IBL

Harja Jaladri tengah merasa bahagia karena kariernya sebagai seorang wasit kian menanjak. Setelah sempat belajar ke NBA, kini Harja punya kesempatan besar untuk bertugas di Piala Dunia. Harja terpilih sebagai salah satu wasit untuk memimpin pertandingan antartim dunia di Cina pada 2019 ini.

Saya menghubungi Harja untuk membicarakan tentang kesempatan itu. Ia mengaku senang mendapatkannya karena memang itulah mimpinya sejak lama. Ia ingin memimpin pertandingan tingkat dunia.

Ketika dihubungi, Harja tidak ada di Indonesia. Ia sedang bertugas di Bahrain. Namun, ia mau meluangkan waktunya untuk berbagi cerita dengan Mainbasket.

Simak perbincangan kami, sebagai berikut:       

Kemarin kami mendapat kabar Kang Harja akan bertugas di Piala Dunia. Boleh diceritakan dulu latar belakang ceritanya? Kok bisa Kang Harja bertugas di Piala Dunia?

Kalau itu saya tidak tahu, ya. Itu FIBA yang memilih, hahaha.

Ada rekam jejaknya di FIBA. Mungkin karena FIBA memonitor saya selama ini.

Kalau tanya soal latar belakang kenapa terpilih, saya tidak tahu juga. Sebenarnya kemarin sempat bertugas di kejuaraan dunia yang cewek, tapi saya memang tidak mengabari. Jadi, mungkin, pada tidak tahu.

Seperti apa rasanya jadi wasit internasional, terutama bisa bertugas di Piala Dunia?

Pastinya kalau sudah bisa bertugas di kejuaraan dunia rasanya senang sekali. Itu memang sudah jadi mimpi saya dari dulu. Siapa, sih, wasit di dunia yang tidak ingin memimpin di kejuaraan dunia? Semua wasit dunia pasti ingin ke sana. Saya berkesempatan ke sana. Senang banget rasanya.

Ada rasa takut tidak?

Takut? Saya rasa tidak kalau takut. Jadi wasit kok takut? Hahaha.

Soalnya di mata saya wasit itu pekerjaan yang kesepian. Kalau benar, ya sudah. Kalau salah, duh netizen ramai.

Hahaha, ada risikonya memang. Kalau tidak menyadari itu jangan jadi wasit kali, ya? Hahaha.

Kang Harja sendiri menilai pekerjaan wasit ini seperti apa?

Wasit itu, kalau saya pribadi, bukan cuma masalah pekerjaan. Wasit itu harus dipelajari lebih dalam. Karena banyak nilai-nilai positif yang berhubungan dengan kehidupan. Wasit itu harus sehat. Wasit harus disiplin waktu, disiplin segalanya. Kalau itu diterapkan dalam kehidupan sepertinya kita akan jadi manusia yang lebih baik. Kalau kita mikirnya ke sana, kita bisa lebih baik.

Jadi wasit ini bukan cuma pekerjaan, tapi untuk menjadikan diri saya sebagai manusia yang lebih baik.

Artinya wasit ini sudah bisa jadi pekerjaan utama? Saya lihat beberapa orang menjadi wasit sebagai sampingan.

Belum bisa kalau di Indonesia.

Kenapa?

Terutama kalau di Cirebon. Saya sempat tinggal di Cirebon. Atau di Indonesia begitu. Berapa, sih, penghasilan yang bisa didapat? Untuk bisa dapat penghidupan yang layak; bisa dapat rumah; bisa dapat mobil; sepertinya masih kurang. Tidak bisa kalau dari sisi penghasilan, ya.

Kalau di negara lain seperti apa, Kang? Ada contoh yang bagus?

Di negera lain seperti Amerika dan Eropa mah sudah jadi profesi. Banyak yang tidak punya pekerjaan lain selain wasit. Karena memang sudah layak.

Kalau di Indonesia, mungkin, di beberapa kota tertentu—maksudnya seperti Jakarta, karena banyak gim—jadinya cukup. Saya tidak tahu juga, hahaha. Kalau buat saya pribadi belum.

Untuk bisa bertahan sebagai wasit bagaimana? Ada pekerjaan lain?

Ya, kalau saya punya usaha sendiri. Wiraswasta begitu. Ada juga teman-teman yang punya pekerjaan. Ada yang kepala sekolah. Ada yang jadi dosen.

Apa, sih, yang dibutuhkan untuk menjadi wasit yang baik?

Wah, bisa dua SKS ini, hahaha.

