IBL

Saya masih ingat ketika pertama kali meliput IBL untuk Mainbasket. Kebetulan mereka baru saja terlahir kembali saat itu. IBL menggelar pertandingan pramusim pada 2015 sebagai awal perjalanan mereka.

Kompetisi bola basket profesional Indonesia tersebut menggelar pertandingan pertama dengan mempertemukan dua tim asal Jawa Timur dan Jawa Tengah. Mereka adalah Bima Sakti Nikko Steel Malang dan Satya Wacana Salatiga. Bima Sakti dibimbing oleh Kepala Pelatih Oei A Kiat, sementara Satya Wacana oleh Kepala Pelatih Efri Meldi.

Selepas pertandingan, saya mewawancarai Yanuar Dwi Priasmoro untuk pertama kalinya. Ia adalah kapten Bima Sakti. Perbincangan kami waktu itu menjadi salah satu hal penting bagi saya. Momen itu menandai awal karier saya bersama Mainbasket.

Sayangnya, momen itu pula yang membuat saya begitu sedih belakangan ini. Sebab, Bima Sakti kini telah tiada. Saya sebenarnya tidak pernah menyangka mereka akan hilang. Padahal Bima Sakti adalah salah satu tim legendaris, yang juga menelurkan banyak pemain legendaris. Sebut saja I Made Sudiadnyana, Deni Sartika, Dimas Aryo Dewanto, Ponsianus Nyoman Indrawan, Andrie Ekayana, dan Bima Riski Ardiansyah.

Semakin ke sini, IBL ternyata semakin sepi saja. Sebab, pesertanya terus berkurang. Bima Sakti bukan satu-satunya tim yang hilang dari IBL. Seiring berjalannya waktu, ada lebih banyak tim yang ikut hilang. Setidaknya, ada lima tim yang kini tidak lagi berkompetisi di IBL, termasuk Bima Sakti tadi.

Bima Sakti Nikko Steel Malang

Bima Sakti hanya mengikuti IBL selama satu musim (2016). Mereka bubar pada akhir 2016. Para pemainnya juga tidak lagi berlatih saat jeda musim. Mereka berpencar untuk mengambil jalan masing-masing. Meski beberapa ada pula yang masih tinggal di mes. Itu pun hanya sampai Desember 2016. Sementara gaji mereka disetop pada Oktober.

Saya masih ingat tulisan Rosyidan, pemimpin redaksi Mainbasket, soal Bima Sakti ini. Ia menulis bahwa tim asal Malang itu bubar karena kekurangan dana operasional. Belum lagi saat itu IBL juga sedang simpang siur. Mereka tidak punya kejelasan kapan kompetisi akan dimulai lagi. Padahal itu baru musim kedua mereka.

(Baca juga: Ada Kabar Apa tentang IBL? (Ada Kabar dari Bimasakti Malang))

Liga kemudian kembali berjalan. Mereka menggelar IBL 2017. Namun, Bima Sakti tetap bubar. Sebagai gantinya, muncul Bima Perkasa Yogyakarta.

Pada dasarnya, Bima Perkasa merupakan reinkarnasi dari Bima Sakti. Mereka bahkan merekrut beberapa pemain bekas Bima Sakti, termasuk Yanuar. Pemain lainnya adalah Alan As’adi, Ali Mustofa, dan Restu Dwi Purnomo.

Stadium Jakarta

Stadium merupakan tim yang menarik perhatian saya pada 2016. Sebab, mereka memiliki ruki seperti Abraham Damar Grahita. Saat itu saya yakin ia akan menjadi pemain hebat.

Abraham kemudian membuktikan hal itu. Ia menjadi pemain hebat. Masuk nominasi Rookie of the Year 2016. Namun, kalah dari Jamarr Andre Johnson yang saat itu membela CLS Knights Surabaya.

Abraham kemudian semakin berkembang. Ia mendapat gelar Most Improved Player pada 2017. Juga sempat meraih gelar Sixth Man of the Year pada 2019.

Pemain asal Bangka Belitung itu kini langganan tim nasional. Punya sepatu sendiri pula. Namanya DBL Ardiles AD1. Pandangan saya tentang Abraham ternyata tidak salah.

Sayangnya, Abraham tidak lagi bersama Stadium. Sebab, tim itu bubar di tengah jalan. Mereka hanya ikut IBL selama dua musim. Stadium memutuskan mundur. Mereka terakhir kali terlihat dalam turnamen Jawa Pos Pro 2017.

