IBL

Saat ini Indonesia memiliki tujuh wasit dengan lisensi FIBA. Sebanyak dua diantaranya adalah wasit perempuan. Tahun ini Perbasi mendapat jatah enam plus dua wasit untuk mendapat lisensi FIBA.

Dalam media gathering pada Rabu (4/1) di Jakarta itu, wasit Harja Jaladri menjelaskan ada beberapa syarat untuk mendapatkan kuota lisensi wasit nasional ke FIBA. Kuotanya juga tidak bisa sembarangan. Peringkat federasi mempengaruhi jumlah kuota tersebut. Semakin tinggi ranking federasi, semakin banyak wasit lisensi FIBA yang dimiliki suatu negara.

“Dari enam kuota itu, satu dari kuota federasi, ada dua jatah keaktifan federasi, satu lagi jatah dari prestasi wasit yang bermain di event utama FIBA. Lalu dua kuota itu untuk wasit perempuan. Kemudian ada dua kuota tambahan yang Perbasi ajukan dan alasan tersebut diterima FIBA. Jadi, tahun ini maksimal kami bisa mendapat 8 wasit lisensi FIBA untuk cycle 2023-2025,” ungkap Harja dalam presentasinya.

Untuk mendapat lisensi tersebut, para wasit nasional melalui tahapan administrasi, tes fisik, dan tes teori. Harja mengatakan delapan wasit yang mereka ajukan semua sudah lolos tahap administrasi. Tes dilakukan sampai Maret dan hasil diumumkan pada Juni. Lisensi berlaku pada 1 September 2023-31 September 2023 dan diperbaharui setiap dua tahun sekali.

“Untuk tes fisik pada 5-31 Januari untuk upload video. Nanti akan dianalisis FIBA apakah lolos atau tidak. Untuk teori ada pelatihan secara online. Tidak hanya soal rules, tetapi juga pengetahuan dan federasi,” kata wasit yang mendapat lisensi FIBA sejak 2005 itu.

Pada kesempatan tersebut, Harja juga menyampaikan soal pembaruan aturan-aturan FIBA. Nantinya aturan-aturan baru itu juga akan disosialisasikan sebelum IBL 2023, yang akan dimulai pada 14 Januari mendatang.

Secara pribadi Harja menilai, jika sudah menekuni profesi wasit, tes-tes tersebut mudah dilakukan. Apalagi secara fisik saat ini wasit Indonesia sudah sangat bagus. Tetapi memang ada kendala yang lain yaitu kemampuan Bahasa Inggris.

“Ada potensi,tapi kemampuan bahasa kurang. Tetapi banyak juga yang melakukan effort lebih dengan mengikuti kursus bahasa Inggris. Hasilnya tetap lulus meski bahasa Inggrisnya minimum,” lanjutnya.

Harja mengakui profesi wasit memang belum bisa menjanjikan di Indonesia. Terutama di kota-kota kecil. “Kalau di Jakarta sudah bisa mendapat penghasilan yang banyak. Apalagi kalau sudah menjadi wasit internasional. Minimal event FIBA bisa 20 kali lipat bayarannya,” kata Harja. (rag)

Foto: FIBA

Komentar