Pada dasarnya untuk menjadi wasit yang baik, satu: fisik dan knowledge. Bukan hanya knowledge tentang rules. Istilahnya kalau rules itu sudah jadi hal yang pasti, ya. Jadi kita harus menambah pengetahuan tentang basket. Basketball knowledge.

Kalau kita tahu basket itu seperti apa; offense seperti apa; defense seperti apa; permainannya seperti apa; kulturnya sepeti apa; pengetahuan kita tentang basket berkembang. Itu akan mendukung kita saat bertugas.

Untuk jadi wasit yang baik, sebenarnya attitude paling penting.

Kenapa attitude penting? Apa hubungannya?

Attitude seperti disiplin, misalnya, bakal membantu kita di lapangan. Itu akan menjadi image kita di lapangan. Seorang wasit, kan, dilihat dari image. Image itu dari attitude.

Nah, sekarang kalau kita tidak disiplin waktu; kita tidak disiplin menjalankan prosedur; kita sembarangan saja dalam melakukan ini; asal-asalan dan tidak rapi; bagaimana kita akan dipercaya?

Untuk membentuk attitude dan mengejar semua ilmu di basket seperti itu sulit tidak, Kang?

Kalau ilmu standar saja. Semua orang bisa baca. Semua orang bisa belajar. Karena ini era globalisasi. Informasi apa yang tidak ada di internet sekarang? Hahaha. Semua orang bisa belajar.

Kalau soal itu, sih, hubungannya dengan effort masing-masing. Effort itu, kan, hubungannya dengan attitude tadi. Effort kita untuk mau belajar atau mendalami semuanya, sharing dengan teman wasit yang lain, itu berguna.

Sebelum ini Kang Harja mendapat gelar wasit terbaik IBL, sekarang berkesempatan bertugas di Piala Dunia, ini berarti apa untuk kehidupan Kang Harja?

Untuk saya pribadi ini sejarah buat saya. Buat anak-cucu saya nanti. Ini prestasi yang sangat—apa namanya, ya?—membuat saya bahagia. Bahagia banget.

Kang Harja sendiri bakal jadi wasit sampai kapan?

Kalau saya, sih, dulu pernah menargetkan jadi wasit kejuaraan dunia seperti olimpiade. Tadi rencananya mau resign kalau sudah mencapai kejuaraan dunia atau olimpiade. Cuma kalau lihat kondisi sekarang, rasanya masih bisa.

Biasanya orang kalau satu target sudah tercapai, ada target lain. Begitu tahu satu target tercapai, saya jadi bikin target baru, hahaha.

Kalau rencananya semaksimal mungkin, saya bisa jadi wasit sampai umur 50. Umur saya 43 sekarang. Kalau lihat kesempatannya berarti masih tujuh tahun lagi, kan.

Untuk dua tahun ke depan, saya masih dipercaya untuk bertugas. Lisensi, kan, setiap dua tahun diperbaharui. Nah, tahun ini, lisensi saya berakhir. Harus diperbaharui lagi. Karena saya jadi wasit terpilih di Indonesia.

Setelah 2021 saya akan review lagi. Saya akan menentukan apa yang akan dilakukan selanjutnya.

Kang Harja memang sudah bercita-cita jadi wasit atau kecemplung?

Hahaha, tahu saja. Saya jadi wasit pertama kali waktu SMA. Terus waktu kuliah itu kecemplung.

Dulu kecemplung jadi wasit karena jadi pemain tidak bagus. Ya sudah, karena saya juga suka basket, saya jadi wasit. Eh, keterusan.

Kalau saya tidak kecemplung, mungkin, saya tidak bisa merasakan bahagia seperti sekarang, hahaha.

Berarti Kang Harja mensyukuri ini?

Begitu, deh. Saya tidak berencana jadi wasit, hahaha. Dulu kecemplung karena jadi pengurus UKM. Ada event basket. Terus kami butuh wasit. Saya bantu UKM untuk jadi wasit. Eh, kecemplung. Keterusan.

Kang Harja menyarankan anak-anak muda jadi wasit tidak? Seperti Kang Harja yang bisa ke Piala Dunia.

Kalau saya pribadi, jadi apa pun tidak masalah, asalkan fokus. Kalau kita fokus pastilah bisa.

Saya, sih, menyarankan kepada pemain-pemain yang sudah tidak produktif lagi. Atau memang pemain di tim yang sudah tidak berprestasi, kenapa tidak jadi wasit.

Cuma memang ada beberapa teman wasit yang benar-benar dari awal mau jadi wasit. Banyak juga.