Menurut Rosyidan, dalam tulisannya yang lain, Stadium mundur karena satu hal: Mereka tidak mau ikut liga jika harus menerima sanksi berupa tidak mendapat subsidi selama dua setengah tahun. Bagaimanapun, biaya mengikuti liga memang mahal. Tanpa subsidi, mereka bisa kewalahan.

(Baca juga: Alasan Kenapa Stadium Jakarta Tak Ikut IBL 2017 (Memahami Perkembangan Terakhir IBL))

Sanksi itu sebenarnya terjadi karena Stadium telat mendaftar untuk mengikuti IBL 2016-2017. Mereka tidak sepakat dengan beberapa aturan IBL sehingga melewati batas pendaftaran pada 7 November 2016. Selain Stadium, Aspac Jakarta dan NSH Jakarta juga mengalami hal yang sama. Sementara sembilan tim lainnya sudah mendaftar lebih dulu.

IBL lantas membuka kesempatan supaya ketiga tim itu bisa tetap mendaftar. Namun, dengan sistem tender. Sebab, mereka hanya punya sisa satu slot untuk membuat jumlah tim pas 10. Maka, siapa yang bisa membayar, merekalah yang mendapat tempat. Biaya pendaftarannya minimum Rp300 juta.

NSH menjadi tim pertama yang mendaftar. Namun, proses tender tadi tidak dianggap. NSH bisa masuk karena dianggap serius ingin mengikuti liga. Mereka bahkan mau memberi penawaran mengikuti tender.

Sementara itu, Stadium dan Aspac terus menunjukkan ketertarikan mereka untuk kembali berlaga. IBL pun memberi mereka syarat: Seandainya Stadium dan Aspac ingin tetap ikut liga, mereka harus menerima sanksi. Sanksi itu membuat mereka tidak bisa menerima subsidi selama dua setengah tahun.

Aspac akhirnya menerima sanksi tersebut dan kembali ke liga. Stadium memilih mundur. Para pemainnya entah akan ke mana. Sementara Kepala Pelatih Andre Yuwadi pindah ke Garuda Bandung.

Pada 2017, para pemain Stadium ternyata merapat ke Aspac. Abraham bersama Valentino Wuwungan, Pringgo Regowo, dan Raymond Shariputra bergabung ke sana. Sampai akhirnya Aspac pun mengubah nama menjadi Stapac. Namun, perubahan itu baru terjadi pada 2017-2018.

CLS Knights Surabaya

Saya kebetulan sedang berada di Surabaya ketika CLS Knights Surabaya menggelar konferensi pers. Managing Partner CLS Christopher Tanuwidjaja hadir bersama yayasan untuk mengumumkan pengunduran diri mereka dari IBL. Sebab, CLS tidak bisa memenuhi persyaratan liga yang mengharuskan sebuah klub berbentuk perseroan terbatas alias PT.

Christopher jelas tidak mau mengubah status CLS menjadi PT. Mereka sudah cukup percaya diri dengan sebutan “anak yayasan”. Apalagi tim asal Surabaya tersebut tidak pernah mengalami masalah dengan itu. Yayasan selalu mampu mengatasi klub dengan baik. Sementara PT tidak selalu bisa menjamin sebuah klub akan baik-baik saja.

(Baca juga: CLS Knights Surabaya Mundur, Hasan Gozali akan Beri Penjelasan)

Dengan mundurnya CLS, IBL jadi hanya memiliki 10 tim pada 2017-2018. Tim-tim itu adalah Garuda, Bima Perkasa, NSH, Stapac, BSB Hangtuah, Pacific Caesar Surabaya, Pelita Jaya Basketball Club, Satria Muda Pertamina Jakarta, Satya Wacana Salatiga, dan Siliwangi Bandung.

CLS sendiri kemudian bergabung dengan ABL. Mereka meneken kontrak dua tahun (2017—2019). Sehingga tidak mungkin kembali ke IBL dalam periode waktu tersebut.

Bogor Siliwangi

Siliwangi Bandung memindahkan markas ke Bogor pada 2018 lalu. Mereka mengubah namanya menjadi Bogor Siliwangi. Tim berlogo maung (harimau) itu juga merekrut beberapa pemain baru untuk menghadapi musim 2018-2019.

Siliwangi pada awalnya tampak meyakinkan. Mereka mampu menggaet pemain sekelas Daniel Wenas dan Kelly Purwanto. Namun, seiring berjalannya waktu, Siliwangi rupanya tidak mampu membayar gaji pemainnya. Para pemain itu bahkan sempat berangkat ke Surabaya melalui jalur darat menggunakan mobil, dengan Kelly sebagai supirnya.

