IBL

Sebelum IBL Seri 5 bergulir pada 25-27 Januari 2019 lalu, kabar tidak sedap berembus dari Bogor Siliwangi. Para pemain sempat mengadukan keluh kesahnya kepada liga karena gaji mereka tertunggak. Mereka bahkan berencana untuk mogok bertanding. Namun, pada akhirnya, Siliwangi tampil juga.

Di pertandingan pertama, Siliwangi mesti bertemu Satria Muda Pertamina Jakarta. Dengan kondisi tim yang seperti itu, mereka ternyata bisa mengalahkan tim juara bertahan dengan skor 78-75. Itu memang hasil yang di luar dugaan. Siliwangi semakin menegaskan betapa anomalinya kompetisi di 2018-2019 ini.

Sayangnya, di pertandingan kedua di seri itu, Siliwangi harus takluk dari Satya Wacana. Mereka pun mengemas total 1 kemenangan dari 2 pertandingan selama Seri 5. Hasil itu membuat mereka bertengger di peringkat tiga klasemen sementara Divisi Putih dengan 4 menang 7 kalah. Sebagai tim yang sedang memiliki masalah internal, mereka rupanya solid juga.

Kami menemui Kepala Pelatih Paul Mario untuk menyinggung masalah itu. Kami menanyakan tentang kondisi tim yang sebenarnya. Sang Pelatih pun membeberkan kesulitan apa yang mereka hadapi.

Saya dengar kabar tidak sedap soal Siliwangi. Sebenarnya kondisinya seperti apa?

Dengarnya apa? Hehe.

Gaji belum dibayar.

Ya, mungkin itu yang terjadi. Hanya saja akhirnya manajamen berusaha susah payah untuk memenuhi itu sampai anak-anak mau bertanding. Jadi, akhirnya manajemen berkomitmen dengan apa yang diminta pemain.

Apa yang membuat teman-teman Siliwangi mengadu ke IBL soal ini?

Ya, simpel. Itu hak mereka saja. Itu hak mereka. Hanya saja, saya tetap bilang ke teman-teman, “Oke, itu hak kalian, tapi kalian harus tetap fokus juga di pertandingan.”

Kami semua ingin yang terbaik. Manajemen ingin yang terbaik; tim ingin yang terbaik; semuanya ingin melakukan yang terbaik.

Sangat disayangkan ini harus terjadi, tapi bagaimana Pelatih tetap menjaga tim untuk solid, bahkan bisa mengalahkan Satria Muda?

Saya, sih, hanya kasih motivasi. Mereka juga sudah dewasa. Rata-rata semua yang sudah masuk IBL sudah mengerti cara bermain. Saya hanya memotivasi saja. Saya mengingatkan, “Kalian di sini main untuk tim. Ini untuk diri kalian sendiri juga.”

Mereka juga, kan, jualan di sini. Main yang bagus. At least, mereka menjalankan gameplan dari pelatih. Semua itu no pressure buat mereka. Saya hanya meminta mereka main yang bagus; sesuai jalur; sesuai sistem yang dikasih.

Sedikit-banyak ini menggangu tidak?

Saya pribadi tidak. Hanya saja, pemain mungkin ada. Saya rasa mereka profesional. Ketika mereka sudah disanggupi apa yang dimau, mereka harus berjuang.

Selanjutnya bakal melakukan apa supaya tidak terjadi lagi?

Semua sudah diantisipasi. Teman-teman mau apa, klub juga sudah menyanggupi. Klub juga meminta feedback kepada anak-anak.

Caranya bagaimana? Maksudnya, kita tidak ingin ini terjadi lagi, tetapi kalau hanya sebatas omongan semua orang juga bisa.

Sudah ada perjanjian antara mereka. Saya tidak tahu perjanjiannya apa. Itu internal mereka dengan manajemen. Saya tugasnya hanya melatih, melatih, melatih. Saya berusaha bersikap profesional. Saya berusaha mendukung apa pun yang pemain minta. Saya support mereka, tapi mesti ada feedback-nya juga.  

Di luar masalah ini, Pelatih menilai performa tim seperti apa? Sebab, ini sudah lebih dari setengah musim.

Di Seri 5 mereka—dengan kejadian ini—jadi semakin solid, semakin kompak. Mereka saling support. Tidak ada yang main-main. Istilahnya begitu. Saya melihat mereka semakin solid dengan keadaan ini.

Bisa sampai playoff?

Saya yakin mereka bisa sampai ke mana pun yang mereka mau. Asal mereka punya hati, passion buat main basket. Awalnya itu dulu saja.

Foto: Hariyanto

Komentar