IBL

Hasil uji coba timnas basket putri Indonesia di Park’s Cup 2019, bila dilihat dari catatan menang dan kalahnya, maka masih jauh dari kata memuaskan. Mereka hanya berhasil meraih 2 kemenangan dari 6 pertandingan. Akan tetapi, terdapat beberapa pencapaian yang cukup baik berdasarkan hasil analisis statistik, terutama di faktor rebound dan efektivitas tembakan (eFG%).

Tim basket putri Indonesia memiliki catatan rebound yang terbaik pada kompetisi tersebut, dengan persentase offensive rebound sebesar 42 persen. Rata-rata rebound yang dilakukan tim Indonesia adalah 46 dan sekitar 15,7 di antaranya adalah offensive rebound.

Jumlah rebound yang dilakukan oleh tim Indonesia selalu lebih besar daripada semua tim lawannya. Bahkan ketika berhadapan dengan Shinhan Bank di pertandingan kelima, tim Indonesia melakukan lebih banyak offensive rebound (30) daripada defensive rebound (27). Hal tersebut menunjukkan bahwa tim basket putri Indonesia sudah memiliki kesadaran yang cukup tinggi untuk melakukan rebound.

Tingginya jumlah rebound di tim Indonesia bukan hanya disebabkan oleh besarnya kontribusi dari tiga pemain besar mereka, yaitu Kimberley Louis (14,5), Gabriel Sophia (9,0), dan Yuni Anggraeni (8,8). Di luar ketiganya, keberadaan pemain keempat (bukan pemain besar) yang sangat aktif melakukan rebound juga cukup baik dalam diri Henny Sutjiono (6,7). Dari barisan bangku cadangan juga terdapat Lea Kahol (4,3) dan Husna Latifah (3,3). Di mana kedua pemain tersebut memiliki nilai persentase offensive rebound yang tertinggi di tim Indonesia, yaitu 22 persen. Data-data ini menunjukkan bahwa tim basket putri Indonesia tidak hanya memiliki barısan utama yang tangguh untuk melakukan rebound, namun juga memiliki para pemain cadangan yang dapat mendominasi pemain cadangan lawan di faktor rebound.

Tim Indonesia juga memiliki efektivitas tembakan (eFG%) yang tertinggi di kompetisi tersebut, yaitu sebesar 45 persen. Selain itu, Indonesia adalah tim yang memiliki produktivitas tertinggi di sektor tembakan dua poin. Tim Indonesia memiliki rata-rata sebesar 51,7 poin pada setiap pertandingan dengan efektivitas tembakan 2P (2P%) sebesar 49 persen. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa tim basket putri Indonesia selalu mendominasi setiap lawannya di sektor 2P.

Akan tetapi, produktivitas tembakan tim Indonesia di sektor tripoin (3P) adalah yang paling rendah di kompetisi tersebut. Rata-ratanya hanya sebesar 6 poin dan memiliki efektivitas tembakan 3P (3P%) hanya sebesar 17 persen. Tim asuhan Lori Chizik ini juga memiliki produktivitas di sektor lemparan gratis yang paling rendah dengan rata-rata sebesar 7,8 poin dan akurasi sebesar 61%. Rendahnya produktivitas di sektor 3P dan lemparan gratis merupakan salah satu penyebab utama mengapa Indonesia kurang dapat bersaing dengan tim-tim papan atas di kompetisi tersebut.

Grafik di bawah ini menunjukkan perbandingan rata-rata produktivitas angka antara Indonesia dengan tim-tim lawan yang berhasil meraih kemenangan atas Indonesia. Keunggulan produktivitas di sektor 2P saja masih tidak cukup bagi Indonesia untuk meraih kesuksesan apabila tidak didukung oleh produktivitas di sektor lainnya.

Masalah terbesar tim Indonesia bukanlah hanya rendahnya produktivitas tembakan 3P maupun lemparan gratis, melainkan juga turnover (kesalahan sendiri). Indonesia menjadi tim dengan jumlah turnover terbesar, yaitu sebanyak 17,1 dengan persentase turnover sebesar 25 persen (rata-rata persentase turnover seluruh peserta lainnya di kompetisi tersebut adalah 18%).

Tingginya angka turnover ini menjawab pertanyaan mengapa Indonesia berhasil ditumbangkan oleh lawan-lawannya, walau memiliki efektivitas tembakan yang lebih baik dan bahkan berhasil mendominasi offensive rebound. Suatu hal yang mustahil bagi sebuah tim untuk menjadi juara di tingkat Asia apabila sekitar 25 dari 100 kesempatan menyerang berakhir sebagai kesalahan sendiri dan bukan berakhir sebagai upaya tembakan.

Grafik di bawah ini menunjukkan perbandingan rata-rata distribusi upaya tembakan dan antara Indonesia dengan tim-tim lawan yang berhasil meraih kemenangan atas Indonesia. Terlihat sangat jelas bahwa jumlah upaya tembakan tim Indonesia lebih rendah dari lawan-lawannya karena terpotong oleh banyaknya kesalahan sendiri.

