IBL

Satria Muda Pertamina Jakarta boleh saja gagal meraih gelar juara IBL 2018-2019. Namun, mereka tetap sebuah klub besar yang melahirkan banyak bakat besar. Salah satunya Christian Ronaldo Sitepu.

Dodo—sapaan akrabnya—memutuskan pensiun tahun lalu setelah merengkuh 8 gelar juara selama 12 musim. Ia mempersembahkan gelar-gelar juara itu hanya untuk Satria Muda. Dodo memang pemain loyal yang berkarier dengan satu tim selama masa profesionalnya.

Oleh karena loyalitas itu, Satria Muda mengapresiasi Dodo dengan mempensiunkan jerseynya. Mereka melakukan itu sebelum pertandingan final pertama IBL 2018-2019. Tim berwarna khas biru-kuning itu menggantung jersey bernomor 15 miliknya di langit-langit BritAma Arena, Jakarta, Kamis 21 Maret 2019.

Di tengah ingar bingar para penonton malam itu, saya mendapat kesempatan mewawancarai Dodo. Kami membicarakan tentang seberapa penting apresiasi Satria Muda terhadap kariernya. Kami juga membicarakan kunci kesuksesan seorang Dodo sampai rencana ke depannya. Semuanya dibahas dalam satu perbincangan singkat sambil jalan-jalan di sekitar Mahaka Square.

Simak perbincangan kami, sebagai berikut:    

Setelah pensiun rasanya seperti apa?

Puas. Saya senang, sih. Saya diapresiasi sama Satria Muda. Saya selama bermain di sini selalu kasih yang terbaik buat Satria Muda.

Senang saja. Satria Muda mengapresiasi itu. Mereka menghargai saya sampai jersey saya digantung.

Itu suatu kebanggaan juga. Karena tidak semua pemain bisa melakukan itu. Sesudah ini, yang saya rasakan, ternyata enak jadi pemain. Rasanya acakadut. Saya juga bingung. Saya senang, tetapi terharu juga.

Selama 12 musim dapat 8 gelar juara. Apa rahasianya?

Saya berusaha untuk konsisten. Konsisten bukan hanya di permainan, tetapi di cara hidup juga. Saya dididik sama pelatih saya, Om Herman, bahwa basket itu bukan olahraga buat senang-senang. Bukan happy doang. Ada banyak pengorbanan supaya bisa konsisten dengan apa yang saya lakukan tiap hari.

Caranya bagaimana?

Saya tidak pernah merasa puas. Saya tidak pernah merasa diri saya yang terbaik. Saya selalu merasa kurang sehingga harus belajar terus.

Apa yang bikin merasa kurang?

Kalau kita puas, maka kita akan setop di situ. Kita harus terus punya sesuatu yang baru. Cari tahu banyak hal. Sebab, di basket tidak main doang. Kita harus pintar juga.

Saya selalu berusaha untuk mengevaluasi diri saya. Tidak merasa puas. Saya latihan terus.

Dodo sudah 12 musim di basket Indonesia. Ada pendapat soal perkembangan liga?

Liga semakin baik. Masalahnya ada di keseriusan pemain. Pemain-pemain muda belakangan, saya rasa, sangat beda. Dulu saya melihat senior-senior. Cara mereka melihat basket itu sebagai olahraga, gaya hidup, dan passion. Attitude mereka itu berbeda. Kami berikan sesuatu dulu, baru kami dapat. Kalau sekarang, justru melihat apa dulu yang bisa didapat.

Saya tidak begitu. Saya dididik untuk kasih yang terbaik dulu, dan akhirnya yang terbaik akan datang.

Selama ini dapat apa saja?

Banyak. Salah satunya membantu saya dan keluarga saya. Saya juga dapat beasiswa.

Yang pasti saya bisa melihat dunia. Dari basket saya bisa keliling bertanding ke luar kota, ke luar negara. Saya bisa melihat berbagai macam kultur yang membangun diri saya. Itu, sih, kalau kata saya.

Menganjurkan anak-anak muda untuk bermain basket di Indonesia tidak?

Inginnya seperti itu. Sebab, yang harus mereka lihat itu gini: main basket bukan cuma fun. Basket juga punya banyak hal sebagai bekal hidup ke depannya.

Apa saja?

Kompetisi di dalamnya. Pertemanan. Kedisiplinan. Saya ingin sekali mengajak orang untuk berolahraga, terutama basket.

Apa yang paling penting dalam berkarier di basket?

Jangan setengah-setengah. Harus anggap ini serius. Jangan cuma ha-ha-hi-hi. Saya agak keras juga sebenarnya.

Dulu sempat mau pensiun juga, tetapi apa yang membuat Dodo urung pensiun?

Tidak mudah untuk pensiun dari basket. Apalagi sudah lama. Banyak hal yang seru. Enak. Ada yang tidak enaknya, tetapi itu jadi enak juga.

Saya harus mempertimbangkan itu cukup matang dan berani. Waktu di tahun ke-10 sebenarnya sudah berpikir untuk berhenti. Tahun ke-11 malahan sudah mau berhenti.

Gara-gara?

Kontrak saya sudah selesai. Saya juga sudah menyelesaikan S2. Saya tertantang ingin tahu hal lain di luar basket. Kalau saya berada di situ selama 10 tahun, nanti saya tahunya itu doang. Saya ingin melihat dunia lain di luar basket yang bisa diaplikasikan di lingkungan sekitar.

Selama itu Dodo mempersiapkan apa saja?

Yang pertama adalah mental. Dari atlet, cukup lama mendapat banyak hal di situ, tiba-tiba masuk ke dunia baru. Makanya saya bilang tadi, saya harus punya cukup bekal di basket untuk menuju ke sana.

Kedua, tentu saja finansial. Buka-buka usaha.

Yang ketiga, saya membuka diri. Dunia tidak kecil. Dunia ternyata besar.

Dodo sudah punya usaha. Shoe apa itu? Benar, kan?

Iya, Shoe Daddy dan freSHoes.

Apa yang membuat Dodo terjun ke situ?

Shoe Daddy digarap bareng teman-teman. Saya punya beberapa sneakers, mereka coba custom. Saya butuh komunitas, mereka butuk sosok. Akhirnya jadilah itu. Apalagi visi-misinya juga sama. Kami ingin maju.

freSHoes itu terinspirasi dari usaha sepatu tadi. Saya berpikir, pewangi sepatu zaman sekarang biasanya spray atau seperti sneakers ball. Saya ingin membuat versi yang masuk sama anak muda.

Selain itu, Dodo juga jadi pelatih Indonesia Warriors. Kok bisa?

Saya ditanya, “Mau tidak melatih?” Saya merasa tertantang buat itu. Saya suka develop anak-anak. Ya, sudah, saya jadi asisten. Saya ingin tahu juga jadi asisten pelatih dari Serbia itu seperti apa. Saya belum pernah, kan.

Sebelumnya pernah melatih?

Saya pernah melatih tim ceweknya Telkom. Pernah. Cuma sebentar. Tidak berkelanjutan.

Kira-kira apa selanjutnya?

Kita lihat saja kesempatan yang ada. Saya kembangkan.

Foto: Hariyanto

Komentar