IBL

Kemenangan 129-121 Los Angeles Clippers atas Golden State Warriors memaksa kedua tim berlaga hingga gim keenam. Hal tersebut tak cukup diduga oleh banyak pihak, termasuk saya sendiri. Warriors dengan kekuatan individu dan sistem permainan tim yang sudah cukup solid, di atas kertas harusnya melaju mulus dalam empat gim.

Finis sebagai peringkat delapan Wilayah Barat, atau batas akhir untuk lolos ke playoff, Clippers sudah “selayaknya” tidak diunggulkan. Sejak 2003, saat putaran pertama playoff mengganti format mereka menjadi sistem tujuh laga (best of seven), belum ada tim dengan status unggulan kedelapan lolos ke babak selanjutnya. Dalam sejarah NBA, hanya ada enam tim unggulan kedelapan yang mampu melewati putaran pertama.

Selain urusan sejarah dan posisi akhir di klasemen reguler. Satu hal lagi yang membuat Clippers “layak” untuk tidak diunggulkan adalah skuat mereka. Ya, skuat tanpa satupun pemain yang tercatat pernah bermain di All Star atau terpilih di All-NBA nyaris tak pernah dijagokan.

Dari 16 pemain Clippers yang terdaftar untuk Playoff, hanya ada sekitar 11 pemain yang secara reguler memiliki menit bermain. Dari 11 pemain tersebut, hanya ada empat pemain yang terpilih di putaran pertama NBA Draft. Danilo Gallinari adalah pemain dengan nomor pilihan tertinggi di antara empat pemain tersebut. Ia dipilih oleh New York Knicks di urutan keenam NBA Draft 2008.

Tiga nama lainnya baru terpilih di NBA Draft 2018, atau menyandang status ruki. Shai Gilegous-Alexander (urutan ke-11), Jerome Robinson (13), dan Landry Shamet (26). Meski sama-sama menyandang status ruki, hanya Jerome yang benar-benar dipilih oleh Clippers. Shai tercatat dipilih oleh Charlotte Hornets yang lantas menukarnya di malam draft. Sementara Landry baru datang di tengah musim bersama Wilson Chandler usai Clippers mengirim Tobias Harris dan Boban Marjanovic ke Sixers.

Meski memiliki keistimewaan masing-masing, tiga ruki Clippers ini tak bisa dibilang spesial. Tak sekalipun nama salah satu di antaranya masuk dalam perbincangan ruki terbaik musim ini. Pendapat prbiadi, mungkin hanya Shai yang lebih menonjol dari dua lainnya secara keseluruhan permainan.

Kembali ke Danilo. Meski terpilih di urutan keenam, karirnya tak bisa dibilang mulus. Selain Knicks, Danilo juga pernah membela Denver Nuggets. Dari seluruh perjalanannya, Rataan 19,8 poin, dan 6,1 rebound dengan akurasi keseluruhan mencapai 46 persen musim ini adalah yang terbaik. Danilo juga hanya tercatat dua kali tampil di playoff yang keduanya terjadi kala membela Nuggets.

Dalam gim tadi pagi, Clippers melakukan perombakan di skuat utama mereka dengan memasukkan JaMychal Green untuk mengganti Ivica Zubac. JaMychal sendiri menutup gim hari ini dengan 15 poin, 4 rebound, dan 2 asis dari 5/9 tembakan.

JaMychal yang tercatat bertinggi badan 206 sentimeter bisa dibilang undersized untuk posisi senter. Namun, dengan rotasi bertahan yang tepat, Clippers masih bisa menjaga pertahanan mereka. Di sisi lain, jarak serangan mereka juga semakin melebar karena JaMychal memiliki rataan akurasi tripoin di angka 41 persen.

Menariknya, JaMychal juga pemain yang sangat memenuhi klasifikasi untuk tidak diunggulkan. Setelah tidak terpilih (undrafted) pada NBA Draft 2012, pemain berusia 28 tahun tersebut bertanding di level GLeague. Ia memperkuat Austin Spurs selama tiga musim dan sempat singgah sebentar di liga Prancis untuk membela tim divisi dua, Chorale Roanne.

Karirnya lantas sedikit terangkat setelah Memphis Grizzlies mengontraknya. Dalam kurun 2015-2019, alumnus University of Alabama ini menunjukkan peningkatan yang signifikan. Namun, keinginan Grizzlies untuk membangun ulang (rebuild) membuatnya ditukar ke Clippers, Februari lalu.

Tidak sendiri, JaMychal juga ditemani oleh Garrett Temple sebagai ganti untuk Grizzlies yang menginginkan Avery Bradley. Dalam prosesnya, Garrett juga mengambil peran penting untuk Clippers sebagai salah satu pemain bertahan perimeter terbaik tim ini. Menariknya, serupa dengan JaMychal, Garrett juga masuk ke NBA setelah bermain di GLeague karena undrafted pada NBA Draft 2009.

Patrick Beverley juga punya peran penting di gim ini dengan 17 poin dan 14 reboundnya. Namun, tak hanya di partai kali ini, Patrick benar-benar tampil super di keseluruhan seri. Ia bahkan bisa dibilang sebagai pemain yang paling ingin menang dan paling dihindari oleh para pemain Warriors. Kevin Durant pun mengakui bahwa Patrick adalah pemain yang tangguh baik secara fisik ataupun mental.

