IBL

Timnas basket putri telah mencetak sejarah. Mereka berhasil meraih emas pertama SEA Games setelah event bergulir selama 46 tahun. Capaian ini menjadi ironi. Sebab, mereka tidak merasakan kompetisi dalam negeri selama lebih dari tiga tahun. Sejak 2020 tidak ada liga basket putri profesional yang bergulir di tanah air.

Srikandi Cup 2020 menjadi liga basket putri profesional terakhir. Sayangnya, kompetisi terpaksa dihentikan karena pandemi Covid-19. Hingga saat ini belum ada kepastian kapan kompetisi itu berjalan lagi.

Meski tiga tahun tanpa kompetisi reguler, toh timnas putri tetap berprestasi. Capaian mereka meningkat dalam empat edisi SEA Games terakhir. Diawali dengan perunggu pada SEA Games 2017 dan 2019.

Setahun kemudian pandemi meledak. Kompetisi tersendat. SEA Games 2021 tertunda menjadi 2022. Pada SEA Games 2022 di Vietnam itu, timnas putri membuktikan diri dengan meraih perak. Dari lima pertandingan, mereka hanya kalah dari Filipina.

Tidak sampai setahun berselang, penantian itu terbayar tuntas. Henny Sutjiono dkk menyapu bersih enam kemenangan di SEA Games 2023. Termasuk membalas kekalahan atas Filipina. Indonesia berhak atas medali emas pertamanya.

Baca juga: Sejarah Tercipta, Kemenangan Sempurna, dan Emas Pertama

Tidak hanya dari 5x5 saja. Tim 3x3 juga meraih dua perunggu sejak pertama diadakan pada 2019 lalu. Timnas putri meraih total satu emas, tiga perak, dan 5 perunggu dalam sejarah SEA Games.

Lalu bagaimana caranya mereka bisa berprestasi tanpa kompetisi?

Agustin Gradita Retong menuturkan ia dan rekan-rekannya menjalani pelatnas (TC) jangka panjang di Surabaya. Hampir selama 10 bulan. Mereka langsung tancap gas usai meraih perak SEA Games 2022.

“Kami tidak ada kompetisi lokal. Cuma ada kompetisi tingkat ASEAN atau SWBL yang bertemu tim Malaysia, Thailand, Singapura yang jadi lawan kami di SEA Games. Levelnya lebih tinggi dari kompetisi lokal. Itu jadi acuan kami,” kata Dita yang ditemui usai tiba di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta pada Rabu (17/5) itu.

Selama TC itu mendapat tambahan ilmu dengan mendatangkan Chris “Lethal Shooter” Matthews dan Blair O’Donovan dalam sesi latihan. Meski metode TC jangka panjang itu ampuh, Dita dan para pemain lainnya tetap mendambakan bermain di liga basket secara reguler.

“Dengan dapat emas ini, (semoga) basket putri Indonesia lebih diperhatikan. Ada wadahnya. Agar basket putri Indonesia lebih berkembang, maju, dan bersaing di tingkat dunia,” imbuh Ayu Sriartha.

Hal yang sama juga diungkapkan Dyah Lestari. Sama seperti Dita, Dita juga turun pada dua nomor pada SEA Games 2023. “Jujur saya ingin seperti (tim) putra karena mereka juga aktif. Sementara yang putri, bingung kan. Ini sebenarnya (kompetisi) jadi apa tidak. Semoga ke depan liga putri jalan sih,” ungkap Tari.

Sementara itu Wakil Ketum PP Perbasi George Dendeng mengatakan dibutuhkan komitmen dari stakeholder dan klub-klub untuk menggulirkan liga basket putri. “Kami siap mewadahi. Tapi komitmen dari teman-teman pemilik klub itu penting bagi kami. Jadi, kita tunggu saja segera ada pengumuman dari kami mengenai liga putri,” imbuhnya. (rag)

Foto: Ragil Putri Irmalia, Yoga Prakasita

Komentar