Efisiensi serangan (offensive rating) tim Indonesia berada di peringkat ketujuh dari sembilan peserta. Rendahnya efisiensi serangan tersebut berhubungan langsung dengan banyaknya jumlah turnover. Grafik di bawah ini menunjukkan bahwa hanya terdapat lima pemain dengan efisiensi serangan di atas 90 dan mereka memiliki karakteristik yang serupa, yaitu Scoring Paint Protector (SPP) atau Scoring Rebounder (SR) yang hanya produktif di sektor 2P (kecuali Clarita Antonio yang berkarakteristik 3PP) dan hanya ada satu spesialis penembak 3P yang mencapai angka 80, yaitu Kadek Dewi.

Dengan demikian, sangatlah wajar apabila Indonesia sangat suit meraih kemenangan di Park’s Cup 2019. Apalagi tidak ada satupun garda pembawa bola dengan efisiensi serangan di atas 70. Bahkan, yang lebih memprihatinkan lagi adalah terdapat pemain yang tampil dengan rata-rata 12 menit dan memiliki efisiensi serangan yang hanya sebesar 4,7 dan persentase turnover sebesar 65 persen, tanpa kontribusi yang bermakna pada produktivitas tim.

Berikut ini adalah penilaian para atlet basket putri Indonesia dengan skala A-E berdasarkan hasil analisis efisiensi serangan dan empat faktor kemenangan pada sepanjang Park’s Cup 2019 (hanya sebatas yang bermain di atas 40 menit pada sepanjang kompetisi):

Kimberley Louis (Nilai A-)

Kimberley Louis adalah kontributor utama di tim Indonesia dalam hal poin maupun rebound. Walau demikian, atlet ini melakukan turnover dengan jumlah yang terbanyak di tim Indonesia, dengan rata-rata sebesar 4,7 pada setiap pertandingan. Selain itu, efisiensi serangan yang hanya sebesar 98,9 dan efektivitas tembakan yang sebesar 53 persen bukanlah angka yang istimewa untuk seorang atlet asal Kanada yang berkarakteristik SPP, yang hanya bisa mencetak angka di sektor 2P. Keterbatasan Kimberley Louis sangat jelas terlihat pada pertandingan ketiga (KEB Hana Bank) dan terakhir (Gimcheon), di mana pertahanan lawan berhasil menurunkan efektivitas tembakannya hingga di angka 36-38 persen.

Yuni Anggraeni (Nilai A-)

Yuni Anggraeni adalah kontributor utama di barısan para pemain lokal, dengan efisiensi serangan maupun efektivitas tembakan yang tertinggi di antara mereka. Kekurangan atlet ini hampir sama seperti Louis, yaitu turnover. Namun, atlet ini memiliki satu kelebihan yang tidak dimiliki Louis, yaitu setidaknya bisa berkontribusi menyumbangkan poin di sektor 3P dengan akurasi 100% dari 1 upaya tembakan pada sepanjang kompetisi.

Lea Kahol (Nilai A-)

Lea Kahol adalah pemain cadangan yang paling konsisten berkontribusi dengan optimal sesuai dengan peran dan waktu bermainnya pada sepanjang kompetisi. Atlet ini tidak hanya memiliki efektivitas tembakan yang tertinggi, tapi juga memiliki efisiensi serangan yang tertinggi di tim karena memiliki persentase turnover yang paling kecil (5 persen). Selain itu, atlet ini juga memiliki persentase offensive rebound dan persentase blok yang tertinggi di tim Indonesia. Di samping kekurangannya dalam hal keterampilan dan wawasan bermain, Lea Kahol adalah contoh baik seorang atlet basket yang super efisien sesuai dengan perannya yang terbatas.

Gabriel Sophia (Nilai B+)

Bila mendengar nama Gabriel Sophia, maka penulis teringat dengan momen heroik pada pertandingan kedua di mana upaya-upaya offensive rebound yang dilakukannya dalam waktu dua menit terakhir berhasil membalikkan keadaan dan menyumbangkan kemenangan pertama untuk Indonesia. Sayangnya, kontribusi besar Gabriel Sophia di tim Indonesia hanya sebatas rebound (memiliki persentase defensive rebound yang terbesar). Nilai efektivitas tembakan maupun efisiensi serangan atlet ini di bawah standar seorang SPP yang dapat mendukung kesuksesan tim. Selain itu, atlet ini adalah salah satu dari penyumbang turnover  terbanyak di tim Indonesia. Apakah Gabriel Sophia sudah mencapai batas kemampuannya dan sudah tidak dapat mengembangkan jangkauan tembakannya?

