IBL

Saya sempat menonton Amelia Ryan Ayu Ardhany ketika bermain di Honda DBL East Java Series 2018. Saat itu, Amel—sapaan akrabnya—berhasil mengantarkan SMAN 8 Malang menjadi juara. Ia merupakan salah satu senter pelajar perempuan terbaik di Jawa Timur.

Amel juga menjadi peserta Honda Camp 2018. Ia bahkan berhasil menembus skuat All-Star yang berangkat ke Amerika Serikat bersama 23 anak lainnya. Pada awal 2019, ia belajar banyak hal di Negeri Paman Sam.

Pada 2019 ini, Amel kembali ke sekolah untuk memperkuat Smarihasta—sebutan tim sekolahnya—di Honda DBL East Java Series 2019-South Region. Namun, Smarihasta gagal tembus ke babak championship di Surabaya. Sehingga perjalanan Amel terantuk di Malang.

Untungnya, penampilan Amel masih menarik perhatian. Ia kembali masuk ke jajaran First Team tahun ini. Ia punya kesempatan untuk merebut tempat lagi di skuat All-Star.

Dalam suatu kesempatan, saya dan Amel berbincang-bincang tentang banyak hal, termasuk pengalamannya berangkat ke Amerika Serikat.   

Mel, setelah mengikuti Honda DBL Camp dan All-Star, kamu sudah berubah jadi orang yang seperti apa?

Dalam hal apa maksudnya?

Segalanya, karena kamu pasti dapat banyak pelajaran sejak itu, baik di dalam maupun di luar lapangan.

Gara-gara DBL, aku merasa ada kemajuan. Amel dari lebih dikenal sama orang. Kemarin sempat masuk kamp, banyak pelajaran yang didapat. Tambah skill.

Kemarin sempat ke Amerika Serikat, ikut turnamen sekelas AAU di sana. Seperti apa turnamen itu? Pasti beda dari Indonesia.

Iya, apalagi di sana tempatnya—pusatnya—basket dunia. Turnamennya tentu beda dari Indonesia. Padahal itu tingkat SMP. Junior.

Aku bersyukur bisa ikut ke sana. Aku jadi tahu turnamen di sana ternyata seperti itu. Mereka punya skill individu yang lebih bagus dari anak-anak Indonesia. Terus, posturnya juga beda. Untuk ukuran anak belasan tahun, mereka tinggi-tinggi. Fisiknya bagus-bagus. Postur dengan fisik yang bagus, ya jadinya hebat.

Kamu belajar apa saja di sana? Kamu, kan, latihan di berbagai tempat. Ada latihan di Mamba Academy-nya Kobe Bryant juga.

Di sana latihannya lebih ke skill individual, seperti shooting yang benar, dribble yang benar, dan sebagainya. Aku sempat kaget karena di sana fasilitasnya bagus. Beda banget Amerika sama Indonesia. Di sana, satu tempat saja bisa buat segala olahraga. Terasa banget perbedaannya. Aku sempat berpikir, “Wah, kapan Indonesia bisa seperti ini?”

Oh ya, katanya sempat kedinginan karena di sana minus berapa derajat?

Sempat, hampir tiga derajat. Waktu itu udaranya turun sampai segitu. Itu dingin banget. Di sini paling 27 derajat. Di sana malah tiga derajat. Dingin banget, kan?

Waktu itu harus bertanding juga. Bagaimana kamu mengatasinya?

Waktu pemanasan mencoba “membakar” semuanya. Pakai hoodie dobel. Sampai pakai jersey lagi. Dingin banget. Waktu pemanasan, mulai panas, dinginnya sedikit-sedikit hilang.

Setelah itu kamu sempat ikut 3x3. Waktu itu World Cup?

Iya, FIBA World Cup U-18.

Ceritakan pengalamanmu di sana, dong!

Awalnya, aku tidak menyangka dihubungi Perbasi. “Amel, bisa tidak ikut pertandingan World Cup 3x3?” Amel langsung tanya, “Ada seleksi dulu atau tidak?” Ternyata tidak ada, langsung mewakili Indonesia. Mereka percaya saja kalau Amel bisa. Ya, sudah, tanpa seleksi apa pun, langsung masuk tim nasional.

Di sana bertemu lawan yang bagus banget. Usia 18 tahun mainnya bagus-bagus. Kami di awal gim sempat unggul lawan Jepang. Sayangnya, kami down karena faktor cuaca. Di sana dingin banget. Malah lebih dingin di sana, di Mongolia, daripada Amerika.

Di gim pertama kalah, gim kedua menang, gim ketiga juga menang, tapi di berapa besar itu kami bertemu USA. Awalnya merasa bisa. Semangat karena unggul dua poin. Lama-lama malah capek. Tidak biasa sama cuaca, akhirnya kalah.

Waktu itu kamu sudah terbiasa main 3x3?

Benar-benar tidak ada pengalaman bermain 3x3. Belum tahu 3x3 itu mainnya seperti apa. Itu H-2 minggu, kami baru latihan. Sebelum ke Mongolia full latihan selama dua minggu.

Mengatasi perbedaan permainan susah?

Susah, soalnya peraturannya beda. Awalnya malah kaget. Apalagi hari pertama itu puasa. Sampai muntah-muntah. Latihannya keras. Fisik digenjot. Tapi, semakin ke sini mulai terbiasa.

