IBL

Garuda Bandung telah menentukan pilihan. Mereka mengambil nama Irwanto, seorang mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, di IBL Rookie Draft 2018. Sang Mahasiswa pun kini harus pindah dari Malang ke Bandung untuk menjalani hari barunya sebagai seorang profesional.

Irwanto sudah bergabung dengan Garuda selama hampir seminggu ini. Ia telah merasakan betapa kerasnya latihan di klub profesional. Ia merasa kelelahan pada mulanya, tetapi lambat laun mulai bisa mengikutinya. Ia bahkan mengaku ingin memberi kontribusi lebih kepada Garuda dengan kerja kerasnya, terutama karena ia memang benci hanya tampil sebagai penonton. Ia ingin berguna bagi klub asal Bandung itu.

Mainbasket sempat berbincang-bincang dengan Irwanto. Kami membicarakan banyak hal, termasuk tentang harapannya di Garuda, juga perjalanan karirnya untuk sampai ke titik ini sekarang.

Simak wawancara Mainbasket bersama Irwanto, sebagai berikut:

Sebelum kita ngobrol lebih jauh, coba perkenalkan diri kamu kepada pembaca Mainbasket! Irwanto ini siapa, berasal dari mana, dan sebelumnya kuliah di mana?

Oh, ya, perkenalkan nama saya Irwanto. Saya berasal dari Sangatta, Kalimantan Timur. Saya kuliah di Universitas Muhammadiyah Malang.

Sudah berapa lama main basket?

Dari SMP kelas satu sampai sekarang, berarti sudah 10 tahun.

Apa yang bikin kamu jadi main basket?

Waktu itu, sih, kakak saya—waktu dia SMP, saya SD—punya bola basket. Sering main basket. Akhirnya waktu SMP saya memutuskan untuk main basket juga. Begitu awalnya.

Apa yang menarik dari basket buat kamu?

Saya suka model olahraga yang kompetitif. Tidak mau mengalah. Saya suka olahraga yang ada contact body. Euforia main basket juga terlihat lebih keren dari pada main (sepak) bola. Saya lebih sering main basket waktu itu.

Waktu di Kalimantan?

Iya, dulu di kampung halaman saya seperti itu.

Memangnya basket di sana seperti apa? Seperti apa kultur dan perkembangannya?

Pas baru belajar basket di sana, sebenarnya posisi basket di kampung halaman saya itu masih baru banget perkembangannya. Istilahnya, belum banyak sekolah yang punya ekstrakurikuler basket.

Pelatihnya juga masih kurang. Waktu itu di kota saya cuma ada dua. Dari beberapa sekolah cuma ada dua. Salah satunya, ya, sekolah saya itu.

Lama-lama, waktu main pas SMA, baru mulai ramai perkembangannya. Mulai ada pertandingan-pertandingan daerah, pertandingan-pertandingan antarklub. Itu sudah mulai ada.

Kamu sendirian serius main basket kapan?

Untuk serius main basket, itu setelah saya ikut DBL. Kelas dua SMA. Itu sudah mulai serius.

DBL?

Iya, saya pertama kali ikut DBL itu kelas dua SMA.

Sempat ikut DBL Camp?

Tidak sempat. Soalnya waktu SMA itu saya cuma seadanya, sebisanya. Tidak sampai terpanggil camp.

Setelah pindah ke Malang, ada perubahan apa dalam diri kamu?

Banyak banget. Dulu sebelum main basket badan saya itu kurus, kecil, pendek gitu. Pas SMP saya jadi point guard. Habis itu, pas di SMA ikut DBL, saya bermain di posisi empat: power forward atau center. Saya waktu itu terhitung tinggi untuk ukuran pemain basket di sana.

Nah, setelah masuk kuliah, saya justru balik lagi. Dengan badan saya yang seperti ini, saya kaget datang ke tanah Jawa, tidak bisa bermain sebagai power forward, tetapi malah balik ke point guard lagi.

Namanya orang baru kaget, kan, modal main bawah sampai di sini harus jadi point guard lagi. Awalnya susah untuk mengikuti itu, tapi lambat laun ternyata bisa menambah skill dan tahu seperti apa gerakan-gerakan basket yang lebih efektif, seperti itu. Jadi, sudah jauh lebih baik.

Kadang kalau saya pulang ke kampung halaman, ke Sangatta itu, saya bisa main all-position. Kurang lebih seperti itu.

Ada tidak sosok yang bikin kamu bisa berkembang pesat? Entah itu pelatih atau siapa.

Yang pasti yang paling berpengaruh itu pelatih, ya. Yang pertama kali mengajarkan saya main basket itu namanya Coach Andy (Setiawan). Coach Andy sekarang jadi pelatihnya SMAN 1 Blitar.

Waktu kuliah, pelatih pertama saya itu namanya Coach Adies (Al-Ghifari). Setelah kontraknya habis, datang lagi pelatih baru namanya Coach Bhiantoro (Darmawan). Di situ saya mulai belajar bermain pick and roll dan mengerti sistem.

Berarti kamu bermain juga di Liga Mahasiswa?

Iya, dari saya pertama kali masuk kuliah sampai terakhir di 2018 ini saya sudah empat season ikut Liga Mahasiswa.

Menurutmu seperti apa kompetisi Liga Mahasiswa?

Untuk sekarang, sih, bagus. Itu kurang-lebih seperti pertandingan NCAA di Amerika (Serikat). Cuma, mungkin, karena pesertanya kurang banyak—misalnya, di kalangan Jawa Timur atau Indonesia saja, kita sudah tahu siapa yang bakal masuk final, siapa yang masuk semifinal—jadi terlalu monoton. Menurut saya kurang saja tingkat kompetitifnya. Semoga ke depannya lebih merata lagi.

