang. Itu yang lebih penting. Makanya keputusan diliburkan ini bagus juga.

Kalau sudah selesai semua, saya ingin main lagi. Itu kalau sudah ada obatnya, sudah selesai semua.

Kalau melihat perkembangannya, liga cenderung bakal dihentikan atau justru lanjut terus?

Tidak tahu juga. Kalau mau lanjut, ya sudah main saja. Masalahnya tadi itu, kita tidak tahu kondisinya bakal seperti apa.

Balik lagi, ini soal keselamatan semua orang. Kalau ada obatnya, semua bisa ditangani dengan cepat, dan kondisinya aman juga, ya sudah siap main. Itu saja, sih.

Seandainya liga dilanjutkan dengan pemain lokal saja, apa bisa? Kita lihat teman Pak We, Dash (Dashaun Wiggins), tidak bisa ke mana-mana di New York. Mereka kena lockdown. Pemain asing belum tentu bisa kembali ke Indonesia.

Kalau saya, sih, siap saja. Saya pribadi siap. Cuma harus dikasih waktu buat latihan dulu. Jangan langsung main.

Maksudnya, ada jeda 1—2 bulan buat persiapkan kondisi. Mesti ada yang disiapkan. Tidak bisa langsung main. Ini, kan, sudah libur hampir sebulan.

Liga sebenarnya sudah berjalan selama setengah musim. Apa pendapat Pak We tentang permainan Louvre?

Louvre bagus. Perkembangannya positif. Tahu sendiri, kami ini tim baru, semuanya serbabaru. Kami sekarang ada di posisi empat atau lima kalau timnas tidak dihitung. Lumayan, bisa masuk playoff.

Ini, kan, positif. Dengan segala keterbatasan, ini bagus. Begitu menurut saya.

Kalau kompetisinya? Sebelum hiatus, saya lihat persaingannya ketat.

Kompetisi seru. Satu tim dengan tim lainnya bisa saling mengalahkan. Sudah mulai kompetitif. Tidak ada yang kuat banget. Semua merata.

Sekarang, tinggal lihat siapa yang siap pada pertandingan itu. Kalau siap, dialah yang bakal memenangi pertandingan.

Di Louvre ada beberapa pemain muda, ada Nikholas Mahesa, sama anak Malang itu, siapa namanya? Ada pendapat tentang mereka?

Nikolas dan Dio Tirta, ya? Mereka sebenarnya bagus. Seandainya dapat kesempatan, terutama Dio Tirta itu, bisa berkembang. Dia menunjukkan skill-nya. Bisa menembak tripoin.

Masalahnya, di sini kompetisinya beda lagi. Ada strategi pelatih juga. Kami harus mengikuti itu. Kalau tidak bisa beradaptasi atau berkembang, akan sulit juga. Cuma Dio Tirta itu bagus, kok.

Louvre diasuh Coach Bedu (Andika Saputra). Orangnya seperti apa?

Coach Bedu? Pelatih, kan, punya strategi masing-masing. Dia juga punya. Pemain menurut saja.

Di lapangan, dia bukan tipe pelatih yang suka marah-marah. Dia memberi kami ruang buat improvisasi segala macam. Dia menyusun strategi sesuai jalannya pertandingan. Pemain yang eksekusi.

Orangnya asyik. Dia juga pintar bikin kesempatan-kesempatan. Dia cukup tahu harus melakukan apa; memasukkan siapa, mengeluarkan siapa, rotasi seperti apa. Dia pintar di situ.

Di Louvre ada beberapa eks pemain Garuda. Daniel (Wenas), Lutfhianes (Gunawan), Galank (Gunawan). Seperti apa rasanya bermain bersama mereka lagi?

Senang banget bisa main lagi sama mereka. Garuda Bandung tahun 2016 kalau tidak salah.

Saya sudah tahu apa keinginan mereka. Daniel inginnya menembak kalau kosong. Galank bagus di rebound. Luthfi suka provokasi dan defense. Kami sudah punya chemistry. Enak saja main bersama mereka.

Di posisi garda utama, selain Pak We ada Dimaz (Muharri), Martavious Irving, dan Mike (Kolawole). Otomatis kalian mesti bersaing secara internal untuk mendapatkan menit bermain. Seperti apa persaingannya?

Kami ikuti saja jadwal latihannya. Ikuti instruksi pelatih. Kalau kurang, kami tambah sendiri.

Kalau main, kami harus paham strategi pelatih. Siapa yang paham, dia yang main. Yang paling utama, ikuti pelatih saja. Kalau kurang, tambah sendiri. Tunjukkan dedikasi saja.

Dulu saya sempat membicarakan ini dengan Coach Bedu, dengan Daniel, tentang leadership Pak We di tim Louvre. Sebenarnya leadership ini harus berjalan seperti apa, sih?

Sederhananya, kami yang senior memberi contoh lewat perbuatan, bukan hanya omongan. Kalau latihan, tunjukkan latihan yang serius. Hidup disiplin. Semuanya yang baik-baik.

Soalnya, junior-junior ini melihat kami. Mereka mencontoh kami. Jangan memberi contoh yang jelek kepada mereka.

Jangan mau kalah setiap pertandingan. Harus ada proses, ada usaha. Hasilnya menang atau kalah, prosesnya itu lebih penting. Harus kasih yang terbaik dulu. Biar kami jadi contoh, yang lain mengikuti.

