IBL

Sahabat Semarang masih rajin muncul di kancah bola basket perempuan Indonesia. Selama tiga tahun gelaran Piala Srikandi, mereka setia menjadi peserta. Namun, ada yang berbeda saat Sahabat tampil di Seri II Jakarta pada musim 2020.

Kepala Pelatih Xaverius Wiwid saat itu lebih sering duduk di bangku bersama pemain-pemain cadangan. Ia tampak kurang sehat. Masker menutupi sebagian wajahnya. Sebagai gantinya, Deny Sartika selaku asisten pelatih berdiri di pinggir lapangan. Ia berkesempatan untuk menggantikan Wiwid untuk mendampingi pemainnya dari sana.

Saat melihatnya senggang, saya pun menghampiri bekas pemain Bima Sakti Malang tersebut. Kebetulan saya ingin berbincang tentang beberapa hal, termasuk pengalamannya terjun ke kepelatihan. Saya merasa beruntung karena akhirnya ia mengiyakan.

Kita recall pengalaman Mas saat menjadi pemain profesional. Dulu bermain untuk Bima Sakti berapa lama?

Saya gabung di Bima Sakti Malang dari 2001—2016. Sekitar 15 tahun. Dari zamannya Kobatama, ganti IBL, ganti NBL, balik ke IBL lagi.

Dapat apa saja saat itu?

Sebagai pemain? Saya dapat, satu, pendidikan. Jujur, kalau bukan dari basket, saya tidak bisa kuliah. Tidak bisa melanjutkan pendidikan. Kedua, saya dapat pengalaman yang banyak. Saya dapat teman. Bisa ke mana-mana. Bisa keluar sambil melihat pertandingan. Jalan-jalan. Bisa menabung. Bisa dapat relasi. Dapat banyak dari basket.

Kalau begitu, seandainya pemain-pemain muda ingin menjadi profesional, akan disarankan tidak?

Sejauh ini, saya lihat 50:50. Soalnya kalau basket terus tidak bisa jadi jaminan. Cuma sekarang banyak lowongan yang buka lewat jalur basket. Ada liga keuangan atau liga antarperusahaan, liga eksekutif, seperti itu.

Seandainya memang ingin menjadi profesional, harus pintar-pintar atur segalanya. Lihat umur juga. Targetkan mau main basket sampai umur berapa. Kalau ada peluang, tawaran kerja yang lebih menjanjikan, saya sarankan ambil saja.

Kalau liga basket perempuan?

Kalau liga basket perempuan masih jauh. Soalnya cuma ada beberapa klub yang intens membina. Dari junior sampai ke senior.

Kebanyakan, kan, instan. Ambil ini, ambil itu, dikumpulkan untuk ikut liga. Saya lihat putri masih jauh. Namun, dengan adanya kompetisi seperti ini (Piala SrikandI) setiap tahun, kita mulai punya wajah.

Mas sendiri sudah berapa lama bersama Sahabat?

Sebagai asisten, bantu-bantu di Sahabat, sudah dua musim. Musim kemarin sama musim ini. Bantu Coach Wiwid.

Kalau terjun ke kepelatihan?

Aslinya saya pegang sekolah basket di Sahabat. Pegang kelompok umur 14 ke bawah. Kemudian, ditarik oleh pengurus Sahabat, diperbantukan untuk mendampingi Coach Wiwid di Srikandi.

Setelah pensiun, sempat kerja di Surabaya, apa yang membuat Mas kembali ke basket?

Lebih ke faktor keluarga. Soalnya istri saya di Jawa Tengah. Saya di Surabaya. Jauh-jauhan waktu itu. Akhirnya saya ambil keputusan untuk resign setelah tanya-tanya tentang peluang melatih. Saya kontak Coach Wiwid karena merasa jiwa saya di basket. Passion saya di basket. Jalannya, ya, di basket.

Berarti melatih saja di Semarang?

Melatih. Full coaching.

Apa yang membuat Mas ingin jadi pelatih?

Waktu itu saya merasa punya tantangan: Bagaimana membina pemain dari nol menjadi jago. Jago dalam artian, bagus di lapangan dan punya attitude.

Sulit tidak, sih, menjalaninya?

Sulit. Banyak sulitnya malah. Faktornya bisa dari mana-mana. Mungkin dari anaknya. Mungkin dari orang tuanya. Macam-macam. Unik juga. Tantangannya banyak.

