IBL

Partai final putri Honda DBL 2019 South Kalimantan Series akan mempertemukan SMAN 1 Banjarbaru berhadapan dengan SMAN 2 Banjarmasin. Gim yang akan digelar Sabtu, 3 Agustus 2019, ini bisa dibilang menjadi partai final yang ideal. Pasalnya, kedua tim melaju baik sepanjang gelaran yang sudah digelar sejak 26 Juli ini.

Bagi kubu Smada (SMAN 2 Banjarmasin), final bukan lagi hal baru, bahkan mereka datang ke final kali ini dengan status juara bertahan. Secara keseluruhan, ini adalah final kelima mereka dalam lima musim terkahir. Tiga di antaranya berhasil berujung dengan gelar juara.

Salah satu sosok yang membuat nama harum Smada terus terjaga adalah duet pelatih mereka, Michael Mikanata Dau dan Moses Foresto. Nama yang terakhir disebut bahkan sudah menyentuh pencapaian tinggi dengan terpilih sebagai Kepala Pelatih DBL All Star 2017 yang pergi ke Amerika Serikat. Kala itu, Moses ditemani oleh Muflih Farhan menjadi duet pelatih untuk tim putri All Star.

Di sela-sela pertandingan Honda DBL 2019 South Kalimantan Series yang digelar di GOR Rudy Resnawan, Banjarbaru, kami mendapatkan kesempatan berbincang dengan Moses. Pelatih yang kini tampil dengan rambut gondrong ini membagi beberapa kisahnya dengan kami.

Hallo Coach Moses, akhirnya bisa ketemu lagi, apa kabar?

Baik mas, iya terakhir kita ketemu di Surabaya ya?

Benar Coach. Saya sudah dengar kalo Anda adalah seseorang yang gemar dengan seni. Namun, saya juga dengar Anda punya beberapa bidang lain yang ditekuni. Sebenarnya, Coach Moses ini pekerjaannya apa?

Saya di KTP itu seniman. Sebenarnya saya punya profesi sebagai teknisi lingkungan untuk pertambangan. Namun, itu semua saya anggap bagian dari art, oleh karena itu saya minta pekerjaan di KTP saya adalah seniman.  

Kalau seni yang digeluti apa saja? Lalu apakah ini datang dari keluarga atau diri sendiri?

Saya melukis, mematung, dan bermusik. Saya memang awalnya menyukai hal tersebut dari keluarga. Namun, saya juga berguru dengan seniman senior-senior lainnya dan mendapatkan sedikit pendidikan formal tentang seni.

Kalau dirangkum, Anda menggeluti dunia teknik, seni, dan basket. Kalau ditanya mana yang Anda cintai, jawabnya?

Semuanya, saya suka melakukan semua ini.

Untuk basket sendiri, bagaimana Anda menceritakan cinta itu?

Basket ini juga seni mas. Namun, seninya berbeda, basket ini seni orang banyak. Dengan melihat anak-anak bermain, bertanding di Honda DBL ini, ada seni dalam membangun relasi, melatih, dan hal semacam itu. Di sini (basket) bagi saya konteksnya luas sekali, orang bisa memiliki cara yang berbeda-beda dalam menikmatinya. Seni di basket ini lebih menantang menurut saya.

Anda sudah cukup lama berkecimpung di basket. Saya dengan Anda bahkan juga sempat bermain basket waktu muda. Kini di dunia kepelatihan, mengapa Anda memlih melatih pemain-pemain usia muda? Adakah filosofi tertentu yang Anda tanamkan kepada mereka?

Ya, saya memang fokus kepada melatih anak-anak usia muda. Filosofi yang ingin saya tanamkana dalah basket yang dewasa. Saya mengajarkan kepada mereka bahwa basket itu harus berani salah, belajar mengambil keputusan yang terbaik untuk tim. Salah itu tidak apa-apa, asal nantinya ada evaluasi. Membangun komunikasi dengan sesama mereka. Hal-hal itu adalah hal yang berhubungan langsung dengan kehidupan secara umum.

Smada ini bisa dibilang salah satu tim yang konsisten berprestasi di basket. Dari pihak sekolah atau Anda sendiri, sebenarnya memang memasang target juara di setiap kompetisi termasuk Honda DBL ini?

Tidak, tidak pernah. Target saya adalah mereka bisa tampil merata dan mengeluarkan semua kemampuan mereka. Saya juga berharap mereka terus bisa menikmati pertandingan. Saya rasa juara akan datang sendiri jika hal-hal itu sudah dilakukan.

Sekarang berbicara tentang basket di wilayah Kalimantan Selatan ini, terutama Banjarmasin, Banjarbaru dan sekitarnya. Bagaimana Anda melihat perkembangannya?

Karena belakangan ini kejuaraan di tingkat usia muda berkurang, perkembangannya bisa saya bilang menurun. Terutama kejuaraan di tingkat SMP. Bahkan, beberapa pemain baru belajar main basket di tingkat SMA. Oleh karena itu, saya dan Coach Mika (Michael Mikananta Dau) serta dibantu beberapa pelatih lainnya turun untuk melatih di SMP. Untungnya, Honda DBL juga mulai menyelipkan laga antar SMP. Meski bersifat ekshibisi, hal ini sudah cukup membangkitkan semangat basket di tingkat SMP.

Saya dengar kabar Anda juga sedang mengembangkan basket di usia yang lebih kecil lagi. Apa hal yang mendorong anda melakukan hal-hal ini selain cinta tentunya?

Selain melatih tim SMA, saya juga pernah masuk dalam jajaran pelatih PON dan semacamnya. Saya suka sedih kalau melihat pengurus atau manajemen tim melakukan pembelian pemain dari daerah lain. Mas pasti tahu hal tersebut terus terjadi. Bagi saya, daripada membeli pemain, mending kita melakukan pembinaan sejak dini. Dari pengalaman saya melatih di All Star, tidak ada satupun pemain ini yang belajar dalam waktu singkat. Semua harus dimulai sejak usia dini, usia di kisaran SD. Oleh karena itu, saya ingin memulai hal ini demi semakin baiknya basket di wilayah in.

Semua dengan dana sendiri?

Ya, anggap saja saya yang mengawalinya. Seiring berjalannya waktu, mereka biasanya akan menemukan caranya sendiri untuk membiayai semuanya. Seperti sekarang, beberapa SD sudah mulai ingin melakukan hal serupa. Lalu juga kami merencanakan penataran pelatih yang akan diikuti oleh guru-guru SD. Ya semoga semua berjalan lancar.

Apakah semua ini sebanding?

Saya harap demikian. Semoga ini bisa menjadi awal yang bagus untuk pembinaan basket di kota atau wilayah ini. Jika secara persaingan kami sudah membaik, maka prestasi kami akan berjalan seirama. Semoga.

Foto: Ahmad Dzikrul Kharis, Adli Hudzaifie, Dika Kawengian

 

 

Komentar