Pengalaman dari Liga Mahasiswa ini bakal jadi bekal yang bagus buat ke profesional tidak?

Sangat membantu. Otomatis dalam skala mental bermain dan menghadapi pressure di lapangan sudah biasa. Nanti di profesional juga pasti ada gim-gim ketat. Itu, kan, membutuhkan mental yang kuat. Kalau kita tidak punya mental yang kuat, pasti kita bakal down. Saya sudah dapat beberapa pelajaran dari Liga Mahasiswa.

Waktu itu apa yang bikin kamu mau ikut IBL Draft?

Sebenarnya saya tidak expect, maksudnya, saya tidak mengira bakal masuk ke IBL Draft. Waktu di tahun senior, saya bertekad untuk memaksimalkan diri. Cuma setelah itu saya berpikir, habis basket mau apa? Soalnya setelah ini saya tidak punya target lagi untuk dikejar.

Saya pikir ini event terakhir saya. Waktu itu Campus League jadi event terakhir saya. Setelah Campus League, mungkin, saya tidak bermain basket seserius itu lagi. Itu target terakhir saya karena tahun depan saya sudah tidak bisa ikut Liga Mahasiswa. Jadi, saya lebih fokus ke kelulusan saya daripada basket.

Tapi, setelah adanya IBL Draft, motivasi saya untuk main basket muncul lagi.

Sekarang kamu sudah lulus?

Belum. Ini sedang proses skripsi.

Sekarang kamu harus tinggal di Bandung sementara kuliahmu di Malang. Bagaimana urusannya?

Secara basic, sebenarnya tidak ada yang susah. Itu, kan, tergantung seperti apa kita mengatur waktunya. Yang mana yang menjadi fokusnya. Kalau di Bandung, saya fokus latihan. Kalau di Malang, saya fokus skripsi.

Untuk sekarang—kemarin sempat ngobrol sama manajemen—bisa jadi saya harus pulang ke Malang, bisa jadi saya minta izin untuk proses skripsi. Lagi pula dosen saya mengerti akan keadaan saya sekarang. Dia tidak masalah jika saya bimbingan skripsi via e-mail atau Wa (Whatsapp).

Oh, sudah ngobrol sama Andre Yuwadi soal ini juga?

Waktu itu sudah ngobrol sama Coach Andre waktu Draft Night. Coach Andre sekarang, kan, lagi ada di luar negeri, lagi ada urusan.

Oh, ya, sekarang posisinya kamu sudah bersama Garuda. Sudah berapa lama di sana? Seminggu ada?

Belum. Hari Senin kemarin (8 Oktober 2018) start.

Seperti apa di Garuda?

Wah, pertama kali datang ke lapangan, terus latihan, yang pasti bedalah porsinya. Standar latihan di kampus sama standar latihan di tim profesional beda. Porsinya, tekanannya, tuntutan untuk selalu bisa benar itu beda. Latihannya itu capek banget. Saya waktu pertama kali latihan merasa latihannya capek banget, tapi lambat laun saya bisa mengikuti.

Garuda ini tim yang seperti apa?

Setelah saya sampai sini, saya sangat bersyukur sudah dipilih sama Garuda Bandung. Saya pikir semua tim IBL itu basic-nya sama. Kalau kamu orang baru, berarti kamu harus lebih aktif bertanya kepada senior. Begitu sampai di Garuda, ternyata bagus. Istilahnya kekeluargaannya dapat, bahkan di luar ekspektasi saya. Seharusnya saya sebagai ruki yang banyak bertanya kepada senior. Ini malah sebaliknya. Senior-senior saya menyapa duluan. Mereka duluan yang memberikan saya ilmu. Jadi, saya excited banget—beruntung banget bisa gabung Garuda.

Garuda bakal jadi tim yang seperti apa dengan adanya kamu dan senior-senior kamu?

Saya, sih, optimis bisa jadi lebih baik lagi dari sebelumnya. Dengan latihan yang hanya beberapa hari saya ikuti, secara khusus kami sudah siap. Hanya beberapa hal saja yang mesti saya finishing, tapi harapannya saya bisa memberi kontribusi, bukan hanya sebagai ruki.

Kalau ruki, kan, biasanya mau berharap apa? Tapi saya berharap, saya mau jadi ruki di Garuda dengan kontribusi lebih.  Saya ingin bantu apa yang bisa saya bantu—apa pun itu.

Sebentar lagi kita bakal menjalani preseason. Ada persiapan khusus?

Satu, fisik dan kesehatan. Itu yang paling utama. Satu lagi, mental. Istilahnya ini turnamen profesional pertama saya. Saya harus persiapkan mental terus persiapan lainnya, seperti: shooting, defense, offense harus lebih intens dan fokus.

Saya sebagai ruki sudah telat masuk. Cuma seminggu bergabung sudah ikut pertandingan, kan, tidak mungkin. Jadi, saya harus punya tambahan waktu latihan untuk bisa lebih intens.

Ada kesulitan tidak sejauh ini?

Sebenarnya ini cuma masalah transisi saja dengan lingkungan baru. Ketika kamu berada di lingkungan baru, kamu pasti membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri. Itu kurang-lebih. Tapi, di luar lapangan saya tidak ada masalah.

Harapannya apa?

Semua ruki pasti ingin punya minute play. Saya ingin berkontribusi lebih, bukan hanya sebagai pendatang, ruki, di tim ini. Saya ingin banyak bermain di Garuda Bandung, bukan sekadar datang latihan, menyaksikan pertandingan. Saya sebenarnya benci kalau cuma jadi penonton dan tidak bisa berkontribusi. Saya ingin memberikan kontribusi ke tim ini.

Foto: Dok. Irwanto (@irwnptg), Hari Purwanto/IBL Indonesia (@iblindonesia)

Komentar