Kang Harja persiapan ke Piala Dunia seperti apa?

Kalau Piala Dunia itu pasti ada program dari FIBA. Minggu-minggu ini FIBA pasti sudah kirim e-mail program yang harus saya lakukan. Ada program fisik yang harus saya lakukan. Ada juga semacam platform di website yang bisa mengakses program apa saja yang mesti dilakukan. Nanti di situ ada berapa macam pembelajaran tentang basketball knowledge. Ada rules juga.

Biasanya juga ada video analysis. Banyak PR.

Saya juga harus submit beberapa hal di platform itu. Apa sebutannya? Saya, sih, menyebutnya platform. Jadi, kami bisa masuk ke website begitu, terus ada berbagai macam hal yang bisa diakses. Ada video yang harus dianalisis. Kami harus memberikan komentar di situ. Nanti FIBA akan membalas komentarnya.

Banyak PR nanti saya. Cuma saya pribadi, selain akan menjalankan program yang sudah dipersiapkan FIBA, juga akan mempersiapkan diri dengan baik. Ada sisi fisik dan mental.

Paling utama mental. Fisik juga penting karena fisik saya kecil. Kurang berotot. Target saya di kejuaraan dunia ingin sedikit tampil berisi. Saya ingin punya fisik yang lebih baik. Inginnya begitu, tapi tidak tahu bisa atau tidak, hahaha. Targetnya, sih, begitu. Saya harus fitness kali, ya? Yang terbesit sekarang, sih, ingin fitness.

Kalau tampil di FIBA, saya ingin tampil dengan badan yang bagus. Cuma sayangnya saya kecil. Pendek begitu. Sudah sangat beruntung saya dikasih tugas dengan badan yang pendek, hahaha.

Oh ya, soal program, Kang Harja juga pernah belajar ke NBA. Belum lagi program dari FIBA ini. Kira-kira program di Indonesia punya kekurangan apa?

Di Indonesia? Perwasitan di Indonesia tidak kalah, kok, di Asia. Kalau dibandingkan Amerika dan Eropa memang belum. Cuma kalau di Asia sebenarnya kita tidak kalah.

Selain saya, yang lain juga sudah mulai dipercaya di Asia. Ada Budi Marfan, Haryanto Sutaryo. Apalagi Budi Marfan sekarang ini sudah dikenal banget di Asia.

Saya berharap ada orang seperti Budi Marfan. Bisa lebih tinggi lagi.

Untuk pembinaannya saya ingin perwasitan di Indonesia ini ingin lebih diperhatikan lagi sama pemerintah. Khususnya bola basket. Semua olahraga mesti diperhatikan. Cuma saya ingin khususnya bola basket diperhatikan lagi. Saya ingin se-Indonesia bisa berprestasi.

Kadang kita punya program, kamp, mendatangkan orang dari mana. Ada yang ikut kamp di luar negeri. Kita juga perlu kamp sendiri. Kita datangkan expert dari mana. Itu penting juga.

Apa yang bisa Kang Harja berikan untuk mengembangkan ini?

Selama ini, apa yang saya tahu, apa yang saya punya, saya bagikan. Saya share, terutama ketika tugas bareng sama teman-teman. Karena saya masih aktif, paling jadi tim penatar kalau dipercaya sama PP. Selama ini, sih, seperti itu. Apa yang saya tahu saya share ke teman-teman.

Saya berharap ada junior atau teman-teman yang berprestasi. Kalau bisa, ya, lebih dari saya. Kalau tidak ada, berarti saya tidak berhasil. Percuma kalau saya ke sana-sini, tidak ada yang meneruskan. Saya akan merasa berhasil kalau ada junior atau generasi penerus yang bisa sampai seperti saya. Saya baru bisa dikatakan berhasil kalau begitu.

Sejauh ini melihat regenerasi seperti apa?

Banyak, banyak regenerasi. Yang tidak banyak adalah kesempatan. Potensinya ada, kok. Ada wasit yang berpotensi.

Untuk dapat kesempatan itu bagaimana?

Pertama harus dapat license-nya dulu. Setelah dapat itu, pasti ada kesempatan turun. Cobalah turun.

Artinya kesempatan itu harus dibuka?

Iya, harus dibuka.

Oke kalau begitu, Kang. Pertanyaan saya cuma segitu. Sukses untuk Piala Dunia!

Oke, terima kasih.

Foto: Dok. ABL, NBL Indonesia, Hariyanto, dan Satrio Wicaksono

Komentar