Kadek Citta Dewi (Nilai B)

Ketika serangan di sektor dalam yang dilakukan Louis maupun Anggraeni mengalami kebuntuan, maka seharusnya Kadek Dewi dapat menjadi alternatif serangan utama yang dapat diandalkan untuk mencetak angka. Namun, hal tersebut masih belum terlihat secara konsisten pada diri atlet ini. Kadek Dewi harus fokus mengembangkan kemampuan tembakan 3P dan kemampuan serangan individual dari area luar apabila ingin berkontribusi lebih baik untuk tim Indonesia di SEA Games mendatang.

Henny Sutjiono (Nilai B-)

Henny Sutjiono dapat disebut sebagai pemain bertahan perimeter terbaik di tim basket putri Indonesia saat ini. Selain itu, agresivitasnya dalam mendukung rebound patut diancungi jempol bila melihat tubuhnya yang tergolong kecil. Akan tetapi, efektivitas tembakan maupun efisiensi serangan atlet ini sangatlah rendah. Tim Indonesia akan sangat terbantu apabila Sutjiono mampu mengembangkan tembakan jarak jauhnya. Dengan demikian, atlet ini dapat menambah variasi serangan tim yang bisa diandalkan, daripada hanya menjadi pemain yang berlama-lama di lapangan tanpa menjadi ancaman untuk pertahanan lawan.

Agustin Retong (Nilai C)

Agustin Retong adalah garda pembawa bola yang menjadi fasilitator utama di tim Indonesia, dengan jumlah asis yang terbanyak. Akan tetapi, pemain ini merupakan salah satu dari mereka yang memiliki persentase turnover di atas 30 persen. Suatu tim tidak akan bisa menjadi juara apabila dimotori oleh seorang fasilitator dengan persentase turnover yang besar. Selain itu, Retong bukanlah ancaman yang berbahaya untuk pertahanan lawan apabila dia tidak mengembangkan tembakan di area perimeter maupun di area 3P.

Adelaide Wongsohardjo (Nilai C)

Usia muda dan kurang pengalaman bukanlah alasan untuk performa yang buruk, terlebih lagi bila telah berseragam tim nasional dan telah menjadi profesional. Terus terang, penulis tidak melihat performa yang istimewa dari atlet muda ini, selain bertubuh tinggi dan bisa melantun dengan lebih baik dari atlet-atlet sepantaran di kampung halamannya. Kontribusi terbesar atlet ini untuk Indonesia di Park’s Cup 2019 adalah turnover, dengan persentase sebesar 37 persen.

Atlet ini dapat menjadi ancaman yang menakutkan bagi lawan di masa akan datang apabila dia mengembangkan tembakan 3P, di samping mengasah terobosan ke tengah dengan memanfaatkan tembok (screen). Semoga atlet ini dapat berkontribusi dengan lebih baik daripada sekadar  menjadi pencari pengalaman di SEA Games mendatang.

Annisa Widyarni (Nilai C)

Produktivitas tembakan 3P adalah hal yang paling diharapkan dari Annisa Widyarni, yang merupakan salah satu penembak 3P paling produktif di Srikandi Cup 2017-18. Akan tetapi, pada sepanjang kompetisi Park’s Cup 2019, atlet ini hanya mencetak 2 dari 8 upaya tembakan 3P (25%), yang artinya masih jauh dari angka yang dapat mendukung kesuksesan tim, yang setidaknya mencapai 38 persen. Walau demikian, atlet ini adalah salah satu dari yang paling sedikit melakukan turnover. Apabila Widyarni ingin berkontribusi lebih baik di SEA Games mendatang, maka dia harus menjadi pemain pengganti yang solid untuk Sutjiono, yang artinya harus memiliki kemampuan pertahanan maupun rebound yang sama baiknya, selain meningkatkan kemampuan tembakan 3P.

Wulan Ayuningrum (Nilai E)

Wulan Ayuningrum tampil sebanyak 4 pertandingan dengan total 48 menit tanpa menghasilkan poin dan memiliki persentase turnover sebesar 65 persen (tertinggi di tim Indonesia). Dengan nilai efisiensi serangan yang hanya sebesar 4,75 (pertama kalinya penulis menemukan kasus ini di tingkat tim nasional), maka sudah sewajarnya bila pemain veteran ini mulai mempertimbangkan untuk pensiun dari tim nasional dan memberi kesempatan pada pemain muda lainnya. Keberadaannya di dalam tim terbukti menjadi beban pada sepanjang kompetisi Park’s Cup 2019.

Dengan waktu yang tersisa beberapa bulan hingga digelarnya SEA Games 2019, tim basket putri Indonesia memiliki tiga masalah utama yang harus diselesaikan. Pertama,  tingginya persentase turnover, rendahnya produktivitas tembakan 3P, dan rendahnya produktivitas para pemain garda dan sayap. Tim ini telah memiliki modal yang cukup kuat di sektor 2P dan dalam hal rebound. Apabila tiga masalah tersebut dapat terselesaikan, maka bukan tidak mungkin bahwa tim basket putri Indonesia akan mendapatkan medali emas pada SEA Games 2019.

Analisis Data: Didik Haryadi

 

Komentar