IBL

Dearren Alvado Glendyap tampak percaya diri ketika hendak memasuki lapangan. Ia berdiri di lorong bersama teman-temannya. Mengenakan jersey putih dengan nomor punggung 14. Dearren siap menghadapi Final Party Honda DBL D.I. Yogyakarta Series 2019.

Pertandingan dimulai. SMA BOPKRI 1 (Bosa) melawan SMAN 1 Yogyakarta (Smada). Dearren membela Bosa. Ia senter andalan mereka.

Dalam pertandingan itu, Dearren tampak dominan. Pemain kelahiran Yogyakarta, 19 April 2000 tersebut kukuh di bawah ring dengan berbagai macam kombinasi ketangkasan. Ia mampu menjaga wilayahnya lewat blok-blok yang mengancam saat bertahan; piawai mengirim operan saat menyerang; dan tangguh dalam merebut bola-bola pantul di kedua sisinya.

Bosa kemudian keluar sebagai juara. Mereka menang telah 70-35 di GOR Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Dearren menjadi salah satu pemain terbaik. Ia mencetak 15 poin, 17 rebound, 2 asis, 3 steal, dan 6 blok.

Selama semusim, Dearren mencetak 12,8 poin, 10,8 rebound, 0,7 asis, 1,1 steal, dan 2,7 blok per pertandingan. Kepala Pelatih Yusuf Haryono pun sangat mengapresiasi permainannya. Menurutnya, anak asuhnya itu menjadi pembeda di lapangan. Usahanya untuk menang sangat tinggi sehingga Bosa terbantu dengan kehadirannya.

“Luar biasa malam ini,” kata Yusuf soal Dearren. “Saya mengapresiasinya, dan mengapresiasi semua anak karena berusaha meraih champion.”

Dearren sendiri senang bukan main ketika Bosa menjadi juara. Sebab, itu adalah gelar juara terakhirnya di Honda DBL. Ia sudah kelas 12 dan akan segera lulus.

Meski menang telak, Dearren sebenarnya mengaku sempat gugup di kuarter satu. Timnya terlalu meremehkan Smada sehingga mereka bermain di luar performa. Untungnya, Dearren dkk. mampu kembali memijak bumi. Mereka merasa tidak boleh jemawa.

“Mungkin finalnya tidak terlalu berat. Kemarin lawan JB (SMA Kolese De Britto) atau Patbhe (SMAN 4 Yogyakarta) yang berat,” ujar Dearren. “Tapi, kami terlalu meremehkan lawan di awal. Sempat takut karena skornya tidak jauh. Kebetulan akhirnya bisa bangkit. Itu karena Pelatih memberi tahu kami supaya tidak sombong. Kami harus main sesuai permainan biasanya.”

Dearren juga terpilih sebagai salah satu dari lima pemain First Team. Ia berhak mengikuti Honda DBL Camp 2019 di Surabaya. Itu merupakan kamp latihan keduanya. Dearren sempat mengikuti kamp yang sama tahun lalu. Hanya saja, gagal masuk ke jajaran Honda DBL All-Star yang berangkat ke Amerika Serikat.

Oleh karena itu, Dearren ingin berusaha lebih keras lagi. Ia menyasar gelar All-Star agar bisa terbang ke Negeri Paman Sam. Dengan begitu, permainannya bisa menjadi lebih hebat lagi.

Tahun lalu saja Dearren banyak mendapatkan pelajaran. Pola pikirnya tentang bola basket berubah drastis. Ia lebih tahu bagaimana caranya bermain bagus.

“Yang pasti, ada banyak pola pikir basket yang berubah,” tegas Dearren. “Jadi, kayak latihan spacing, rotasinya harus benar biar tidak tabrakan. Latihan pick and roll, gerakannya harus benar supaya berhasil. DBL Camp membuat IQ main basket saya berkembang. Lebih ke situ, sih.”

Dearren sendiri sudah bermain bola basket sejak taman kanak-kanak. Ia pertama kali belajar dari ayahnya. Namun, baru fokus dengan olahraga itu saat duduk di bangku SMP kelas delapan. Itu pun di semester akhir.

Sejak saat itu, Dearren sering tampil di berbagai kompetisi. Ia juga sempat merasakan JRBL, kompetisi pelajar antar-SMP yang juga dikelola DBL Indonesia. Kemudian, naik perlahan-lahan ke kejuaraan daerah dan nasional.

Dearren sangat menyukai bola basket. Hanya saja, ia belum tentu bermain sebagai profesional di masa depan. Ia mengatakan bahwa pendidikannya lebih penting, sehingga harus memikirkan itu dulu sebelum menentukan kariernya.

“Belum tahu sebenarnya. Kalau profesional aku harus lihat dulu. Aku harus lihat pendidikanku juga. Selanjutnya bagaimana,” kata Dearren. “Maksudnya, kalau bisa bareng, ya sudah bareng. Kalau agak susah, mending pendidikan dulu.”

Seandainya Dearren menjadi pemain profesional, Yusuf yakin anak asuhnya itu bisa menjadi masa depan Indonesia. Itu sudah terlihat dari permainannya di usia remaja. Senter 17 tahun tersebut punya potensi besar untuk melakukannya.

Meski begitu, Dearren menolak memikirkannya. Ia ingin fokus dulu dengan apa yang ada di depannya. Masalah profesional atau bukan adalah urusan nanti. Apalagi mengingat pendidikan lebih pentingnya baginya.

Dearren juga ingin menikmati dulu gelar juara terakhirnya. Itu adalah pencapaian yang membanggakan. Tahun depan, ia tidak bisa mendapatkannya lagi. Namun, tetap yakin akan ada tantangan yang lebih besar. Dearren hanya perlu menghadapinya satu per satu. (put)

Foto: DBL Indonesia

Komentar