Kalau berbicara soal bola basket Jawa Tengah, seperti apa perkembangannya di mata Mas?

PON cewek, kan, dua kali dapat (medali) emas. Namun, setelah dua musim atau dua tahun di Jawa Tengah, saya lihat sepertinya menurun. Dari segi pemain, dari segi pertandingan. Mereka cuma punya event kejurda dan sekolah yang peminatnya ramai. Sementara di Jakarta atau Surabaya event-nya banyak.

Kalau di Jakarta, misalnya, Jakarta Timur punya event sendiri. Jakarta Barat, punya event sendiri. Saya mengobrol dengan orang-orang di sana begitu. Sementara di Jawa Tengah justru tertinggal. Bibit-bibitnya kurang terpantau jadinya.

Level sekolah ramai? DBL juga kalau tidak salah ada di sana.

Kalau level sekolah masih ramai. Menarik minat anak-anak. DBL ramai di sana.

Minatnya tinggi begitu?

Iya, tinggi juga. Cuma frekuensi pertandingannya yang kurang.

Lantas, bagaimana cara mendorong agar event di luar sekolah bisa terus digelar?

Saya lihat sebenarnya event di Semarang 2—3 bulan ada. Cuma di Kudus atau daerah lain tidak ada. Belum merata. Ini yang mesti digarisbawahi. Kadang ada yang bagus malah diambil orang lain. Akibat tidak terpantau.

Untungnya, pengurus Jawa Tengah ini sadar. Saya dengar mereka mau memperbaiki kekurangan-kekurangan itu. Mau membibit untuk jangka panjang.

Oke, kembali ke Sahabat. Mas saat ini bekerja sama dengan Coach Wiwid. Seperti apa hubungan kalian? Seperti guru dan murid atau setara saja?

Pengalaman saya dalam bermain banyak. Cuma kalau melatih mesti banyak belajar. Coach Wiwid adalah salah satu mentor saya. Saya mempelajari seperti apa dia memimpin tim, menangani pertandingan, mengambil keputusan. Dalam banyak hal, saya mesti belajar lagi. Sementara Coach Wiwid sudah sangat berpengalaman. PON dua kali dapat emas. Pernah jadi asisten timnas.

Selama Seri II ini Mas mendapat kesempatan untuk memimpin tim. Saya lihat Mas Wiwid juga duduk saja karena tampak kurang sehat. Seperti apa rasanya menangani Sahabat menggantikan beliau?

Iya, aslinya Coach Wiwid kurang enak badan. Saya diminta mendampingi anak-anak dari pinggir lapangan. Teriak kepada mereka. Kasih tahu yang salah apa, yang seharusnya apa.

Sejauh ini Sahabat sudah cukup bagus. Sesuai gameplan Coach Wiwid. Meski ada beberapa eror. Cuma setelah Seri I Cirebon memang semakin membaik.

Pada Seri II Sahabat bertemu semua tim, termasuk Merpati yang merupakan juara bertahan. Apa pendapat Mas tentang pertandingan melawan tim papan atas?

Anak-anak sejauh ini lumayan. Begitu bertemu dengan Merpati dan tim papan atas lainnya, di situlah tes yang sebenarnya. Saat bertemu Merpati, GMC—mereka yang sedang bagus-bagusnya—kami ingin melihat Sahabat bisa melangkah sejauh mana. Apakah bisa sesuai gameplan? Bisa mengeluarkan kemampuan terbaiknya?

Ke depannya ada harapan apa?

Buat?  

Baik Mas sebagai individu maupun Sahabat sebagai tim.

Semoga bisa juara. Selama beberapa tahun, Sahabat belum pernah juara. Makanya, saya berharap Sahabat bisa juara.

Kalau saya pribadi, dengan mendampingi Coach Wiwid dan melihat tim lain, berharap bisa bertambah banyak hal. Bisa berbicara kepada mereka yang lebih berpengalaman. Bisa sharing. Bisa menambah ilmu dan pengalaman di kepelatihan.

Baik, semoga dikuatkan untuk menghadapi segala tantangan di depan. Terima kasih sudah mau bicara sebentar dengan Mainbasket.

Sama-sama. Terima kasih.         

Foto: Achmad Rohman Ramadhan

Komentar