Rasanya punya pengalaman dari Amerika Serikat bersama Honda DBL All-Star sampai ikut Piala Dunia di Mongolia mewakili Indonesia seperti apa?

Senang banget. Apalagi kemarin sampai dipanggil ke Jepang untuk mengikuti NBA Without Borders. Banyak pengalaman yang Amel dapat.

Di Jepang ngapain?

Latihan bareng saja. Se-Asia tapi.

Kok bisa dipanggil?

Pemain dari seluruh Asia dipanggil. Anak-anak kelahiran 2002 dipanggil untuk mengikuti kegiatan di sana.

Tahun 2002? Muda banget, ya.

Hahaha, iya aku kelahiran 2002. Terus, itu pemanggilannya maksimal dua orang. Cewek satu, cowok satu. Perbasi malah sempat bingung mau kirim berapa. Akhirnya kirim dua cewek dan satu cowok. Jadi, yang berangkat aku dan anak-anak dari Jakarta. Satu cewek, satu cowok dari Jakarta.

Omong-omong, sayang banget tahun ini tidak bisa ke Surabaya. Sekolahmu gagal tembus. Apa pendapatmu?

Iya, sayang banget.

Hmm, hitungannya sekarang DBL mulai ketat. Mulai pada semangat. Mereka yang tidak diprediksi bakal kuat malah muncul. SMA ini jadi sekuat ini, SMA itu jadi sekuat itu. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Semangatnya gila.

Kamu sudah kelas 12? Ada pesan-pesan untuk mereka yang masih akan bermain tahun depan?

Iya, kelas 12. Aku berharap mereka bisa setidaknya masuk lagi ke Surabaya. Main lagi di Big Four. Aku percaya teman-teman bisa tahun depan.

Kamu sendiri mau ngapain setelah ini?

Buat sekarang masih fokus belajar. Mau UN (Ujian Nasional). Niatnya mau masuk Unair (Universitas Airlangga Surabaya). Untuk masuk ke sana berat. Harus belajar lebih giat.

Kalau basket?

Untuk basket in sha Allah masih lanjut terus. Nanti kuliah juga harus diimbangi sama belajar. Soalnya aku tidak selamanya main basket.

Kamu sendiri sudah main basket sejak kapan?

Dari SMP kelas tujuh.

Apa yang bikin kamu main basket?

Awalnya gara-gara bingung saja. Bingung mau ikut ekstrakurikuler apa. Akhirnya dilihat sama kakak kelas. Karena tinggi, diajak mereka untuk bergabung. Aku tidak tahu basket itu apa. Dengar soal basket saja tidak pernah dari SD. Benar-benar dari nol.

Sempat, waktu kelas delapan, sudah capek. Hampir berhenti basket. Aku merasa tidak ada perkembangan. Persaingannya ketat. Mulai malas dan berpikir untuk, ya sudah tidak perlu basket lagi.

Ayah sama Ibu juga menyarankan untuk belajar dulu saja. Fokus di sana. Terus, sama pelatih diminta untuk jangan berhenti. Karena aku punya potensi. Aku tinggi. Wakut itu kelas delapan awal, pelatih memasukkanku ke klub Bimasakti Malang.

Klub basket? Kenapa masuk klub?

Soalnya pelatih senang sama Amel. Aku itu sebenarnya tinggi. Tinggal dikembangkan. Akhirnya, di klub bertemu banyak orang, bertemu pelatih Bimasakti, latihan bareng sampai berkembang.

Waktu itu langsung ikut Kejurnas. Benar-benar heran. Karena tidak pernah ikut pertandingan, kecuali pertandingan sekolah. Ternyata masuk Bimasakti, malah langsung bermain di tingkat nasional. Meski pun waktu itu main masih acak-acakan.

Secara mental sudah kuat, dong, sekarang? Sudah main di tingkat dunia juga.

Iya, lumayan. Sudah bertemu lawan-lawan yang berat. Mentalnya terasah.

Selanjutnya, dengan segala pengalaman dan ilmu, apa yang akan kamu bagikan?

Amel ingin membagikan semua di sekolah, di klub. Mengajari teman-teman soal basket. Kadang-kadang, mereka juga sharing sama Amel. Mereka tanya-tanya. Main di posisi bawah itu seperti apa. Amel, kan, main di posisi senter. Kami saling belajar.

Mau main pro? Atau main di kompetisi sekelas Piala Srikandi deh.

Ada tawaran, tapi masih bingung. Bingung pilih yang mana. Masih pikir-pikir dulu. Sebentar lagi mau masuk kuliah. Inginnya kuliah dulu. Nanti, semester tiga ke atas, baru main basket di sana.

Kamu itu pelajar sekaligus atlet. Sempat kesulitan tidak membagi waktu?

Sempat, waktu kelas dua SMA kemarin, Amel ikut berbagai kegiatan. Ikut DBL, kamp, kejurnas, dan segalanya. Sempat kebingungan. Guru-guru juga ngomel, “Amel, kamu ini sering bolos!” Sampai akhirnya, Amel mulai atur waktu. Begitu ada tugas, kerjakan tugas. Capek, tapi harus tetap dilakukan.

Hahaha, semangat! Mudah-mudahan lelahnya terbayar. Ya, sudah, itu pertanyaan terakhir. Terima kasih sudah mau ngobrol bareng Mainbasket.

Iya, sama-sama. Terima kasih juga.

Foto: DBL Indonesia

Komentar