Kalau soal chemistry?

Apa? Chemistry? Seiring berjalannya waktu, sudah dapat. Cuma, sayangnya, tiba-tiba setop.

Sejauh ini, sih, oke. Seiring berjalannya waktu, saya jadi tahu setiap pemain itu maunya apa. Daniel mau apa. Galank mau apa. Dimaz mau apa. Pemain asing maunya apa juga sudah mulai tahu.

Kami, kan, sering latihan bersama. Bertanding juga sama-sama. Keluar bahkan sama-sama. Kebersamaan membangun chemistry juga.

Main dengan Louvre membuat Pak We harus jauh dari keluarga. Seperti apa rasanya?

Yang pasti sedih. Soalnya jauh dari keluarga yang biasanya dekat. Dulu di NSH, Garuda, pulang bisa satu minggu sekali ke Sukabumi. Sekarang paling sebulan sekali. Itu pun belum tentu.

Inginnya, sih, setiap minggu pulang. Cuma tidak bisa karena jarak. Saya, sih, bersikap profesional saja jadinya. Ini karier saya. Keluarga juga mengerti. Semua berjalan lancar sejauh ini.

Seperti apa rasanya tinggal di Surabaya?

Surabaya, sih, panas, hahaha.

Ya, bedalah sama di sini. Cuma enak juga fasilitasnya. Kami latihan di DBL, ada AC-nya. So far, so good. Baik-baik saja.

Enak jadi pemain Louvre? Fasilitasnya oke?

Wow, luar biasa! Kami tinggal di hotel. Biasanya kami tinggal di hotel waktu ada pertandingan. Ini tiap hari.

Mungkin ini pertama kali, ya, di Indonesia. Selama main basket, rasanya tidak ada yang tinggal di hotel tiap hari. Ini saja.

Kalau manajemen? Perlakuan owner, manajemen, kepada pemain-pemainnya?

Bagus. Maksudnya, tidak masalah. Baik saja. Komunikasi antarpemain ke atas itu berjalan dengan baik. Kami juga diperlakukan profesional.

Tadi kita sempat bicara soal pemain muda, kalau di liga ada nama-nama yang keren?

Maksudnya? Di IBL begitu? Kalau yang keren, siapa ya?

Widy (Widyanta Teja) bagus. Lutfi (Koswara) bagus. Ini lokal saja, nih?

Iya, lokal saja. Kalau asing kayaknya bagus-bagus, hahaha.

Hahaha, iya ya. Kalau lokal, saya lihat Yerikho (Tuasela) itu juga bagus. Abraham Wenas. Sama shooternya Hangtuah, siapa itu?

Sevly Rondonuwu?

Bukan, satu lagi. Neno, ya?

Oh, Stevan Neno?

Iya, itu Stevan Neno. Itu juga bagus.

Ya, sudah itu paling. Kalau dari SM, saya suka Rivaldo (Tandra).

Oh, tidak boleh lupa sama pemain muda dari tim lama Pak We, ya? Hahaha. Kalau timnas? Ada komentar soal mereka?

Mereka satu tingkat di atas kami. Mereka kumpulan pemain terbaik Indonesia. Itu program Perbasi. Ya, kan, program Perbasi?

Ya, bisa dibilang begitu. Terus?

Sejauh ini kelihatan bagus. Cuma sepertinya harus ditambah lagi. Mungkin mencoba liga yang lebih tinggi. Satu tingkat di IBL. ABL kali, ya? Coba di sana mereka bisa bermain seperti apa. Dilatih seperti apa. Berkompetisi di sana seperti apa.

Oh ya, omong-omong target, Louvre punya target apa?

Kemarin kita pernah bicara ini. Targetnya playoff. Cuma kalau bisa lebih, kenapa tidak? Misalnya bisa ke semifinal, ayo saja.

Kesempatannya ada?

Chance-nya ada. Kalau lihat perkembangannya, kami punya kesempatan. Meski pun kemarin sempat ada beberapa gangguan. Savon (Goodman) cedera. Cuma di luar itu masih ada.

Kalau bicara target, dari manajemen inginnya playoff. Kalau bisa lebih, pemain-pemain juga ingin lebih. Untuk saat ini, kami fokus gim per gim. Kami selalu seperti itu. Kami lihat gim per gim. Kalau ada kesempatan, harus kami ambil. Jangan muluk-muluk dulu.

Harapan ke depannya apa? Terus ada pesan tidak untuk teman-teman sesama pemain, pesan kepada penggemar?

Harapannya, virus ini segera berakhir, kembali normal. Kita hidup seperti biasa. Semoga basket di Indonesia juga bisa lebih maju lagi.

Buat teman-teman yang ada di rumah, sebagai pemain, harus jaga kondisi. Biar tidak drop saat nanti liga kembali dimulai.

Kalau buat penggemar-penggemar basket, ketika ini selesai, mudah-mudahan bisa bertemu lagi. Kami ingin berkompetisi lagi, bertemu penggemar-penggemar. Hidup seperti biasa.

Jadi, tolong di rumah dulu sebisa mungkin. Sampai waktunya kita bisa bertemu lagi. Stay safe!

Oke, kalau begitu, terima kasih. Semoga tetap sehat di sana. Salam buat Sukabumi. Sementara ini saya belum bisa pulang ke sana, hehehe.

Oke, sama-sama.

Foto: Hari Purwanto

Komentar