IBL

Lebih dari 3.200 orang hilir-mudik ke Sritex Arena, Solo, Jawa Tengah, pada Rabu, 28 Agustus 2019. Gelaran Honda DBL Central Java Series 2019 – South Region yang sudah memasuki hari kelima penyelenggaraan adalah sebab utama banyaknya pergerakan massa di sana. Pemandangan lebih padat pun terlihat d Jalan Kebangkitan Nasional, jalan utama tempat Sritex Arena berada. Tumpukan motor yang parkir dan deretan pedagang yang berusaha mengikuti momentum gelaran tahunan ini membuat jalan yang tersisa terlihat cukup sempit.

Menariknya, barisan penonton yang hadir di sini tak melulu hadir untuk menonton basket. Beberapa di antaranya bahkan dengan gamblang bicara ingin mencari hiburan lain dalam bentuk seni tari. Sebagaimana gelaran di kota lainnya, Honda DBL Central Java Series 2019 – South Region juga menghadirkan perlombaan tari beregu (group dance) yang bertajuk "UBS Gold Dance Competition 2019."

 

Meski tak pernah ada aturan tertulis mengenai hal ini, mayoritas peserta UBS Gold Dance Competition sejak edisi-edisi terdahulu selalu diisi kaum hawa. Sedikit sekali penampakan putra yang terlihat dalam kompetisi ini. Jikalau ada, jumlahnya pun biasanya tidak sampai 50 persen dari jumlah penari di satu tim.

Namun, hal berbeda justru tampak di Honda DBL Central Java Series 2019 – South Region. Di satu hari itu saja, ada tiga tim yang seluruh anggotanya adalah pria. SMA Al Abidin Bilingual School (ABBS) Surakarta, SMA Insan Cendekia (IC), dan Pondok Pesantren Modern Islam (PPMI) Assalaam Sukoharjo adalah tiga tim tersebut.

Ketiganya tampil di jeda tengah babak saat tim basket mereka sedang berlaga. Tak berbeda dengan tim tari perempuan, tiga tim ini juga tampil kompak dengan tema tarian mereka. Kebetulan, ketiga tim ini datang dengan tema serupa yakni hip-hop dengan gaya jalanan.

“Kami sebenarnya mulai tampil sebagai tim tari di ajang pentas seni sekolah tahun lalu,” terang Benjamin, salah satu anggota tim tari PPMI Assalaam Sukhoarjo kepada kami. “Kala itu, pentas seni sekolah mengusung tema “Santri Bebas tapi Tahu Batas.” Dari situ, kami berusaha mengembangkan tarian modern dan ikut di Honda DBL Central Java Series 2019 – South Region. Kami ingin menunjukkan bahwa kami, para santri juga bisa.”

Ya, sekolah Benjamin, PPMI Assalaam Sukoharjo dan dua sekolah lainnya adalah segolah berbasis agama Islam. Lebih tepatnya lagi, ketiga sekolah ini bisa disebut sebagai pesantren modern. Fakta tersebut juga yang membuat seluruh anggota tim tari tiga sekolah ini adalah sosok pria.

“Saya jelas senang sekali bisa ikut lomba seperti ini. Ini kali pertama buat kami tampil menari di hadapan umum dan dilihat orang sebanyak ini. Di awal saat kami memulai latihan tari di sekolah, banyak teman yang memandang sebelah mata dan menilai kami macam-macam. Sekarang, dengan tampil di sini, kami bisa menunjukkan bahwa kami serius berkompetisi dan mendukung tim basket sekolah,” lanjut Benjamin.

“Sebenarnya, salah satu hal tersulit adalah latihannya. Karena kami tinggal di pondok, semua jadwal kegiatan kami sudah diatur. Jadi, kami hanya bisa latihan setelah melakukan kewajiban-kewajiban kami, itu pun tidak boleh sampai malam. Kami juga tidak punya pelatih, semua gerakan murni dari ide kami,” terusnya.

Rendra, perwakilan dari tim tari SMA Insan Cendikia (IC), juga mengungkapkan hal serupa. Awalnya, tidak mudah bagi mereka untuk bisa tampil menari di hadapan banyak orang. Namun, setelah unjuk gigi di Honda DBL Central Java Series 2019 – South Region, dukungan positif dari teman, keluarga, dan sekolah akhirnya datang.

“Pihak yayasan sudah memberi keputusan bahwa cuma santri putra yang boleh tampil. Dari situ, kami memulai semua latihan dan berusaha memberikan penampilan dan dukungan terbaik untuk SMA IC. Secara keseluruhan, kesulitan yang kami (SMA IC) hadapi bisa dibilang serupa dengan sekolah pesantren lainnya. Namun, kami masih dapat fasilitas pelatih yang kebetulan juga kakak kelas kami,” tutup Rendra.

Foto: Siwi Danawarih

Komentar