(Baca juga: IBL Cabut Lisensi Bogor Siliwangi)

Para pemain sempat mendatangi IBL untuk membantu menyelesaikan masalah mereka. Sayangnya, Siliwangi tidak juga bisa melunasi tunggakan gaji. IBL bahkan mencabut lisensi mereka pada Mei 2019 lalu. Padahal liga sudah berusaha mengirim surat kepada PT Neosport Maung Internasional selaku perusahaan yang menaungi Siliwangi.

Kendati demikian, Siliwangi menolak mundur. Mereka tidak terima jika IBL memutuskan pencabutan lisensi secara sepihak. Padahal Siliwangi tengah berupaya untuk menyelesaikan masalah internal mereka. Apalagi dalam pertemuan antara IBL dan Siliwangi tidak ada pembahasaan soal itu.

(Baca juga: Bogor Siliwangi Tidak Pernah Menyatakan Mundur dari IBL)

Kini kabar Siliwangi belum terdengar lagi. Ada beberapa rumor tentang mereka, tetapi saya tidak ingin menuliskannya. Sebab, namanya rumor tentu belum jelas. Maka, untuk sementara ini, anggap saja Siliwangi hilang dari permukaan. Mereka bahkan tidak ada ketika IBL menggelar IBL Go-Jek 3x3 Indonesia Tour 2019. Para pemainnya juga berpencar dan bergabung ke beberapa tim. Kelly, misalnya, kembali ke pelukan Hangtuah untuk sekaligus membimbing pemain-pemain muda di sana.

Stapac Jakarta

Stapac menjadi tim paling menarik perhatian pada jeda musim 2019. Mereka mengajukan surat pengunduran diri dari IBL. Stapac mengajukan itu karena mereka kekurangan pemain untuk tampil dalam kompetisi selanjutnya.

Sebagian besar pemain tim juara IBL 2018-2019 itu memang tidak lagi bersama mereka. Alasannya beragam. Ada yang pensiun, cedera, dan dipanggil tim nasional Indonesia. Stapac kabarnya hanya menyisakan tiga pemain saja. Itu tentu bukan jumlah yang cukup untuk mengikuti liga.

(Baca juga: Stapac Jakarta Ajukan Surat Pengunduran Diri dari IBL)

Pada dasarnya, kebutuhan timnas akan pemain Stapac menjadi alasan terbesar mereka untuk mundur. Menurut pemiliknya, Irawan Haryono alias Kim Hong, Stapac terpaksa mundur agar pemainnya bisa fokus untuk timnas. Apalagi mereka juga tidak tahu program itu akan berlangsung sampai kapan. Sebab, timnas memiliki beberapa agenda besar yang ingin mereka sasar.

Agenda-agenda itu, di antaranya: Kualifikasi Piala Asia 2021, SEA Games 2019, dan Piala Dunia 2023. Belum lagi wacana tentang timnas yang akan menjadi peserta liga. Sehingga para pemain dari tim-tim IBL mesti kehilangan pemainnya.

(Baca juga: Kim Hong: Stapac Mundur Demi Timnas Indonesia (dan Alasan-Alasan Lainnya))

Kalaupun Stapac harus beli pemain agar tetap bisa ikut liga, anggaran belanja mereka tidak akan cukup untuk merekrut bintang. Mereka juga tidak bisa begitu saja memasukkan pemain binaan. Sebab, IBL mengharuskan pemain baru masuk melalui jalur draft sejak tahun lalu. Sementara ruki belum tentu menjanjikan. Hasil draft tahun lalu saja tidak mentereng.

Di sisi lain, Stapac juga ingin mempertahankan gelar juara. Mereka tidak mungkin bisa mempertahankan itu dengan hanya tiga orang. Oleh karenanya, Kim Hong memilih mundur.

(Baca juga: IBL: Keputusan Stapac Mundur dari IBL Belum Final)

Kendati begitu, IBL sendiri belum menerima ajuan Stapac. Mereka menganggap mundurnya tim juara itu belum final. IBL masih berusaha untuk mengatur beberapa hal agar tidak bentrok, termasuk jadwal liga dan seleksi timnas.

Seandainya IBL gagal melakukan itu, berarti Stapac harus mundur. Sebab, mereka tidak mungkin maju dengan sisa tiga orang. Namun, Kim Hong mengatakan, mundurnya Stapac bukanlah bentuk kekecewaan. Mundurnya mereka justru dukungan untuk timnas Indonesia.

Foto: Hariyanto

Komentar