Sebelum mendapatkan pujian tinggi di seri ini, Patrick memulai karirnya jauh dari sorotan. Dalam kurun 2008-2012, Patrick menghabiskan karirnya di Eropa. Dnipro Dnipropetrovsk, tim asal Ukraina menjadi tim pertama yang ia bela. Setahun setelahnya, ia terpilih di urutan ke-42 NBA Draft 2019 oleh Los Angeles Lakers.

Alih-alih bermain untuk Lakers, Patrick justru kembali ke Eropa untuk membela dua tim lainnya, Olympiacos Piraeus dan Spartark St. Peterseburg. Ia baru benar-benar memainkan laga reguler di NBA pada musim 2013 bersama Houston Rockets, tim yang akan menjadi lawan mereka jika lolos dari adangan Warriors.

Lima musim bermain untuk Rockets, Patrick lantas masuk dalam paket pertukaran besar antara Clippers dan Rockets. Rockets yang menginginkan Chris Paul mengirimkan tujuh pemain dan satu hak memilih kepada Clippers. Ya, Patrick adalah salah satu dari sekian “alat tukar” untuk satu pemain bintang NBA.

Menariknya, selain Patrick, dua “alat tukar” lainnya juga berkembang menjadi kunci permainan Clippers. Dua pemain ini bahkan menjadi tiga besar top skor Clippers musim ini meski sama-sama lebih banyak turun dari bangku cadangan. Ya, dua pemain itu adalah Montrezl Harrell dan Lou Williams.

Montrezl adalah pemain yang banyak melakukan pekerjaan “kotor” bagi tim ini seperti menyiapkan tembok (screen), hingga berebut rebound dengan lawan. Saya pribadi lebih senang menyebutnya sebagai “generator” tim bersama dengan Patrick. Keduanya memberi pengaruh besar bagi tim dengan energi dan kehadiran mereka.

Ia terpilih sebagai urutan ke-32 NBA Draft 2015. Namun, Rockets sedikit sekali menggunakan jasanya di musim perdana, Di kurun 2015-2016, Montrezl lebih banyak bermain untuk tim GLeague Rockets, Rio Grande Valley Vipers. Musim kedua ia mulai mendapatkan kesempatan. Meski tercatat lebih banyak memulai gim dari bangku cadangan, menit bermainnya sudah mendekati 20 menit.

Musim perdana di Clippers berjalan nyaris serupa seiring keberadaan pemain-pemain seperti Blake Griffin dan DeAndre Jordan. Musim ini bisa dibilang menjadi musim terbaiknya terbukti dengan sumbangsih rataan yang menyentuh 16,6 poin dan 6,5 rebound per gim yang ia bukukan.

Nama terakhir yang akan saya bahas adalah sang legenda bangku cadangan, Lou Williams. Lou mungkin adalah nama paling mentereng dalam skuat ini, meski dengan cara yang lain. Ya, sama seperti pemain seperti Manu Ginobili dan Jamal Crawford, Lou adalah pemain cadangan dengan level starter. Hal tersebut terbukti dengan dua kali gelar Sixthman of the Year yang ia raih di 2015 dan musim lalu, 2018.

Performa apik dari bangku cadangan tersebut terus ia lanjutkan hingga musim ini. Perfoma 33 poin dan 10 asis yang ia bukukan di gim kelima tadi hanya sebagian kecil aksi luar biasa Lou. Lou juga datang dari proses yang sama dengan dua pemain sebelumnya. Ia masuk ke NBA sebagai pilihan ke-45 Sixers. Sebuah urutan yang jauh dari kata hebat.

Ia lantas berpindah ke Atlanta Hawks, lalu ditukar ke Toronto Raptors dalam kurun 2012-2015. Menandatangani kontrak tiga musim dengan Lakers, Lou hanya menghabiskan dua musim di sana. Ia masuk pertukaran yang mengirimnya ke Rockets yang lantas kembali menukarnya ke Clippers, hanya dalam kurun dua tahun.

Seluruh deretan cerita di atas menunjukkan betapa tidak  terlihat menjanjikannya skuat ini di atas kertas. Satu hal yang membuat banyak pihak (termasuk saya) menempatkan tim ini tidak sebagai salah satu unggulan untuk melaju lebih jauh. Sanjungan tinggi saya rasa sangat layak disematkan kepada Doc Rivers dan tim pelatihnya serta Steve Ballmer selaku pemilik tim yang cukup percaya dengan susunan tim seperti ini.

Kini, meski masih tertinggal (2-3) dan bisa saja langsung tersingkir jika kalah di gim keenam, Clippers telah menujukkan hal lain. Hal lain yang sebenarnya cukup mendasar, bahwa olahraga ini adalah olahraga tim. Sebuah tim jika memiliki tujuan dan kemauan yang sama bisa melakukan hal apa saja yang di atas kertas rasanya tidak mungkin. Apapun hasilnya di playoff tahun ini, terima kasih Clippers atas pelajarannya!

Foto: NBA

 

Komentar