IBL

Kompetisi NBA bisa jadi panggung pertunjukan bagi pemain. Mereka berlomba-lomba tampil memukau tak hanya dari sisi performa, tapi juga penampilan. Hal itu pun didukung dengan merek olahraga yang butuh atlet guna membantu penjualan produk. Dari sini, lahirlah sepatu khusus (signature) atlet. Sayangnya, tak semua sepatu itu bertahan dalam kepopuleran.

Budaya kerja sama atlet dengan merek diawali antara Converse dan Charles “Chuck” Taylor 1930 silam. Setelah itu, Puma dan Walter “Waltz” Clyde muncul lewat edisi Puma Clyde pada 1973. Berselang 11 tahun, Nike dan Michael Jordan muncul pada 1984. Setelah itu, merekrut pemain jagoan seakan jadi strategi ampuh.

Hingga kini, banyak ditemui sepatu-sepatu signature untuk atlet. Di antara semua sepatu itu, beberapa justru dilupakan. Bukan karena kegagalan produk, namun karena faktor-faktor lain yang membuatnya tenggelam meski sepatu itu populer di masanya.

Berikut adalah sepatu signature terbaik atlet yang justru terlupakan.

Converse All-Star Rodman (1997)

Dennis Rodman adalah bintang di era 1990-an. Kepopulerannya di lapangan didukung pula dengan gaya hidupnya yang glamor. Ia juga menyukai kontroversi yang turut mendongkrak popularitasnya. Tahun 1997, ia membuat keputusan kontroversial dengan meninggalkan Nike untuk bergabung dengan Converse.

Bersama Converse, ia ingin membuat sepatu basket yang terinspirasi dari Converse Chuck Taylor All-Star. Hasilnya adalah Converse All-Star Rodman.

Satu-satunya ciri khusus sepatu legendaris Converse di sepatu signature Rodman adalah bulatan di bagian luar sepatu. Sepatu ini meraih kepopuleran sejalan dengan prestasi Rodman dengan Bulls. Walau begitu, bentuknya yang cenderung aneh membuatnya sulit diterima khalayak ramai.

Nike Zoom Gary Payton 2 (2000)

Tahun 2013 Payton masuk di jajaran Naismith Memorial Basketball Hall of Fame. Hal ini membuktikan kegemilangan karirnya di NBA. Ia juga bekerja sama dengan Nike hingga memiliki sepatu khusus. Sepatu itu bernama Nike Zoom Gary Payton (GP). Edisi kedua merupakan yang paling tenar.

Sepatu ini tergolong paling ringan dan sederhana di masanya. Efektivitas berat itu dihasilkan dari bahan atas (upper) yang hanya menggunakan satu lembar kulit tanpa ada panel tambahan apapun. Sayangnya, sepatu ini kalah pamor dengan Nike Zoom Kobe sehingga produksinya harus dihentikan. Walau begitu, penggemar setia Payton selalu menantikan sepatu ini untuk dirilis ulang. 

LA Gear Catapult (1991)

LA Gear adalah merek sepatu terkenal era awal 1990-an karena mereka mempopulerkan sepatu yang bisa menyala. Tren ini begitu terasa terutama di lingkungan hip hop. Walau terkenal dengan sepatu kasual, LA Gear pernah terjun ke ranah basket. Tak tanggung-tanggung, mereka langsung merekrut legenda Utah Jazz, Karl “The Mailman” Malone. Malone terbukti punya selera tinggi untuk sepatu yang ia mau.

LA Gear Catapult memiliki pelindung engkel dengan teknologi bantalan peredam kejut bernama Power Feedback System. Sepatu ini hangat dibicarakan sejak pertama kali diperkenalkan pada 1991. Penjualannya di pasar pun cukup baik. Walau begitu, sepatu Karl Malone ini tak mampu bertahan dari persaingan dengan pabrikan lebih besar lainnya seperti Nike, adidas, Reebok, dan Converse kala itu. 

Fila Webber (1997)

Peraih Rookie of the Year 1993 tercatat pernah bergabung dengan Nike dan Dada. Bersama dua merek tersebut, Chris Webber berhasil mendapat sepatu signature apik. Walau begitu, ia mengakhiri kerja sama dengan Nike setelah menelurkan Nike Air Max Sensation Chris Webber.

“Nike menjual sepatu itu dengan harga AS$130. Karena terlalu mahal, saya melihat sendiri sekelompok anak muda merampok demi membelinya. Saya tidak mau hal itu terjadi lagi,” ujarnya kepada Complex.

Webber lalu bergabung dengan Fila dan membuat Fila Webber. Sepatu basket ini memang jauh lebih murah dari Nike. Sayangnya, niat mulia Webber tidak didukung desain sepatu yang apik. Kerja sama mereka pun akhirnya berakhir walau Fila Webber ramah di kantong. 

Nike Air Alonzo (1997)

Di tahun perilisan sepatu ini, nama sekaliber Hakeem Olajuwon, David Robinson, Shaquille O’Neal, dan Patrick Ewing masuk daftar pemain yang ditakuti. Di antara nama mentereng itu, Alonzo Mourning punya tempat tersendiri sebagai pemain bertahan yang kokoh. Kegarangannya di lapangan telah dipantau Nike hingga mereka membuatkannya sepatu signature.

Sepatu itu bernama Nike Air Alonzo. Sekilas, sepatu ini mirip sepatu boot dengan bahan atas yang terbuat dari kulit berbantalan Air Sole yang nyaman. Itu adalah sepatu pertama Alonzo bersama Nike sekaligus yang terakhir. Nike Air Alonzo berhenti diproduksi pada 1997 dengan alasan yang tidak diketahui.

Reebok Preacher Mid (1996)

Sepatu ini digunakan Shaq saat membela tim nasional basket Amerika Serikat di ajang Olimpiade 1996. Kala itu, Reebok terkenal dengan teknologi bantalan Hexalite yang terinspirasi dari sarang tawon. Allen Iverson menyatakan puas dengan teknologi ini.

Sepatu gemuk dengan ornamen di bagian tumit yang mencolok sangat tepat digunakan pebasket berpostur besar seperti Shaq. Walau begitu, tidak semua percaya diri menggunakannya. Reebok pun akhirnya menghentikan produksi Reebok Preacher Mid walau Shaq nyaman menggunakannya.

Foto: Complex, Sneaker Files, Sneak Hype, Sports Illustrated

Komentar