IBL

Fandi Andika Ramadhani, forwarda senior Stapac Jakarta, sebenarnya sudah ingin berhenti main basket. Ia ingin pensiun untuk mengurus kehidupan selanjutnya. Sebab, kondisi sudah banyak berubah. Ia belakangan semakin sibuk memikirkan keluarga dan masa depannya. Ia tidak bisa selamanya bermain basket—setidaknya sebagai profesional.

Kendati begitu, Stapac rupanya selalu membutuhkannya. Klub asal Jakarta itu memanggilnya berkali-kali meski Rama—sapaan akrabnya—sudah memutuskan untuk setop sejak musim lalu. Pada akhirnya, karena panggilan itu juga, Rama tergerak untuk membantu Stapac sekali lagi.

Perjalanan Stapac di IBL 2018-2019 luar biasa. Rama dkk. bisa meraih 17 kali kemenangan beruntun di musim reguler. Mereka juga tidak terkalahkan di playoff. Stapac melaju dengan mulus ke final. Rama tinggal selangkah lagi menutup kariernya dengan gelar juara. Ia mesti menghadapi seteru lama Stapac, Satria Muda Pertamina Jakarta, untuk mencapai itu.

Mainbasket sempat berbincang-bincang dengan Rama di sela-sela kesibukannya saat pertandingan semifinal IBL lalu. Kami berbicara tentang kembalinya Rama di 2018-2019 sekaligus kemungkinan pensiunnya di akhir musim nanti.

Simak wawancara berikut ini:

Mas Rama, kami selalu dengar ini bakal jadi musim terakhir Mas. Dari dulu sebenarnya, tetapi tidak pernah jadi. Kali ini rumornya benar tidak?

Hahaha, kemungkinan iya. Sebenarnya saya sudah bicara sama Bos (Irawan “Kim Hong” Haryono) musim lalu. Saya memang sudah mau setop. Sebelum turnamen preseason kemarin, dia intens menelepon saya untuk minta bantuan.

Pelatih pun sebenarnya kekurangan pemain. Waktu persiapan turnamen—kita tahu sendiri—Stapac kekurangan pemain. Yang latihan enam, tujuh, delapan. Jadi, dia minta tolong untuk bantu main di turnamen.

Saya pikir saya bantu di turnamen saja. Saya belum tentu main di liga. Itu awalnya. Setelah itu, beres, kami main. Habis turnamen, ya, sudah, saya tidak ikut latihan lagi. Tiba-tiba Bos telepon. Pelatih mencari saya. Saya kaget sendiri jadinya. Saya tidak ada niat untuk main lagi.

Waktu turnamen tidak ada kontrak?

Tidak ada. Waktu turnamen cuma bantu-bantu. Tidak ada kontrak. Saya niat membantu. Mau bagaimana juga ini tim saya. Saya sudah berapa belas tahun di sini.

Setelah itu, saya mau minta izin ke Pelatih, karena saya lagi mempersiapkan kehidupan selanjutnya: habis basket mau apa? Semua orang berpikir seperti itu. Saya punya keluarga, punya anak. Intinya: saya mau apa nanti?

Saya juga lebih condong ke sana. Fokusnya ke sana. Saya mengobrol sama Pelatih karena tidak bisa intens ikut latihan sama tim. Saya tidak enak sama tim, sama Pelatih. Saya tidak mau dianggap belagu atau apa hanya karena ada pekerjaan. Saya tidak mau jual mahal. Ini, kan, soal pilihan hidup. Saya harus mempersiapkan hidup saya ke depannya.

Tapi disodorkan kontrak setelah turnamen?

Bukan, bukan soal disodorkan kontrak atau apa…

Memang untuk musim reguler ini tidak ada kontrak?

Eh, kalau musim ini ada. Maksudnya, setelah saya minta izin ke Pelatih tidak bisa ikut latihan penuh, saya pikir Pelatih tidak mau saya. “Tidak, saya tidak mau kamu.” Saya pikir dia mau pemain yang intens latihan. Ternyata ekspektasi saya beda. Pelatih tiba-tiba ingin saya ada di tim.

Waduh, saya bingung. Saya jelaskan kondisinya seperti apa, tapi Pelatih ingin saya tetap di tim. Dia tidak butuh saya main banyak. Saya juga tidak mau main banyak. Mengobrol sambil bercanda, hahaha.

Intinya, jadi saya sekarang di sini membantu tim dan membantu pemain yang muda-muda untuk siap beberapa tahun ke depan. Untuk beberapa tahun ke depan, kan, pastinya mereka ini yang menggantikan saya.

Harapannya Pelatih seperti apa?

Saya langsung tanya, “Apa yang kamu mau dari saya?” Dia jawab, “Saya ingin ada orang yang membuat pemain lain mendengarkan.”

Dia melihat saya waktu di Solo, waktu turnamen, pemain-pemain lain itu mendengarkan kalau saya bicara. Saya bisa beri masukan. Kasih tahu harus bagaimana.

Semacam sosok pemimpin?

Iya, dia butuh sosok itu. Hitungannya seperti leader. Bukan hanya di lapangan, tapi juga di bench dan off court.

Latihannya jadi tidak intens sekarang?

Tidak, sih. Saya latihan sehari sekali. Kalau ada latihan pagi, saya tidak bisa ikut. Karena saya ada kerjaan lain.

Ada komentar soal perubahan yang dibawa Pelatih Giedrius Zibenas ke tim ini?

Pasti. Perubahan-perubahannya itu banyak banget. Mulai dari disiplin; dari cara bermain kami; teamwork kami. Saya akui dia memang punya detail yang top banget. Kami banyak dapat ilmu baru. Banyak banget. Saya mendapatkan ilmu yang benar-benar baru saya dapat selama karier saya di basket.

Seandainya ini jadi musim terakhir, apa yang Mas harapkan?

Yang pasti saya ingin juara. Kami punya kesempatan. Jangan sampai terulang lagi seperti musim-musim lalu. Sayang, kan, sudah sampai sini.

Saya juga sering memberi tahu anak-anak muda ini, “Sayang kalau kesempatan ini dilewati. Ini waktunya kita step up. Kalau kamu sudah bisa dapatkan itu, kamu tinggal maintain.” Jangan cepat puas intinya.

Stapac sedang dalam tren bagus. Bisa menang terus sejak musim reguler. Hanya kalah sekali. Apa pendapatnya soal itu?

Itu tidak bisa jadi acuan untuk jadi juara. Pelatih selalu bilang, “We have to focus on the next game.” Itu intinya. Kami selalu menganggap next game itu final. Next game itu final. Kami tidak boleh menganggap remeh siapa pun. Fokus saja.

Foto: Hariyanto dan Dika Kawengian

Komentar